Saturday, June 30, 2012

Rumah Baca Komunitas : Apa Yang Menggerakkan Kami?


”Gerakan Membaca” merupakan suatu gerakan yang harus dipelopori oleh siapa saja dan lebih dari itu, sebagai visi pencerdasan bangsa maka negara pun tidak boleh absen dari gerakan ini. Gerakan Iqro yang pernah dipelopori organisasi pelajar di Yogyakarta IRM/IPM beberapa tahun silam kembali ingin dilanjutkan oleh Rumah Baca Komunitas dengan penuh semangat sebagai ikhtiar pencerahan bangsa. Program ini hadir karena keprihatinan atas betapa miskinnya bahan bacaan masyarakat, dan tidak meratanya distrubusi buku, semakin ke daerah tertinggal buku semakin mahal, dan semakin jarang ditemui. Ini mengakibatkan terjadi kesenjangan pengetahuan di negeri ini sehingga apa yang disebut Taufiq Ismail sebagai "tragedi nol baca" harus segera kita akhiri. Di komunitas rumah baca, semua orang dapat terlibat membaca atau meminjamkan bahan bacaan tanpa ada skat perbedaan agama, suku, usia, dan  apa pun di dalamnya.  Komunitas ini adalah cermin dari penerimaan kami atas keberagaman anak bangsa.


Sudah seharusnya penggembiraan komunitas pembaca dan rumah baca/taman baca menjadi program yang penting dan juga sebagai kritik atas pemerintah yang kurang memprioritaskan lahirnya generasi 'gila baca'. Anggaran untuk subsidi harga buku bermutu (selain buku ajar) harus benar-benar menjadi tanggung jawab pemerintah. Faktanya buku diluar mata pelajaran seperti buku sastra dan pengetahuan lainnya. Kalau kemiskinan buku ini dibiarkan maka ke depan kafakiran dan rawan ilmu pengetahuan akan mengancam bangsa ini. Kefakiran pengetahuan ini pula yang mengakibatkan merosotnya spiritualitas masyarakat sehingga menjadikan masyarakat tidak mampu membaca apa yang sedang terjadi di lingkungan dan di negerinya sendiri.    


Beberapa fakta dibawah ini semoga bisa memberikan semangat bagi kita semua untuk terus menggembirakan masyarakat melalui aktifitas membaca dan menjadi pembelajar. Pertama adalah fakta Dari penelitian Taufiq Ismail (2003) dihasilkan kesimpulan dari sejumlah SMA yang ada di 13 Negara mewajibkan bacaan bukunya. SMA Thailand Selatan 5 judul, Malaysia 6 judul Kuala Kangsar, 3 SMA Singapura 6 judul, 4 SMA Brunei Darussalam 7 judul, Rusia 12 judul, Kanada 13 judul Canterbury, Jepang 15 judul, Swiss 15 judul, Jerman Barat 22 judul, Perancis 30 judul, Belanda 30 judul, Amerika Serikat 32 judul, AMS Hindia Belanda 25 judul, AMS Hindia Betarida 15 judul, SMA Indonesia 0 judul.


Kedua, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan masyarakat Indonesia belum menempatkan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang Indonesia lebih memilih menonton TV (85,9 persen) dan mendengarkan radio (40,3 persen) daripada membaca suratkabar (23,5 persen).(Pikiran Rakyat, 25 April 2007). Ketiga, adalah fakta bahwa Produksi buku di Indonesia yang masih sangat rendah. Setiap tahun Indonesia yang berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa hanya memproduksi 10.000 judul buku dengan jumlah setiap judul mencapai 3.000 eksemplar atau tiga juta eksemplar per tahun itupun 55 persen adalah buku terjemahan. Sebagai perbandingan Malaysia yang berpenduduk 26 juta jiwa tiap tahun menghasilkan jumlah buku baru yang sama.


Dari pahitnya fakta tersebut kami bertekad untuk membangun sebuah komunitas mandiri di tengah masyarakat yang kami berikan nama komunitas rumah baca dengan beberapa tujuan antara lain pertama, Menggembirakan masyarakat dengan memasyarakatkan tempat baca yang menyenangkan.  Kedua, Meningkatkan minat baca masyarakat khususnya anak-anak dan remaja di lingkungan sekitar. Ketiga, Ikut berkonstribusi mendukung kegiatan belajar mandiri masyarakat dengan memberikan bahan bacaan yang bermutu dan actual. Keempat, Kegiatan launching rumah baca/taman baca diharapkan akan memberikan warna bagi peningkatan kualitas bacaan warga masyarakat sekitar, dan terakhir adalah dalam rangka menarik minat baca bagi pemula. Selain itu, rumah baca memikul satu misi besarnya yaitu mempromosikan nilai-nilai perdamian dalam masyarakat yang berkeanekaragaman melalui materi-materi bacaan yang memberikan pencerahan.


Komunitas Rumah Baca ini menyediakan berbagai jenis/ragam bahan bacaan baik buku, majalah, e-book yang merupakan koleksi komunitas dan anggota yang dishare secara saka rela. Jenis buku meliputi buku bacaan umum seperti buku psikologi, social, ekonomi, motivasi, seri remaja, anak-anak, life skill, dan sebagainya. Lebih dari seribu judul buku telah tersedia di rumah baca ini. Apabila pengunjung request buku tertentu juga akan diusahakan oleh pengurus komunitas. Jam buku pun fleksibel mulai jam 8 pagi sampai jam 10 malam setiap hari dan apabila pengunjung sudah mengantongi kartu anggota komunitas berhak datang setiap waktu.
Setidaknya ada dua kelebihan dari rumah baca komunitas ini. 


Pertama, buku-buku selain di kumpulkan dari gerakan hibah juga merupakan buku sharing--dimana semua orang dapat menitipkan buku/bacaan disini tanpa mengubah status kepemilikan bahkan secara alamiah kita akan merasa berbagi dengan sesama dengan bacaan/pengetahuan. Panitia juga menyediakan label dan katalog untuk setiap kontributor. Kelebihan kedua adalah bahwa rumah baca ini sebagai tempat belajar alternatif yang buka 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Buku yang disediakan mencakup berbagai segmen usia dan pekerjaan. Selain itu, rumah baca juga menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk mendukung visi dan misi yang ada yaitu terbentuknya suatu masyarakat yang melek baca dan melek pengetahuan serta terwujudnya nilai-nilai perdamaian dalam kehidupan nyata sebagai bangsa yang menganut bhineka tunggal ika.


Ikhtiar kecil ini mungkin salah satu ikhtiar untuk sedikit meringankan beban dan kerut bangsa ini. Bisa jadi satu optimisme, bahwa persoalan penting mengapa bangsa ini sulit maju adalah karena tidak dibangunnya pondasi gerakan gemar membaca bagi anak bangsa secara serius terutama di dalam tubuh lembaga pendidikan anak bangsa ini. Bagi bangsa ini, gemar menabung saja tidak cukup untuk mengurai bobroknya negeri ini. Kita mesi bersatu untuk perangi tragedi nol baca insyaAllah bangsa ini akan lebih baik.

Transformasi Besar : Bagaimana Dimulai..


Perpustakaan adalah penanda sebuah peradaban ilmu dalam suatu masyarakat yang bergerak dan mengalami evolusi bahkan transformasi (great transformation). Masyarakat bergerak dari buta aksara menjadi melek aksara dan angka, seolah bergerak kencang dari gaptek alias buta tekhnologi menjadi masyarakat high tech. Ini seolah sudah diyakini sebagai kebenaran oleh banyak orang terutama pengikut teori sosiolog August Comte. Lalu apa yang terjadi hari ini?

Masyarakat menurut Tofler menjadi 'tunggang langgang', mengalami distorsi dan disorientasi tentang masa depan dan kehidupannya sehari-hari. Masyarakat ilmu yang dibayangkan tidak terwujud tetapi menjadi sekumpulan manusia buas dalam tragedi kapitalisme dan kesadaran palsu masyarakat pemujanya atau korbannya. Buku telah menjadi kajian dan bahan seminar di berbagai tempat, namun realitas berbicara lain karena pada dasarnya manusia mengalami penyimpangan orientasi karena unsur-unsur ideologi kapitalisme, hedonisme dan pembaratan yang luar biasa--meliputi urusan lahir dan bathin, sadar dan bawah sadar.

Transformasi Perpustakaan
Buku tetap menjadi simbul pengetahuan sampai hari ini. Bagaimana jika buku itu didominasi oleh elit, penguasa dan para intelektual yang menyimpannya di kamar sempit dan kamar mewah perpustakaan keluarga?Bagi kami, hal ini sama persis dengan kajian De Soto mengenai dead capital. Buku yang tidak dibaca dan tidak bergerak melakukan pencerahan adalah ibarat modal mati. De Soto mengatakan tanah di kampung-kampung sebagai harta mati karena tidak ada nilai jual yang lebih besar. Buku juga bisa mati, jika dikubur dalam almari. Maka transformasi masyarakat individualis ala Indonesia harus mengarahkan kepada gerakan pencerahan dengan mengubah koleksi pribadi menjadi 'kepemilikan' komunitas untuk berbagai energi pembangkit untuk visi pemberdayaan. Komunitas secara hukum tidak mengubah kepemilikan buku namun mereka muncul spirit mempunyai rasa memiliki untuk mendapatkan manfaat dan turut menjaga dan memelihara berbagai ragam pengetahuan dalam buku. Kalau perlu, dapat diterapkan pengetahuan tersebut.

Seorang Friend RBK di FB bertanya: latr belakang didirikan ini apa?? apa cuman hanya membaca?? Lalu RBK menjawab demikian: kita, RBK, lebih pada suatu gerakan nasional. Taman baca/rumah baca hanya salah satu program. Kita pada dasarnya ingin membangun paradigma masyarakat ilmu daya kritis masyarakat atas realitas sosial dan politik serta mengkampanyekan nilai-nilai perdamaian jadi ada model pelatihan "peace generation", jurnalistik, wirausaha, penerbitan buku yang lahir dari arus bawah, dan juga membangun peradigma bahwa belajar tidak harus di sekolah formal bahwa semua orang adalah guru dan semua tempat adalah sekolah. Itu beberapa hal yang kita gagas.


Sebuah pemikiran
Tan Malaka menceritakan dalam Madilog bahwa Leon Trotzky membawa berpeti-peti buku menuju tempat pembuangannya begitu juga Sukarno dan Hatta atau Pramudya AT. Kegilaan terhadap buku telah membesarkan para pemimpin rakyat dan penulis besar. Ironisnya bangsa ini masih tenggelam dalam lumpur ”tragedi nol baca” (Taufiq Ismail, 2003). Situasi ini harus diperangi semampu kita dengan menggunakan berbagai pendekatan seperti budaya, agama, dan politik sekalipun. Membaca harus menjadi semangat baru bahwa membaca adalah bagian dari iman dan sebagai manifestasi sosial harus ada terobosan baru untuk menyulap perpustakaan pribadi menjadi perpustakaan komunitas. Kehadiran rumah baca ini juga diharapkan mampu mempromosikan nilai-nilai perdamaian melalui ragam buku bacaan dan karya tulis lainnya serta mengawal transformasi besar yang sedang berlangsung di tengah masyarakat Indonesia.

Dentuman besar yang membela kemanusiaan harus digaungkan bersama-sama dan menjadi tanggung jawab negara serta siapa saja di dalamnya. Salah satu dentuman besar itu adalah bagaimana menggerakann pengetahuan melalui transformasi kepemilikan buku yang bersifat egois-individualis menjadi suatu kondisi dimana komunitas merasa memiliki dan turut mengambil manfaat dari artefak pengetahuan serta imajinasi masa depan yang lebih humanis dan berkeadilan. Demikian catatan pagi ini, semoga ada manfaat.

Salam Buku.
Indonesia damai dengan membaca!, Indonesia maju dengan buku dan Indonesia lebih berdaya saing dengan mentradisikan MEMBACA!

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK