Buntut
dari kebutaan panjang adalah ketidaktahuan kita akan pentingnya membaca seperti
pentingnya makan. 2 Mei 2012, dalam rumah kontrakan seadanya didaerah
Yogyakarta berdiri Rumah Baca Komunitas,
satu ikhtiar yang mungkin tidak asing lagi dikalangan aktifis “pesisir”.
Tuntutan dan tanggungjawab sebagai anak bangsa memaksa mereka untuk memikirkan
bagaimana caranya menutupi atau bahkan menambalkan luka-luka bangsa yang
terlanjur jadi borok berkepanjangan. Kondisi Indonesia sebagai bangsa nyaris
malu dihadapan adik-adiknya sendiri
(baca: Negara Asia Tenggara yang merdeka diatas tahun 1945). Identitas
kebangsaan kita nyaris abu-abu dimata dunia meskipun adapula yang tentunya
masih melegakan. Korupsi, Teroris, Gerakan Separatis, Kemiskinan, selalu menjadi
bumbu pemberitaan bangsa, kita berdoa saja semoga ini tidak jadi brand Indonesia.
Tidak
ada cara selain terus bergerak meskipun harus dilakukan dengan skala terkecil
sekalipun. Harus ada segenap pihak yang mau mengambil peran secara mendadak dan
mengibarkannya. Musuh kita sekarang adalah “Kebodohan”__ini adalah salah-satu
biang keladi terdahsyat kemelaratan bangsa. kondisi bangsa yang terpuruk bisa
dibangun kembali dengan menumpas kebodohan. Rumah Baca Komunitas mungkin
salah-satu diantara sekian banyak lakon superhero
kontemporer bangsa yang nekat mengibarkan peperangan terhadap kebodohan.
Ini tidak mudah, banyak persoalan teknis dan non-teknis yang jadi sajian utama
dari Rumah Baca Komunitas (selanjutnya akan disebut RBK). Berdiri sejak mei
lalu, seperti kebanyakan gerakan yang masih seumuran jagung, masalah konsisten
dan kreatif masih harus dipupuk terus.
Gebrakan
awal yang dilakukan tentunya adalah dengan menyediakan sebanyak mungkin bahan
bacaan. Rumah kontrakan tempat RBK bermukim sudah didaulat sebagai perpustakaan
kecil. David Effendi selaku pendiri dan beberapa pengurus bentukan awal RBK mulai
menghubungi door to door teman-teman
dekat yang bersedia menyumbangkan atau sekedar menitipkan buku-bukunya kedalam
perpustakaan RBK. Langkah ini ternyata disambut dengan antusias oleh mahasiswa,
dosen, hingga Ibu rumah tangga. Alhasil sebulan bergerak, buku-buku mulai
membanjiri kantor Onggobayan RBK (Onggobayan
merupakan daerah tempat kantor RBK tinggal__red).
Tidak
lama berselang jaringan-jaringan kecil mahasiswa sukarelawan RBK kian baik.
Bahkan dua diantaranya sudah bersedia menjadi donatur tetap RBK. Tentu ini
berita bagus mengingat RBK bukanlah gerakan yang menawarkan keuntungan
pragmatis terhadap para donaturnya. Akan tetapi lebih pada menawarkan
gagasan__menjual gagasan dan bersedia mengeksekusinya. Kurang lebih seribuan lebih
buku berhasil dikumpulkan sebagai bahan bacaan didalamnya. Jumlah buku ini
diprediksi akan terus bertambah. Selain buku, bahan bacaan lain seperti
majalah, tabloid, koran, buku bergambar, buku dongeng juga tidak lupa untuk dipunguti dari siapapun juga.
Kegiatan-kegiatan
yang diusung oleh RBK tidak melulu perjuangan literasi, tapi juga perjuangan
lainnya yang serumpun dengan semangat pemberantasan kebodohan. RBK menyulap
kantornya menjadi multifungsi. Selain perpustakaan, kantor RBK juga dijadikan
sarana belajar masyarakat, anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. RBK membuka
kursus komputer, bioskop edukasi sederhana, penerbitan majalah (sedang proses),
dlsb. Upaya-upaya ini diharapkan menjadi gerbong awal dari semangat
mencerdaskan bangsa. Amanat UUD 1945 boleh jadi telah dilupakan, tapi
semangatnya jangan sampai punah.
No comments:
Post a Comment