Suara lantunan kalimat Tauhid sangat terdengar
di telingaku, ketika Ayah membaca ayat-ayat suci Illahi, aku terbangun dari
tidurku, aku melihat jam tanganku menunjukkan jam 5:00 subuh, angin kencang
berlari, dalam tidurku tadi, aku merasa mimpi-mimpi itu seolah-olah nyata hadir
dalam dunia ini, aku melihat hamparan tanah yang hijau, disi dengan
tumbuhan-tumbuhan yang indah, padi yang mulai menguning, air sungai yang
mengalir dengan tenang, oh tidak… waktu terus berjalan, aku melangkah keluar
kamarku untuk menjalankan kewajiban sebagai seorang khalifah Tuhan, aku
melangkah dengan perlahan, butiran-butiran embun pagi mulai beterbangan diluar
sana, mungkin ini hanya perasaan saja, aku melihat Ayah yang sedang asyik
kenikmatan yang tak terhingga, lantunan kalimat itu membuat cahaya-cahaya
melingkar disekelilingnya, dingin air wudhupun terasa, aku bertauhid dan
melaksanakan perintah Sang Khalik, ucapan salam telah aku kumandangkan yang
menunjukkan sholat telah selesai, aku membaca doa dan wirid-wirid ulama terbaik
dalam islam, Imam Al-Ghazali salah satunya, hatiku yang gersang seolah-olah
disirami air yang bersih disertai emas-emas permata, inilah keniscayaan Tuhan atas
ketakwaan manusia, itulah pikirku ketika itu.
Setelah
doa selesai, Ayah memanggilku dengan nada yang halus yang menundukkan kerasnya
batu sekalipun, Nak Kata, Ayahku, Hari Ayah ingin mengajakmu melihat kekayaan
yang ada di negeri jambi ini, bukan hanya kekayaan peninggalan kitab-kitab
luhur nak, tapi negeri kita mempunyai kekayaan alam yang sangat berlimpah, kata
Ayah, hatiku sangat senang, bibirku tak mampu berkata, Aku hanya menjawab, ya
Ayah, aku sangat ingin tahu tentang kekayaan negeri ini tapi maukah Ayah
menceritakan tentang kekayaan negeri “pusaka betuah” ini ayah, kataku, Ayah
hanya tersenyum mendengar kalimatku, Ia langsung menceritakan bahwa negeri
jambi merupakan wilayah bagian indonesia, indonesia adalah Negara kita, yang
memiliki wilayah yang sangat luas, kaya akan sumber daya alam, kaya akan
budaya, dan rakyatnya multicultural nak, jambi salah satu wilayah bagian
indonesia, di negeri jambi ini, rakyat hidup dengan kekuatan ekonomi, ekonomi
rakyat karet dan sawit anakku, kata Ayah, aku membayangkan betapa luasnya
indonesia.
Bayangan
itu terlintas dipikiranku, negeri yang kaya akan budaya seperti Ayah katakan,
itu membuat aku semakin penasaran, tidak terasa pukul jam telah menunjukkan
waktu 6:00, tiba-tiba Ibu memanggil aku dan Ayah untuk sarapan pagi, setelah
sarapan ini Ayah akan mengajakku melihat kekayaan negeri ini, harumnya makanan
Ibu sangat menyengat di hidungku, Nasi goreng adalah makanan kesukaanku, karena
aku cinta pada masakan khas negeri, aku sekarang sudah kelas satu SLTP, jadi
aku tahu mana produk asing dan produk dalam negeri, semua berkat Ayah dan Ibu
yang mengenalkan kepadaku rasa cinta kepada produk sendiri terutama produk
indonesia, makanan nasi goreng aku lahab dengan cepat, rasanya sangat nikmat,
aku menambah satu piring lagi, Ibu dan Ayah hanya tertawa kecil melihat
tingkahku seperti anak yang kelaparan, Ibu bertanya kepadaku, Apakah nanti Adi
mau ikut Ayah pergi ke kebun, pertanyaan ini sangat membuat aku merasa senang
sekali, aku hanya menjawab dengan senyuman dan kepala yang menunduk kepada
Ibunda, makananpun habis aku sangat merasa kekenyangan, Ayah sudah selesai
duluan, sekarang sibuk dibantu Ibunda mempersiapkan alat untuk dibawa dan
makanan untuk dibawak dikebun nanti.
Persiapanpun telah selesai, Ayah menyalakan motor crossnya, dengan
suara-suara yang halus tidak seperti motor anak berandalan yang membuat orang
jantungan di desa pendakian ini, aku membawa tas kecil yang di dalamnya ada
bekal makanan untuk nanti bersama Ayah, aku berpamittan dengan Ibu dengan
menyalami Ibuku, karena aku ingin menjadi anak yang sholeh, selalu patuh kepada
Ayah dan Ibu, zaman sekarang, anak muda suka membangkang tidak bagiku, ah
pikiranku ini, aku berangkat bersama Ayah, kamipun pergi berlalu meninggalkan
Ibu dirumah, jalanan-jalanan umum ramai, mobil-mobil berlalu, matahari semakin
berisinar dan berseri dengan kekuatan yang di dorong oleh Penguasa Alam ini,
aku dan Ayah mulai memasuki lorongan jalan kecil, yang cukup becek, banyak
berbantuan kecil, udara-udara segar mulai aku rasakan, Ayah dengan tetap fokus
pada pandangannya, angin sangat sejuk disini, tidak seperti di kota-kota besar,
aku melihat hamparan sawit yang luas, suara-suara burung yang mungil, indahnya
alam indonesiaku ini, pikirku, motor kami melaju dengan sangat pelan, melewati
jalan yang sangat jelek tidak seperti di kota-kota yang mulus, aku bersyukur
disini suasananya sangat tenang dan menyenangkan, Ayah menghentikan motornya di
depan sebuah pondok sederhana.
Kamipun
turun dari motor, Ayah mengajakku untuk melihat pohon kareta yang sangat luas,
melihat cabe tumbuh dengan subur dan sangat segar, kata Ayah, Kami berjalan
menyisiri tepi-tepi pohon yang indah ini, aku melihat ke-arah kiri terlihat
sungai yang mengalir indah sekali, airnya jernih, aku sangat suka air yang
indah ini, Ayah terus berjalan, Ia berhenti, sambil mengeluarkan alatnya untuk
membersihkan rumput-rumput yang tumbuh sembarangan, aku hanya melihat cabai
yang hijau ini tumbu dengan indahnya, tanah yang subur ini membuat tumbuhan
tumbuh dengan cepat di negeri ini, tanah yang bisa menumbuhkan berbagai macam
jenis tanaman, negeriku, engkau sangat indah, ingin aku bersyair untukmu,
panasnya matahari tak terasa disini, pohon yang tinggi, membuat cuaca panas
menjadi dingin, aku melantunkan syair-syairku untuk alam ini, Syair-syair Anak
Negeri, Kataku.
Angin
bertiup kearah yang ditentukan Sang Pencipta
Bumiku
yang subur, itu karena kekuatan yang Mutlak ini,
Pohon
tumbuh dengan segar, hewan menikmati keindahan ini,
Menusia
menciptakan kebaikan bagi negeriku,
Ayah hanya tertawa kecil melihat aku
menbacakan Syair-syair untuk alam ini, aku sangat bangga pada negeri jambi ini,
bangga pada indonesiaku, aku akan selalu membela bangsaku, demi terjaganya
keindahan negeriku, inilah ungkapan yang tulus dalam hatiku sebagai Anak
Negeri, tiba-tiba Ayah memanggilku, Ia memerintahkanku untuk menanam bibit
rambutan, agar nanti bisa dinikmati oleh semua orang yang kesini, kata, Ayah, aku
mengambil cangkul, aku cangkul tanah ini secara sekuat tenagaku, agar bibit
jambu ini tumbuh subur dan bermanfaat untuk semua mahkluk, tanahpun selesai
dicangkul, aku memasukkan bibit rambutan ini dengan disertai kalimat
“Bismillahhiramanirohim” dan “Allahhuakbar” agar Tuhan memberkati alam bumi yang
indah ini, memberikan kehidupan pada bibit rambutan ini, Ayah yang masih sibuk
membersihkan rumput di dekat tanamannya, kicau-kicau burung Murai Batu sangat
merdu terdengar, suaranya lantang sekali, aku melihat ia terbang dengan
bulu-bulunya yang indah, akhirnya tugas ini selesai juga, menanam bibit
rambutan, aku merasa kelelahan, keringat berkucur dikening dan leherku, aku
merasa puas dan bahagia telah berhasil menanam bibit pohon ini, aku hanya
melihat ayah dengan kerja yang cepat, Ia bekerja, aku mengambil air dalam
tasku, air ini sangat menyegarkan tubuhku, Aku memanggil Ayah dan meminta izin
untuk melihat sungai yang tenang disebelah sana, Ayah membolehkanku, dengan
pesan jangan macam-macam dan bermain terlalu jauh, aku pergi kesungai melihat
betapa jernihnya air ini, aku yakin ikan disini pasti banyak, berlimpah ruah,
udang-udang kecil saling berjalan disana, aku melihatnya, indahnya alamku ini,
bukan hanya subur alam negeri ini namun kaya, kaya akan apapun, kataku, aku
kembali menghampiri Ayah, untuk mengajak Ayah melihat ini.
No comments:
Post a Comment