Aku berusaha sekuat
tenaga untuk mengatakan kepada dunia bahwa aku ingin memberikan sesuatu yang
paling aku cintai untuk kehidupan bumi hari ini dan sampai kapan pun. Bukan
sebuah prestasi yang membanggakan untuk kemudian layak dikagumi tetapi saya
ingin berbagi mimpi untuk kehidupan yang akan datang. Mimpi itu adalah sejuta
rumah baca untuk rakyat.
Mungkin mimpi ini tidak
terlalu pentin bagi banyak orang, tetapi ini adalah satu proyek turun-temurun
yang tidak akan selesai diselesaikan dalam satu kejar teyang atau satu generasi
manusia Indonesia. sikap optimis saya menjadikans aya sangat optimis untuk
dapat hidup seribu tahun lagi. Seperti puisi Chairil Anwar serta spiritual yang
ada didalamnya yaitu kemammpuan menerkah zaman modernitas yang akand datang
dengan totalitas: Aku ingin hidup seribu tahun lagi. Dengan buku, dengan buku,
dengan buku dan tinta aku akan hidup seribu zaman lagi.
“Jika dada rasa hampa
dan jam dinding yang berdetak”
Dalam upaya mewujudkan
mimpi sepanjang hidup ini. Aku merelekan banyak hal untuk upaya ini termasuk
‘kebahagiaan’ material yang memang banyak orang mengidam-idamkannya. Aku tidak
terlalu peduli, bagiku 1 buku, 1 langkah untuk memulai mewujudkan impian masa
depan ini. Tidak hanya itu, kami sekeluarga merelakan meminjam uang untuk
berani membeli buku jutaan rupiah yang ini memang kami tujukan untuk sebuah
perpustakaan terbuka untuk anak-anak Indonesia yang akan menggengam masa depan.
Kesunyian hidup
terkadang terasa sangat mencekam karena pilihan hidup kami yang mendedikasikan
seluruh jiwa raga untuk mewujudkan mimpi sepanjang hayat dengan langkah-langkah
kecil pasti. Saya jadi sadar betul kemudian, bahwa masing-masing kehidupan dari
kita adalah jalan sunyi yang telah kita putuskan secara sadar—kesunyian itu
bukan berarti tanpa senyum bahagia. TIDAK, ini adalah jalan bahagia yang hanya
dapat dirasakan oleh mansusia-manusia yang telah mantab memilih jalan hidup
dengan segala prinsip, karakter, kekuatan, konsekuensi dan dengan segenap daya
dan kekuatan melakoninya.
Anak-anak adalah anak
zamannya yang akan mengurai persoalan-persoalan yang generasi dewasa hari tak
sanggup menggambar peta jalan keluar dari lingkaran setan berupa pragmatisme,
nol baca, konsumtifisme, ketergantungan akut, hipokrit, dan tak mampu
menghargai jerih payah leluhurnya mendirikan negera ini. Tanpa upaya advokasi
yang sistemik dan berkelanjutan generasi harapan itu juga akan dimakan
rayap-rayap kejam yang bergerak siang dan malam, dengan cara diam-diam atau
penuh kehiruk-pikukan—kapiatalisme dan kebodohan yang berjingkrak bersama
merasyakan gelimpangan materi dan kedahagaan masa depan. Buku, buku, buku,
izinkanlah aku untuk hidup seribu tahun lagi!
*Manusia dengan mimpi
kecil yang tidak menyerah dengan keadaan. Tinggal di Yogyakarta, utara kandang
menjangan.
No comments:
Post a Comment