Oleh: David Efendi
Pembina dan Pegiat RBK
RBK on the street, sebuah
aktifitas yg makin akrab terdengar bagi pegiat literasi beberapa bulan
terakhir, adalah sebuah konsep perpustakaan jalanan yang lahir dari komunitas
anak muda di Kali Bedog (Rumah Baca Komunitas).
Salah satu visi utamanya adalah bagaimana buku itu menjadi muda
diakses bagi setiap orang tanpa disekat status sosial. Ibaratnya air, buku
adalah kehidupan bagi semua manusia. Tanpa setitikpun pengecualian.
Pada kegiatan RBK on the street #7 ini semakin menguatkan
imajinasi para konseptornya. Kegiatan ini mampu menggerakkan kesadaran dan
sekaligus kreatifitas pegiatnya. Ya, "kreatifitas tanpa batas", kata
Indra yang berjibagu siapkan acara RBK di alun alun kidul.
Pegiat yang mengamalkan ajaran apresiatif ini semakin terbiasa
dengan serangkaian kegiatan di akhir pekan. Malam menyiapkan buku, souvenir
seadanya, spanduk untuk kampanye literasi dgn cara manual. Tantangan terberat
adalah, keharusan bangun pagi di minggu hari. Ini serasa berat sekali pada
awalnya.
Edisi kali ini mengambil tema, ramoco ramulyo dgn gambar Tirto
Adisuryo. Seorang pegiat literasi di masa pra revolusi kemerdekaan Indonesia.
Artinya, salah satu cara memuliakan sebuah bangsa adalah dengan
cara membangun kesadaran literasi, kesadaran akan nilai nilai kemerdekaan,
kesetaraan, dan spirit pembebasan. Dengan kekuatan ini, bangsa kita layak
diperhitungkan oleh bangsa bangsa lainnya terutama menjadi teror bagi
kesewenangan kaum penjajah. Kini, penjajahan fisik itu lebih pada hegemoni dan
dominasi kebudayaan. Karena itulah, media tv yg tidak edukatif, diskriminasi,
budaya inlander haruslah menjadi common enemy para pekerja literasi.
Dgn gambar Tirto Adisuryo, menuntut kita harus dedikasikan diri
kita untuk belajar keras, membaca menulis dengan militan, dan bekerja keras
untuk kebaikan rakyat sbg kelanjutan dari revolusi literasi Tirto.
Aksi pembebasan ini dicatat oleh Agam, salah seorang pegiat RBK
dalam notes BBM. Dia menulis demikian:
"...Setelah perut terisi, sambil menghisap dalam rokoku,
datang seorang bapak berpostur tinggi, memakai kaos lengan panjang dan celana
pendek, merapatnya ke lapak baca tentu tanpa panggilan. Keberadaannya dilapak
baca hari ini menurut cak david adalah fenomena yg belum pernah terjadi
sebelumnya, bisa disimpulkan beliau adalah pemecah rekor tukang becak pertama
yg mengharimpi lapak baca. Sambil ditemani gus ind, dia melihat-lihat koleksi
buku yg kami sajikan, tanpa berlama lama si tukang becak tadi menjatuhkan
pilihannya pada buku anak-anak, entah apa yg mendasari beliau memilih buku
anak-anak tersebut, kami mencoba utk meminta alasan kenapa beliau memilih buku
itu ? Dgn tegas dia menjawab "anak saya pasti senang sekali kalau saya
bawa buku ini untuknya". Subhanallaah, aku dan gus ind terdiam haru.
Ternyata buku selain memberikan pengetahuan, juga bisa membahagiakan
hidup seseorang. Tidak hanya itu sebagai bentuk apresiasi atas keikhlasannya,
cak David langsung memberikan 1 baju dewasa, 1 baju anak" hasil dari karya
para pegiat literasi ,
"Terima kasih, terima kasih, anak saya pasti senang sekali saya bawakan buku dan baju ini, " celetuknya sebelum meninggalkan kami dan tumpukan buku."
"Terima kasih, terima kasih, anak saya pasti senang sekali saya bawakan buku dan baju ini, " celetuknya sebelum meninggalkan kami dan tumpukan buku."
Dia mempertegas pengalaman "etnografi" ini bahwa RBK
telah memberikan bukti hilangnya sekat sekat kelas sosial dalam gerakan
literasi. Buku sebagai media komunikasi lintas kelompok kepentingan. Saya
setuju dengan kesimpulan ini. Hari ini ada banyak ragam menusia mampir di lapak
"moco gratis" mulai dari wartawan, penulis buku (memberikan buku
karya sendiri), pegiat pendidikan dari AJI, temannya teman, mahasiswa, dan
masyarakat umum lainnya.
Ada beberapa pengunjung juga menghibahkan bukunya di RBK pada
moment on the street.
Beberapa peminjam buku masih juga ada yang kaget tentang
kegiatan pinjam buku boleh bawa pulang gratis ini. Ada dua
"pelangggan" pinjam buku meminta maaf belum bisa pulangkan buku yang
dipinjam.
"kemanusiaan saya tersentuh" nyaris terguncang, adalah
sebuah penghargaan besar mereka (ada yang bapak bapak juga ibu) datang ke
"TKP" hanya menyampaikan permohonan maaf karena belum selesai membaca
buku dan masih dipakai bahan menulis. Para peminjam buku ini memanusiakan para
pegiat RBK dengan kesantunan meminta maaf. Dan senyum terkembang dari wajah
penjaga lapak ini.
Parkir
dan Kemenangan
Walaupun say sudah nego dengan petugas parkir dan mendapatkan keringan, sampai pada akhirnya saya minta pendapat di komunitas sosial lain: "sudah empat bulan tak pernah diparkir, pagi tadi para pegiat gerakan literasi didatangi pak parkir agar bayar parkir.
Walaupun say sudah nego dengan petugas parkir dan mendapatkan keringan, sampai pada akhirnya saya minta pendapat di komunitas sosial lain: "sudah empat bulan tak pernah diparkir, pagi tadi para pegiat gerakan literasi didatangi pak parkir agar bayar parkir.
Diantara peminjam buku adalah tukang becak dan siapa saja tak bs
disebutkan satu satu."
Kegiatan sosial saja diparkir, apa negerri ini sudah kehilangan
kearifan lokal? jika ada jamaah group ini yg tahu otoritas parkir alkid,dan
bisa membantu untuk pembesan parkir dilapak moco buku gratis boleh dibawa
pulang ini kami akan gembira sekali."
Adapun hasil nego pagi ini adalah motor pegiat RBK tidak ditarik
parkir dengan dinaikkan ke atas sisi jalan. Saya pun gembira. Tapi ada
kegembiraan lainnya, bahwasanya pegiat RBK tak ada yang menggerutu gara gara
harus bayar parkir. Bahkan ada salah satu pegiat yang sudah banyak berbincang
dan kenal dengan "abang parkir" itu. Satu hal yang saya khawatirkan
adalah pengunjung/pembaca enggan mampir kalau harus membayar parkir.
Overall,
suasana hati dan perbuatan telah kita menangkan hari ini. Kita bukan masuk
golongan orang yang kalah dan marah! selamat untuk teman teman pekerja
literasi. Kemenangan kecil kita sudah raih setiap hari, kita akan perjuangkan
lahirnya hari raya kemenangan besar.
No comments:
Post a Comment