David
Efendi, Pegiat Ekoliterasi
Gerakan yang tak mampu memperbaharui
dirinya adalah gerakan yang sedang menemui ajalnya. Ungkapan ini menandai
banyak sejarah di dunia dan telah dicatat di sana bahwa banyak sekali
gagasan-gagasan besar kemudian lapuk akibat ia atau pengagumnya gagal
mengawetkannya. Bisa jadi ia berhasil memasukkan dalam katalog buku atau sudut
ruang museum, tetapi tak lagi berdaya untuk menggerakkan perubahan—membawa
dampak positif bagi kehidupan kontemporer. Inilah tantangan besar, bagi
Komunitas kecil sekalipun.
Di akhir tahun ini, tulisna ini bermasuk
ingin kembali menyegarkan suasana terutama bagi pegiat literasi yang sudah
lelah. Tulisan ini ingin menyapa sekaligus mengajak pembaca untuk terus menerus
memperbaharui keadaan fikiran lalu aksi dan juga refleksi. Tentu ini tidak akan
banyak mengubah pembaca sebagai resep pesakitan, tetapi setidaknya penulis ingin
mengatakan bahwa penulis mengurai kejenuhan dalam gerakan literasi hampir
setiap saat setiap waktu: berperang melawan kemalasan, kebosanan, dan
kelelahan. Kita harus tampil menjadi pemenang!
Dalam kesempatan ini, penulis terinspirasi
oleh status BB seorang pegiat literasi yang sangat reflektif yaitu Fauzan Anwar
Sandiah beberapa hari lalu yaitu gerakan 3M: membaca, menulis , dan menanam.
Dia rupanya sangat dekat dengan pikiran filosof Fritjof Capra, penulis buku the web of life (2001) yang kemudian banyak
direplikasi gagasannya di website ecoliteracy.com. Gagasan ekoliterasi ini
kemudian menjadi penting bagi pegiat RBK khususnya untuk menyegarkan gerakan
anak-anak muda dalam mentradisikan gerakan membaca. Apa yang mampu kita
perbaharui dalam tradisi gerakan literasi akan didiskusikan dalam tiga bagian
pembahasan berikut ini.
Membaca
Membaca sebagai kegiatan aktif-produktif
serta kreatif merupakan pekerjaan yang menguras banyak energy kita. Namun
demikian, membaca telah terbukti memberikan ide-ide gila bagi pembacanya dan
telah terbukti kegiatan ini memproduksi banyak ilmu pengetahuan. Buku-buku yang
mengubah sejarah pun telah dirilis (lihat link 50 buku paling berpengaruh di
dunia, http://superscholar.org/features/50-most-influential-books-last-50-years/). Berapa judul buku yang telah and abaca atau setidaknya pernah anda dengar
gaungnya? Semoga ada beberapa judul yang telah mengubah kadaan menjadi lebih
baik. Saatnyaberbagi kekuatan itu, setidaknya kita dapat merekomendasikan judul
buku untuk masyarakat luas.
Aktifitas membaca sebagai pembuka pagi,
walau tak semua orang sama memiliki kebiasaan. Tidak sedikit pula , mereka
membuka pagi dengan menulis: menulis puisi, cerpen, artikel, buku, dan
sebagainya. Aktifitas membaca yang mendahului kegiatan menulis akan memperkaya
materi yang kita tulis dan menjadikan lebih bergizi. Sesuai saran Hernowo
(2008), text yang kit baca adalah vitamin sempurna untuk terus bertahan dalam
segala pancaroba zaman. Semakin banyak vitamin, semakin
sehat tulisan kita. Tulisan yang baik
akan mengerakkan pembacanya, memberikan inspirasi setidaknya.
Menulis
Taufiq Ismail pernah mengatakan bahwa “membaca
dan menulis adalah kembar siam”. Artinya, dua aktifitas ini tak terpisahkan.
Penulis yang hebat merupakan pembaca yang militant dan juga sebaliknya ( walau
kurang kuat di sisi sebaliknya). Faktanya, banyak pembaca ideologis dan super
militant, tetapi tidak banyak memproduksi tulisan namun lebih pada penyajian
secara verbal. Potensi orang memang beragam, jika tak rajin menulis tentu
diskusi menjadi solusi terbaik untuk mengawetkan ingatan dan pengetahuan.
Menulis adalah kegiatan mengabadikan
pengalaman empirik untuk dijadikan pengetahuan bagi pembaca atau untuk
menginspirasi pembaca termasuk juga bagaimana penulis menawarkan hal baru,
gagasan baru untuk mendekonstruksi meanstream pemahaman yang sudah melekat. Sebagaimana ‘mantra’ Pramudya yang sangat
popular bahwa “menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Tanpa kebudayaan tulis,
rasanya sangat berat membawa bangsa ini mengenyam kemajuan dan penerangan
peradaban. Jadi, tak ada tawar menawar bahwa bangsa ini harus menulis agar
dapat menentukan masa depannya sendiri. Bukan bangsa lain yang mendikte
bagaimana hari depan harus dilakoni oleh anak-anak negeri ini.
“Menulislah sejak SD, apapun yang ditulis
sejak SD pasti jadi”, kata Pramudya Ananta Tour, seorang sastrawan humanis yang
sangat keras pendirianya mengenai kemandirian dan kebebasan manusia. Beberapa
warisan pemikiranya saya kira cukup mendongkrak motivasi kalangan penulis muda
salah satunya adalah tiga hal yang paling berharga yaitu (1) usia muda yang
kreatif; (2) kebebasan; dan (3) harga diri sebagai manusia. Ketiga hal ini yang
harus terus menerus diperjuangkan tanpa henti dan tidak kenal lelah. Pegiat
literasi tak boleh menyerah dengan kelelahan!.
Menanam
Gerakan literasi, seharusnya, bukan melulu
urusan perbukuan tetapi jugadilengkapi dengan aktifitas lain yang membumi
seperti mengembangkan kebudayaan, menagpresiasi seni, sampai pada kegiatan
berkebu. Membaca dan menanam punya orientasi masa depan. Membaca itu menanam
pengetahuan untuk masa depan sementara menanam juga upaya advokasi terhadap
lingkungan untuk melindungi bumi agar tetap sehat dan menyehatkan. Tak
terbayangkan, jika pembaca tak peduli pada alam maka membaca itu terasa mencabut
kesadaran akan pentingnya realitas. Realitas yang kita pahami sebagai persoalan
kontemporer lingkungan. Bumi panas, oksigen kurang adalah satu persoalan
sederhana yang akan bisa ditolong dengan menanam. Upaya lainnya adalah pendayagunaan barang
barang yang masih bermanfaat tetapi disepelekan dengan reduce dan reuse. Inilah
yang dilabeli “ekoliterasi” dalam madzab RBK Kalibedog (Gerakan literasi #5).
Pesan agung dari gerakan ekoliterasi adalah
kehidupan yang lebih harmoni, ramah longkungan, dan berkelanjutan. Gerakan
literasi tidak boleh berhenti pada kemampuan masyarakat menyerap bacaan text
dan beragam wacana kontemporer tetapi juga dituntut aksi nyatanya untuk
mengurangi persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat misalnya hilangnya
ruang terbuka hijau di kota dan degradasi fungsi tanah sebagai penyedia
kehidupan (oksigen) dan juga ketidakpedulian manusia akan pentingnya menjaga
keseimbangan ekosistem—jaring-jaring kehidupan (meminjam Capra). Membaca harus
diaktifasi dengan kegiatan menanam sebagai manifestasi keberihakan pegiatnya
pada masa depan bumi.
Salah satu problem besar masyarakat modern
adalah masalah pengelolaan sampah. Jumlah sampah setiap hari berlari seperti
deret ukur, sementara tata kelola sampah sangat lamban seperti deret hitung.
Jadi semakin sesaklah bumi manusia dengan sampah bahkan manusianya dapat
tertimbun sampah. Di Jakarta, laporan majalah Tempo edisi Desember 2014
menuliskan bahwa masyarakat Jakarta menghasilkan sampah seberat 2000 gajah
dewasa/per harinya. Jika tak mampu dikelola, maka akan menjadi bencana
sewaktu-waktu. Apa yang bisa dilakukan? Sampah bisa saja menjadi komoditas
ekonomi agar manusia tidak ceroba memindahkan sampah hanya karena egoism
sesaat—menjauhkan sampah dari matanya tetapi mendekatkan kepada mata banyak
orang dengan membuang secara sembrono di tempat yang menjadikan sampah itu
mengganggu padahal sampah itu bisa tidak mengaggu bahkan menguntungkan.
Hari
ibu, hari bumi, ibu bumi, bumi buku, I love you, 22 Des 2014.
No comments:
Post a Comment