Oleh: Hanapi
Pegiat Rumah
Baca Komunitas dan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UMY
“jalan
literasi adalah jalan jihad kotemporer untuk kemaslahatan masa depan untuk
semua generasi, membangun bangsa yang dicekoki oleh iklan dan berita yang tidak
sehat untuk perkembangan paradigma keilmuwan untuk masyarakat suatu bangsa maka
gerakan literasi berbasis komunitas suatu pilihan dakwah yang sebenarnya untuk
membangun masyarakat ilmu yang sejati”
Literasi camp yang diselenggarakan oleh
Pimpinan Pusat ikatan Pelajar Muhammadiyah di banten pada tanggal 27-29 mei
merupakan agenda strategis dan sekaligus sebuah upaya yang sungguh-sungguh
untuk mewadahi gerakan literasi yang ada di indonesia untuk saling mengenal,
berbagi, menguatkan, kolaborasi untuk menghidupkan sudut-sudut ruang yang masih
gelap, ter-komersialisasi secara massif dan ruang yang tidak berpihak untuk
masyarakat. Selama ini bangsa indonesia masih terkenal sebagai bangsa yang
memiliki indeks yang rendah dalam hal membaca, pelabelan negative ini menjadi
tantangan bagi generasi muda untuk bergerak dengan segala upaya pikiran dan
tenaga bahwa indonesia bukan bangsa yang malas tapi bangsa yang hanya sedang
dilanda oleh kebijakan yang tak berpihak dan tak mengandung nilai pancasila
sesungguhnya.
Ada banyak
hal yang menyebabkan kenapa indeks baca masyarakat indonesia lemah, Menurut Syahruddin El-Fikri “Rendahnya budaya
baca masyarakat ini dikarenakan oleh masyarakat indonesia lebih suka menonton televisi,
mendengarkan radio, dan bergelut pada dunia maya dibandingkan membaca buku”
selain itu Teguh Hindarto mengatakan ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya
dan lemahnya minat baca masyarakat yang Pertama, Faktor internal, Menurut
Setiawan Hartadi lebih kepada peran orang tua dalam menamkan budaya baca kepada
anaknya agar nilai-nilai ketertarikan terhadap buku sudah melembaga tetapi
peran orang tua untuk sekarang tidak berjalan malahan membiarkan anaknya untuk
bermain gadget; Kedua, Faktor eksternal, Nooraida Permana mengatakan untuk
eksternal ini “dibutuhkannya peranan pemerintah dan perpustakaan dalam
meningkatkan minat membaca masyarakat”.
Kelemahan
yang terjadi ini menjadi tantangan sekaligus bahan untuk menguatkan energi
bahkan menambah kapsul literasi Revolusioner agar perjuangan untuk mewujudkan
masyarakat literasi benar-benar memiliki daya tahan yang berkelanjutan, di
dalam acara literasi camp David Efendi mengatakan lakukan hal yang sederhana
dan radikal untuk melakukan perjuangan literasi yang dicontohkan dengan membawa
beberapa buku melalui motor, terus buka lapak, itu merupakan usaha literasi
yang mudah dan radikal. Perjuangan literasi tidak harus seperti yang dilakukan
pemerintah yang harus menunggu waktu lama, membangun gedung yang mewah, tinggi
tapi kebanyakan penuh aturan yang tidak membangun budaya kepercayaan, Kak David
mengatakan Pemerintah saja takut kehilangan bukunya dengan membuat aturan
seperti denda. Menurut penulis inilah salah satu penghambat dunia literasi
dimana pemerintah tidak bisa membangun kepercayaan publik bukan berarti aturan
tidak baik kalau sudah sampai tahap denda maka jalan literasi tadi sedikit
ternodahi karena niat baik pada awalnya, harus memiliki proses yang baik dalam
menjalankannya. Di Rumah baca komunitas kegiatan RBK on the street yang
dilakukan tiap hari minggu di alun-alun kidul dimana buku dipinjamkan dengan
tanpa syarat kepada publik. tentunya ini menjadi formula yang jauh lebih
menarik ketimbang bersama aturan yang kolot dan kaku tapi usaha tanpa syarat ini bagian jihad literasi
sesungguhnya karena selain membangun kedekatan melalui kepercayaan publik, yang
dibangun ini budaya untuk bersama dan menunjukkan bahwa buku bukanlah barang
mewah sekaligus tidak ribet untuk mengaksesnya.
Acara
literasi camp ini dihadiri oleh berbagai pegiat literasi salah satu nya ada
pegiat literasi dari lampung atau lebih dikenal komunitas Griya Buku yang
menggerakan literasi yang kontekstual melalui ekonomi kreatif sesuai kebutuhan
masyarakat seperti yang dikatakan pegiatnya yang disapa dengan panggilan Pak
Cik, literasi yang tidak hanya berwacana tetapi aksi melalui ekonomi kreatif
untuk warga begitulah katanya, Omah Buku dari Jatim dari Kak Manu, Rumah Baca
Hos Cokro Minoto dan masih banyak komunitas lainnya. Dalam acara Literasi Camp
Mas Golla Gong seorang pendiri Rumah Dunia dengan semboyan “Aku bangun dengan
kata-kata”, memberikan cerita banyak hal tentang dunia literasi, mulai dari
bagaimana Ia membangun rumah dunia dan memasuki dunia literasi, Ia mengatakan
buku memiliki dua manfaat yang pertama, membuat seorang percaya diri; Kedua,
bisa mengunjungi banyak tempat, Ia juga mengatakan kalau ingin “mendirikan
komunitas harus kuat luar dan dalam”.
Dalam
kegiatan literasi camp begitu banyak hal yang mengispirasi, mengenal perbedaan
menjadi sebuah kekuatan dan komitmen untuk bersatu, sebuah gerakan literasi
multicultural yang miliitan bukan semu dan kosong. Kak Wiek seorang pegiat
Rumah Baca Komunitas mengatakan Literasi harus memiliki keberpihakan terhadap
kaum yang dimarginalkan, inilah literasi yang memiliki semangat membebaskan dan
men-advokasi untuk menegakkan nilai-nilai ilmu pengetahuan demi kebenaran,
dalam arus modernisasi yang tidak tentu kemana arah pembangunan bangsa ini,
gerakan literasi ini menjadi gerakan pemberdayaan umat yang efektif dan efisien
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan juga ketika modernisasi menggeruskan
budaya dan mengubah prilaku dari segala arah dan ketika arus akumulasi modal
terus meningkat secara exploitatif dalam suatu negara maka anak panah literasi
harus terbang untuk bediri, bergerak, mempelopori dari segala arah agar cahaya
pencerahan hidup di zaman modern yang penuh dinamika dan tantangan, melawan
ketidakadilan bersama pena dan buku yang mengantarkan jalan perlawanan
sesungguhnya namun bisa bersatu atas nama apapun selama itu kebaikan yang
diharapkan banyak orang atau masyarakat luas.
Seorang
pegiat literasi, pencinta buku, orang suka berbagi tentang ilmu pengetahuan,
mengabdi untuk pendidikan, merekalah anak panah literasi yang menyebarkan
virus-virus literasi untuk membawa perubahan menuju bangsa dan desa yang cinta
akan ilmu pengetahuan. Dauzan Farook mengatakan “siapapun bisa menjadi peggerak
literasi”. Literasi camp yang diselenggarakan ini menjadi suatu wadah
integaralisasi multicultural perjuangan jalan jihad kotemporer dalam mewujudkan
indonesia berkemajuan.
“kalau kapitalisme telah menjarah kita,
nilai-nilai kezaliman telah beterbangan bahkan telah membunuh banyak orang maka
ambilah penamu, lakukan perjuangan, kritik secara vokal, peluklah bukumu,
kuatkan iman hidup sesuai keyakinanmu, telitilah masalah secara mendalam,
halulantakkanlah ketidakadilan itu agar anak panah literasi itu mampu menjadi
pencerah disetiap zaman” Hanapi (Anak Panah Literasi).
“ketika hutan
ditebang secara liar, hukum adat tidak berjalan, masyarakat adat berada dalam
posisi digerus arus pembangunan yang tidak adil maka jalan literasi hadir
sebagai jawaban untuk menyelamatkan bumi yang dilanda nafsu serakah demi
kepentingan ekonomi semata, bersama literasi dan ekoliterasi inilah bumi
terawat dan terjaga karena nilai-norma maupun etika yang langkah masih tetap
terjaga disegala zaman karena itu bingkai moral dan keadaban landasan untuk
membangun masyarakat utama” Hanapi (Anak Panah Literasi).
“jika nanti
ibumu bertanya, apa cita-citamu maka jawablah aku ingin jadi anak panah
literasi, jika Ibumu bertanya kenapa alasannya? Jawablah karena aku melihat
begitu banyak orang pintar tapi jauh dari rakyat” Hanapi (Anak Panah Literasi).
“ketika
bisnis selalu menggunakan logika profit maka bisnis itu hanya kerusakan dimuka
bumi, istilah literasi entrepreneur sangat cocok untuk menjawab zaman, selama
bisnis itu tidak merampas hak orang lain apalagi hak orang-orang tertindas”
Hanapi (Anak Panah Literasi).
No comments:
Post a Comment