Oleh: Lek Malaka
Di malam tanggal 23 Januari, kami sudah menunggu Romo Francis Wahono (selanjutnya saya sebut dengan singkatan Romo Francis). Rasa tidak sabar dan bertanya-tanya pada mahasiswa, voluntir dan pegiat RBK yang saat itu jadi peserta DeJure.
Di malam tanggal 23 Januari, kami sudah menunggu Romo Francis Wahono (selanjutnya saya sebut dengan singkatan Romo Francis). Rasa tidak sabar dan bertanya-tanya pada mahasiswa, voluntir dan pegiat RBK yang saat itu jadi peserta DeJure.
RBK DeJure edisi 23
Januari 2015 sudah direncanakan oleh Abdullah untuk mengundang Romo Francis.
Abdullah waktu itu berkata “saya ingin undang romo, gimana?”. Cak David dan Kak
Wiek, menjawab “oke”. Maka berjalanlah komunikasi Abdullah dengan Romo Francis,
yang memang sebelumnya sudah sering diajak obrol oleh Abdullah.
Malam itu setelah
beberapa saat menunggu, Romo Francis akhirnya datang. Kemeja kotak bercampur
warna kuning gading, lengkap dengan kacamata, Romo Francis masuk ke ruang utama
RBK.
Setelah duduk, Abdullah
memberikan sedikit pengantar tentang Romo Francis dan materi yang akan dibahas
malam itu yakni; Teologi Pembebasan. Poster BC dibuat oleh Indra.
Unik juga, Romo Francis
membuka diskusi dengan pertanyaan, “saya mau memulainya dengan
pertanyaan-pertanyaan dari anda saja”. Tiga pertanyaan awal muncul dari peserta
diskusi, pertanyaan pertama, “bagaimana sebenarnya hakikat dari teologi
pembebasan”, kemudian ada yang bertanya “mengapa disebut teologi pembebasan?”,
dan yang terakhir bertanya “bagaimana tanggapan Romo Francis tentang kasus kekerasan
yang terjadi atas nama agama atau Tuhan?”.
Romo Francis menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menceritakan pengalaman-pengalamannya. Romo
Francis kemudian balik bertanya dengan jenaka kepada semua peserta, “agama itu
untuk siapa? Manusia atau Tuhan?”. Peserta kemudian diminta untuk unjuk
pendapat. Macam-macam komentar muncul dari pertanyaan Romo Francis. Ada yang
menjawab “untuk Manusia Romo, kan agama itu buat diterapkan ke dalam hidup
manusia”. Ada juga yang merespon “agama itu harus menyerap ke dalam persoalan
profan. Agama itu merupakan narasi dari Tuhan untuk manusia”.
Diskusi berlanjut hingga
pukul 10.30, edisi DeJure kali ini memang lebih lama daripada DeJure biasanya,
yang akan berakhir secara seremonial antara pukul 7 atau pukul 8 malam. Biasanya
dilanjutkan diskusi kecil-kecil.
No comments:
Post a Comment