David Efendi
Pegiat literasi di Rumah
Baca Komunitas
“...banyak komunitas agama
yang ragu dalam memasang sumber-sumber energi terbarukan di tempat ibadah, atau
mengambil sikap kuat terkait perubahan iklim.”
Penggalan kalimat
di atas merupakan artikel yang dirilis oleh VoA Indonesia sebulan lalu. Ulasan
yang berdimensi multi-negara ini hendak mengirimkan pesan bahwa masih lemahnya
kontribusi agamawan dan lembaga agama dalam upaya mencari solusi terhadap
persoalan-persoalan lingkungan global. Salah satu yang paling krusial hari ini
adalah mengenai perubahan iklim dan pemasnasan global yang ditandai dengan
hadirnya bencana ekologis yang beruntun mulai banjir, gempa bumi, kebakaran
hutan, dan kegagalan teknologi nuklir. Di dalam artikel tersebut, ada apresiasi
positif mengenai semakin responsifnya kelompok agama dalam memberikan reaksi
terhadap persoalan ekologis walau masih terkesan lamban. Banyak harapan dari
masyarakat, kaum agamawan memperkuat peran emansipatif dan preventifnya dalam
mengurangi persoalan-persoalan degradasi lingkungan hidup.
Dalam artikel
ini, penulis hendak mendiskusikan gagasan dan praktik ideal bagaimana masjid
sebagai institusi agama Islam yang mempunyai infrastruktur dan fasilitas
memadai untuk melakukan langkah nyata menghadang bencana ekologis. Gerakan
islam yang memberikan kontributif terhadap pencegahan bencana lingkungan
merupakan gerakan islam progresif yang perlu ditumbuhkembangkan di Indonesia.
Hal ini sangat penting karena ‘pra-kondisi’ lingkungan sudah menunggu respon
tepat oleh kaum agamawan dan aktifis gerakan islam. Taruhlah misal, persoalan
sampah di kota, pendangkalan sungai, pencemaran air, pemborosan air tanah,
kerusakan hutan, hilangnya beragam spisies tumbuhan dan binatang yang berdampak
pada ekosistem secara keseluruhan. Keadaan ini merupakan input yang akan
memantik untuk menemukan cara-cara cerdas keluar dari lingkaran setan bencana
ekologi.
Memposisikan
peran organisasi lembaga keagamaan menjadi
suatu keniscayaan hari ini. Sebagai gagasan tertulis misalnya kita dapat
melihat subyek organisasi bernama masjid. Masjid merupakan institusi agama
islam sebagai tempat ibadah yang juga mempunyai peran sosial-budaya dan dalam
banyak aspek juga menjadi sarana pendidikan politik bagi jamaahnya. Peran-peran
sosial keagamaan masjid merupakan peran yang sudah dapat dikategorikan sebagai
fungsi konvensional masjid. Sementara fungsi ekologis dari masjid merupakan
fungsi yang sifatnya kebaruan yang perlu diperkuat dengan reformasi
paradigmatik atau filosofis, preventif dan pembangunan praktik-praktik kegiatan
yang berdimensi pro-lingkungan atau istilahnya eco-friendly.
Salah satu
komunitas muslim di Amerika telah memberikan ilustrasi menarik bagaimana islam
menjadi agama hijau (Abdul-Matin, 2008). Dalam level filosofi misalnya
dijelaskan bahwa banyak sekali ayat-ayat dalam al-quran yang mengajarkan
ummatnya untuk menjaga kelestarian alam dan juga tidak berbuat kerusakan.
Banyaknya human error atau human-made disaster yang ada hari ini
juga sudah lebih dari seribu tahun lalu diingatkan dalam al-quran. Jumlah
“ayat-ayat ekologis’ cukup banyak jika dibaca di sana sehingga islam sendiri
sebenarnya adalah agama yang tidak ramah terhadap kejahatan kapitalis dan
korporasi perusak lingkungan. Hal ini memperlihatkan bahwa peran preventif
ummat islam dalam urusan ekologi telah diperintahkan sebagai kewajiban.
Kedua, mencegah
kerusakan itu jauh lebih baik dari pada mengembalikan atau memperbaiki
kerusakan sehingga kesadaran akan kewajiban pencegahan ini mutlak harus menjadi
program atau kegiatan lembaga keagamaan islam. Pengetahuan akan memudarnya
‘martabat alam’ harus pula menjadi penggetahuan jamaah islam untuk menjadi
common sense sekaligus mengidentifikasi langkah-langka strategis yang perlu
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan fiqh atau ibadah tidak
boleh dipisahkan dalam realitas hidup jamaah sehingga jamaah merasa dekat
dengan alam dan lingkungan serta memberikan kontribusi bagi kelestariannya.
Terakhir, salah
satu inspirasi dari praktik ramah lingkungan di sana adalah bagaimana masjid
melakukan penghematan dan pemanfaatan air dengan maksimalisasi kegunaan air
bekas air wudhu serta penghematan listrik. Eksistensi masjid di Indonesia yang
jumlahnya ratusan ribu baik yang berada di kota besar sampai pelosok desa pasti
tterdapat komunitas yang mengelola keberadaannya. Adanya persoalan lingkungan
seperti banjir sampah, banjir, debu, musnahnya spesies tumbuhan dan
ketersediaan tanaman sayuran dan obat yang semakin tergantung pada impor adalah
sedikit persoalan yang sebenarnya kelompok islam atau jamaah masjid dapat
memberikan kontribusi. Hampir semua masjid mempunyai halaman, mempunyai
sumberdaya manusia yang dpaat dikelola secara sinergis untuk menghasilkan
beragam produk yang dapat memenuhi kebutuhan jamaahnyya atau pasar lokal.
Masjid dengan
pembaharuan peran non-konvensional ini juga jika dilakukan massif maka masjid
sebagai institusi agama secara pelan tapi pasti telah memberikan kontribusi
bagi pencegahan pemanasan global dan pengurangan resiko perubahan iklim dengan
pendekatan 3R: reduce, Reuse, dan rescyle. Selain itu juga dilengkapi dengan
produksi tanaman yang menghasilkan sumber kehidupan berkelanjutan ( sustainable).
Dengan demikian,
ribuan Masjid kemudian mempunyai fungsi pemberdayaan ekonomi, menghasilkan
uang, sekaligus mempunyai peran penyelamatan ekologis. Masyarakat juga akan
berintrekasi ke masjid bukan hanya untuk kepentingan ibadah tetapi juga untuk
menjawab kebutuhan bibit tanaman tertentu, belajar skill daur ulang, skill
pertanian vertikultur atau hidrorganik, produksi energi listrik terbarukan,
atau pembuatan pupuk organik, dan kegiatan edukasi lainnya. Fungsi ekologi
sekaligus penggerak roda ekonomi ini merupakan terobosan penting zamana ini
karena memang kelompok agamawan tidak boleh mengalinisasikan dirinya dari
persoalan-persoalan lingkungan karena memang di dalam diri pemeluk agama islam,
khususnya, melekat kewajiban ekologis sebagai bagian dari manifestasi
ke-iman-annya. Dengan peran-peran ekologis sebagaiamana disebut diatas, tempat
ibadah ummat islam ini dapat disematkan gelar padanya sebagai “Masjid organik.”
No comments:
Post a Comment