Judul : REVOLUSI HARAPAN
Penulis : Erich Fromm
Penerjemah : Kamdani
Penerbit : Pustaka Pelajar (anggota IKAPI) Yogyakarta
Tahun :1996
Tebal : x, 166 hlm. 21 cm.
Resensi Oleh : Taufik Nurrohim
Mencermati zaman modern yang makin makmur ini Erich Fromm melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan kondisi masyarakat modern ini. Apa yang ia risaukan sebagai kekurangan zaman ini?
Dia melihat di tengah-tengah kita ada hantu, bukan hantu kuno seperti komunisme atau fasisme dan hantu ini tak kalah jahat dari kapitalisme, melainkan hantu baru : masyarakat yang dimesinkan secara total, dan hanya sedikit orang saja yang mampu melihatnya, tak lain : keterasingan manusia modern , manusia yang diperbudak menjadi mesin, (completely mechanized society) ; kehilangan otensitas pengalamanya sebagai manusia.
Inilah realitas sosial bawah sadar yang dihayati masyarakat modern (kapitalis), bahwa individu-individu kehilangan jatidirinya, dan akhirnya menjadi roda-roda gigi alias sekrup saja dari sebuah mesin raksasa; mendewakan produksi maksimal, konsumsi massal, dimana surga adalah hypermarket dan ingin meraup dan membawa pulang semua itu, memuaskan nafsu belanja sepuas-puasnya untuk menghindari kecemasan.
Hidup manusia kemudian hanyalah ikut dalam mesin yang memproduksi barang-barang secara massal dan mengkonsumsi terus-menerus. Bentuk masyarakat yang seperti ini, berikut nilai-nilai yang diusungnya sangatlah berbahaya, meski sudah dianggap normal saja. Maka revolusi harapan ia canangkan, revolusi menemukan kembali renaissans humanisme universal dan harapan menuju masyarakat yang meletakan teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai pelayan manusia.
Menurut fromm, harapan itu bersifat paradoks. Harapan bukanlah menunggu secara pasif juga bukan pemaksaan yang tidak realistis terhadap keadaan yang tidak bisa dilakukan. Ia seperti harimau yang diringkus, yang akan melompat hanya jika waktunya untuk melompat tiba. Baik reformisme yang melelahkan maupun adventurisme psedo-radikal, itu bukan ungkapan dari harapan. Berharap berarti siap setiap saat terhadap apa yang belum lahir, dan tidak menjadi sedih jika tidak ada kelahiran dalam hidup kita.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terjadi semacam tren untuk mengembangkan teknologi, manusia berlomba-lomba menciptakan teknologi yang lebih canggih. Dan hal itu bukan aneh lagi karena memang pada hakekatnya, menurut Erich Fromm, penulis buku ini, manusia adalah HOMO FABER, artinya makhluk yang membuat peralatan, selain itu manusia juga sebagai HOMO ESPERANS, yaitu manusia yang berharap, akan semakin memperkokoh potensi yang ada pada manusia untuk berkreasi menciptakan peralatan-peralatan yang lebih canggih dan lebih praktis dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Disisi lain perkembangan teknologi ternyata juga menimbulkan masalah karena untuk mencapai tingkat canggih dan praktis yang diinginkan itu, manusia bisa menghalalkan segala cara dan tidak lagi mengindahkan nilai-nilai, norma-norma, dan etika, bahkan sifat-sifat manusia sebagai manusia itu sendiri.
Salah satu aspek yang dominan untuk mewujudkan hal ini, adalah kontrol terhadap sistem manusia itu sendiri. Erich Fromm menyatakan sistem sosial dewasa ini akan dapat dipahami dengan baik hanya jika seseorang menghubungkan sistem manusia dengan sistem secara keseluruhan. Jadi harus ada perubahan atas segala sistem yang ada saat ini, baik itu sistem politik, ekonomi, maupun sosial. Namun, dia tidak menyetujui adanya revolusi (kekerasan) sebab kekerasan adalah paradoks yang menakjubkan dan membingungkan karena dalam suasana dimana kekerasan kehilangan rasionalitasnya, ia malah dipandang sebagai metode pemecahan masalah.
Lantas Fromm mengemukakan pendapatnya bahwa "dehumanisasi Teknologi" lebih layak diungkapkan sepenuhnya hanya dalam gerakan yang tidak birokratis, tidak berhubungan dengan mesin-mesin politik tapi merupakan hasil dari usaha-usaha yang aktif dan imajinatif dari orang yang mempunyai kesamaan tujuan. Erich Fromm mengusulkan agar jenis gerakan ini dibagi menjadi 2 level yaitu Grup (besar) dan Klub (lebih kecil). Pada Grup, arah geraknya menuju ke transformasi personal dari pribadi yang terasing ke pribadi yang berpartisipasi secara aktif. Dan hubungan antara Klub-Klub, fromm menyatakan bahwa tidak ada hubungan birokratis formal kecuali bahwa Klub-Klub bisa memiliki sumber-sumber informasi yang dikemukakan oleh publikasi yang mengabdi pada Klub-Klub tersebut.
Tidak berlebihan jika Fromm menjabarkan usulannya itu secara panjang lebar sebab dia tetap mengacu pada semua ide-ide yang mempengaruhi pemikirannya, sehingga terkadang bahasannya menjadi meloncat-loncat dari sisi psikologi ke sisi sosiologi dan politik. Sebuah buku yang luar biasa untuk merefleksikan diri di zaman modern yang serba absurd ini.
sumber: http://psychorevolution.blogspot.co.id/2011/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html
No comments:
Post a Comment