Resensi Buku
Agustinus Setyo Wibowo, 2010, Arete : Hidup Sukses Menurut Platon, Yogyakarta : Kanisius.
Voltaire pernah berujar
bahwa mempelajari filsafat bukan sebuah jalan untuk mengasihani kemalangan,
tapi agar kemalangan tersebut menjadi hikmah. Pernyataan Voltaire tersebut adalah jawaban bagi pandangan yang menolak filsafat karena dianggap tidak memfasilitasi produktivitas.
Sekarang muncul pertanyaan, Apakah filsafat memang tidak menyediakan tempat bagi hal-hal yang diyakini bukan bagian dari filsafat?. Pertanyaan ini juga sebenarnya harus dijawab dengan keyakinan bahwa setiap upaya mencari pengetahuan adalah tindakan filsafat, termasuk berpikir pragmatis. Bagaimanapun, filsafat adalah sebuah penghubung yang unik dan mempesona.
Sekarang muncul pertanyaan, Apakah filsafat memang tidak menyediakan tempat bagi hal-hal yang diyakini bukan bagian dari filsafat?. Pertanyaan ini juga sebenarnya harus dijawab dengan keyakinan bahwa setiap upaya mencari pengetahuan adalah tindakan filsafat, termasuk berpikir pragmatis. Bagaimanapun, filsafat adalah sebuah penghubung yang unik dan mempesona.
Agustinus Setyo Wibowo dalam
Arete : Hidup Sukses Menurut Platon (2010)__yang
akan disebut selanjutnya dengan Arete saja__paling tidak adalah sebuah karya filsafat popular yang sangat
menarik. Alasannya pertama adalah bahwa penguasaan penulis, yang dapat disapa
Romo Setyo terhadap materi filsafat, tidak meragukan. Kedua, adalah bahwa buku filsafat
dengan gaya populer jarang yang benar-benar disiplin dengan kajian literatur,
artinya sebuah karya dapat saja diklaim berdasarkan pada pemikiran salah
seorang filsuf tapi metode riset yang digunakan terkadang tidak memadai untuk
disebut “representasi”.
Arete
membicarakan
perkara-perkaran “hidup sukses” yang jika dalam bahasa Yunani disebut Arete. “keutamaan”, “Kesuksesan” adalah
kata-kata yang terkandung dalam Arete.
Sebagai buku filsafat populer, maksud buku ini adalah hendak menjelaskan
perihal pandangan-pandangan platon tentang manusia dan bagaimana platon
memandang cara-cara yang dapat ditempuh manusia untuk meraih “keutamaan”.
Dalam Arete, Setyo Wibowo mencoba menyajikan pemikiran Platon mengenai
pentingnya “mendidik hasrat” atau dalam sebuah konsep dapat saja diistilahi
dengan “Pendidikan Hasrat”. Menurut Platon, cara terbaik membangun masyarakat
adalah dengan mendidik tiap-tiap individu dalam masyarakat untuk cenderung pada
pandangan akan “keutamaan”, akan tetapi “keutamaan” ini memerlukan upaya
mendidik hasrat (eros) agar cenderung pada hal-hal yang mulia.
Menarik untuk diikuti, Arete mungkin semacam buku petunjuk
praktis, yang juga menyediakan ruang untuk merenung. Pembaca tidak sekedar
mengikuti petunjuk sebagaimana yang ditemukan dalam bacaan lazim mengenai buku “panduan”.
Dalam beberapa kasus, kita lebih sering menemukan buku-buku panduan yang tidak
menyisakan ruang untuk memfasilitasi atau menjadi jembatan antara pengetahuan lokal
nan personal pembaca dengan paradigma yang ditawarkan penulis. (Fauzan Anwar Sandiah)
No comments:
Post a Comment