Oleh : Iqra Garda Nusantara
Membaca merupakan sebuah perjalanan panjang bagi para
penggila aktifitas tersebut. Membaca bukanlah proses instant yang kemudian
berharap akan mendapatkan manfaat langsung dan praktis seperti orang memasak
indomie rebus. Justru karena proses itulah pengendapan pengetahuan, sistem dan
metodologi membaca atau mengambil manfaat dari bacaan itu semakin mapan dan
berkarakter. Jadi, dalam jangka waktu panjang kita boleh berharap akan
memperkuat fondasi cakrawala pengetahuan kita.
Karena itu. membaca tidak bisa dihakimi sebagai kegiatan
yang sia-sia lantara kita gagal mengambil manfaat secara cepat. Itu pun
tergantung bahan/jenis bacaan yang dibaca. Contohnya anda membaca buku kuning
(telepon) untuk mencari informasi akurat/cepat maka anda akan mendapatkan.
tetapi kalau anda membaca buku filsafat tentu anda tidak secara langsung
mendapatkan pemahaman mendadak.
Dalam tulisan singkat ini kita mencoba kembali memetakan
bagaimana kita memulai projek besar seputar mencintai buku dan tradisi membaca.
Setidaknya ada tiga elemen penting dalam kegiatan ini yang saling melengkapi.
Pertama, tekad pribadi yang memang emempunyai kesadaran bahwa membaca itu
penting, buku adalah sumber pengetahuan dan membaca dapat memperkaya khasanah
intelektual/pemikiran kita. Jika kita sudah yakin benar bahwa buku memberikan
miliaran manfaat bagi kita secara langsung dna tidak langsung tentu menggerakan
jiwa raga dan segenap sumber daya untuk memulai dan melangsungkan kegiatan
membaca.
So, dalam alam pikiran kita mesti harus kita doktirn sekuat
mungkin tentang komitmen kita kepada ilmu pengetahuan. Doktrin yang harus juga
kita legitimasi dengan doktrin agama untuk memperkuat tancapan dampaknya.
Seperti contohnya, bahwa ummat Islam atau manusia diperintahkan pertama kali
untuk membaca sebagaimana dalam surat al Alaq yang turun pertama (bulan
ramadhan) kepada nabi Muhammad pada waktu itu, ratusan tahun lalu (terhitung
semenjak 22 Desember 609 M. Jadi kita bayangkan tuhan memberikan buku (kitab)
kepada manusia. Pasti, kewajiban membacanya adalah melekat di dalamnya. Begitu
juga kitab-kitab agama lainnya--pada prinsipnya mereka tidak menolak
berkembangnya pengetahuan melalui buku-buku bacaan. Karena itu, kebaranian
menempatkan tradisi membaca sebagai bagian dari manifestasi keimanan adalah
sebuah keniscayaan doktrin yang perlu bagi kebangkitan ummat manusia yang akan
menjadi rahmat bagi seru sekalian alam.
Kedua, buku. Siapa pun yang terbuka cakrawalah
pengetahuannya maka mereka akan menghargai betapa buku menjadi sesuatu yang
paling berharga dalam hidupnya. Beberapa persoalan sering muncul bahwa
keterbatasan buku menjadikan kita buta bacaan dan mengalami ketumpulan
pengetahuan yang sangat memalukan dalam iklim dunia. Namun kenyataan
membuktikan lain. Taruhlah contoh di Yogyakarta. Ada ratusan taman baca, rumah
baca, dan sejenisnya atau perpustakaan sekolah/universitas tetapi tempat-tempat
itu sangat sepi peminat/pengunjung. Jadi, ini bukan persoalan bahan bacaan
tetapi persoalan minat/psikologi/ideologi yang masih jauh dari keyakinan bahwa
buku adalah pengetahuan penting--bahwa membaca adalah tugas dan kewajiban
agama.
Terakhir dan tidak kalah penting, adalah suasana lingkungan.
Suasana yang membuat kita nyaman untuk memulai, melangsungkan, dan memperkuat
tradisi membaca baik lingkungan sekolah, rumah, keluarga, dan masyarakat pada
umumnya. Ada beberapa hal penting untuk menemukan tempat/lingkungan yang
kondusif untuk memberlangsungkan tradisi membaca. Kita bisa menemukan mereka di
perpustakaan dan kita bisa berkenalan, kita bisa bertanya tentang apa secara
personal. Biasanya mereka mempunyai komunitas tersendiri sehingga kita akan
mudah menyeleksi yang mana kita akan tertarik.
Ada beberapa model taman baca (komersial, sosial) dan
perpustakaan di kantor-kantor NGO, dan lembaga sosial lainnya yang tersebar di
republik ini. Jika kita bandingkan dengan nimimarket dan tempat yang paling
disenangi remaja/anak-anak tentu jumlah itu masih belum seberapa. Walau
demikian, keberadaan rumah baca itu sangat penting dan strategis. Mereka tentu
saja mempunyai ciri khas, kelebihan masing-masing. Ada yang mempunyai karakter
ideologi tertentu, inklusif, dan ada yang membuka rumah baca nya lebar-lebar
kepada siapa saja dengan latar belakang berbeda-beda.Penemuan komunitas melalui
tracking personal juga dapat dilakukan melalui komunitas/group yang ada di
dunia maya baik facebook dan tweeter. Kita bisa selektif dan memang langkah ini
perlu karena tentu kita sudah punya maksud dan tujuan dalam pikiran kita untuk
bergabung dengan orang-orang baru. Sebagai mimpi, kita terus mencoba
memperlopori hadinya rumah baca, sebagai rumah bersama yang dapat diakses 24
jam offline dan online adalah mimpi bersama kita dan itu tidak terlampau sulit
untuk mewujudkannya.
Adapun manfaat berkomunitas adalah antara lain, 1. Komunitas
pembaca dapat memotivasi kita untuk lebih banyak menimbah pengetahuan; 2.
Menjadi tempat berdiskusi dan bertukar pikiran secara intensif; 3. Mampu
memupuk kesadaran untuk berbagi dalam pengetahuan dan dalam persoalan lainnya; 4.
Mampu menjaga keberlangsungan kebiasaan kita untuk membaca; 5. Menjadi media
belajar yang efektif yang tidak dibatasi oleh aturan administrasi/birokrasi
sebagaimana perpsutakaan kantor/kampus. dan sekolah. Banyak manfaat lainnya,
jika kita mau merefleksikannya secara detail.
Selamat mencoba dan selamat memasuki dunia baru: Dunia buku
yang akan menerbangkan pikiran dan mimpi-mimpi anda bebas ke angkasa tanpa
batas. Salam Buku, Indonesia bangkit dengan paradigma ilmu.
No comments:
Post a Comment