Direktur Rumah Baca Komunitas
Ibarat bangunan rumah, Indonesia
atau negara mana pun membutuhkan pilar-pilar kuat untuk menopang agar tidak
cepat runtuh dimakan oleh rayap atau guncangan bencana alam. Indonesia dibangun
dengan fondasi lima sila dalam pancasila untuk menghindari keruntuhan akibat
pluralisme dan atau kemajemukan yang merupakan fakta sejarah dan kenyataan
sosial. Agama pun mengalami hal yang sama sehingga Islam dibangun atas 5 rukun
Islam dan 6 rukun Iman sebagai pilar penyangga untuk mewujudkan harmoni antar
manusia dengan menusia dan manusia dengan tuhan.
Gerakan komunisme ala Marx
diperkuat dengan 10 manifesto kumunisme untuk meyakinkan kaum proletar bahwa
perjuangan kelas itu mungkin dan tidak sulit diiimplementasikan. Dalam beberapa
derajat, di Indonesia pernah ada gerakan rakyat untuk revolusi sosial yaitu
yang dikenal "G30S PKI" yang kini kembali diperdebatkan masyarakat.
Pun demikian, Gerakan Membaca, gerakan Iqro atau gerakan membutuhkan pilar
untuk menjadi berhasil baik semenjak fase perintisan, pembangunan, massifikasi,
dan revitalisasi.
Setidaknya ada lima pilar
penyangga yang akan membawa sukses gerakan membaca antara lain yaitu perlunya
sinergi antar unsur dan lembaga diantaranya konsepsi ideologi gerakan membaca,
penggerak, perpustakaan/rumah baca, industri perbukuan yang ramah, dan peran
negara/pemerintahan.
Ideologi
Tradisi melek-baca harus secara
ideologis dipahami sebagai manifestasi Iman karena Islam memerintahkan ummatnya
menimba ilmu dengan menggunakan pikiran baik untuk merespon teks dalam buku
atau konteks realitas sosial. Hal ini tidak hanya berfungsi jangka
pendek--untuk pencerahan akal-budi pembaca tetapi harus diartikulasikan dalam
visi yang ;ebih jauh ke depan untuk tugas kekhalifaan. Misalnya, membaca untuk
kegiatan pembelaan, penyadaran, dan pemberdayaan masyarakat. Dengan kata lain,
membaca harus menjadi bagian ritual keagamaan/ibadah sehingga menjadi
terinternalisasi secara kuat dalam hati dan perbuatan.
Penggerak
Tidak perlu sejuta orang bergerak
bersama untuk promosikan gerakan membaca. Tetapi perlu insan-insan yang tercerahkan
dan kreatif walau jumlahnya sedikit. Peradaban bumi manusia berubah hanya oleh
manusia-manusia pekerja keras, pemikir serius untuk mengubah bumi menjadi lebih
baik. Nabi Muhammad dan sahabat adalah minoritas untuk melakukab revolusi
sosial-agama-politik pada masyarakat biada--menjadi beradab. Sukarno, dengan
nada meyakinkan hanya membutuhkan 10 orang pemuda (kuat fisik dan pikiran)
untuk menggoncang jagat dunia. Demikian juga penggerak budaya minat baca, hanya
perlu komunitas yang militan dan istiqomah sebagai tentara Allah yang
mengumandangkan perlunya ilmu melalui kegiatan membaca.
Ini adalah hard ware alias
perangkat keras dari pilar gerakan membaca setelah perangkat lunak (ideologi
dan insan tercerahkan) di atas. Sebagai hardware perlu terus inofasi. Inofasi
yang sedang terjadi adalah transformasi perpustakaan pribadi menjadi komunitas,
sumber buku offline menjadi online atau perpaduan keduanya. Selain itu, perlu
pelopor perpustakaan 24 jam sebagai pusat belajar tanpa ada matinya.
Industri Perbukan
Industri buku yang terus
berkembang pesat tidak boleh hanya berorientasi keuntungan tanpa ada program
pencerdasan terhadap bangsa. Distribusi buku berkualitas tidak hanya di kota
dan pada kelompok menengah kaya tetapi semua berhak mendapatkan bacaan yang
bermutu. Caranya? perlu sinergi antar stake holder gerakan sehingga ada
simbiosis mutualism yang dapat diwujudkan. Buku untuk rakyat, buku murah
berkualitas untuk rakyat! menjadi jargon yang harus diwujudkan melalui dana
zakat, APBN, APBD, APB Desa dan lembaga lainnya.Selain itu, perpustakaan di
sekolah-sekolah negeri sejatinya adalah ruang publik yang layak dan bisa
diakses semua warga negara Indonesia.
Peran Negara
Membaca adalah kewajiban nasional
untuk membangun negara sebagaimana tujuan negara ini dibuat--mencerdaskan
bangsa. Karena itu, negara harus hadir dan berperan untuk mewujudkan
perpustakaan rakyat dan masyarakat melek baca (bukan hanya melek huruf/angka).
Misalnya, dari 20% anggaran pendidikan 5 % saja untuk perpustakaan rakyat tentu
luar bviasa 25 tahun ke depan. Dengan melek baca tinggi daya saing bangsa akan
naik secara signifikan. Tetapi jika tidak, bangsa ini akan merosot sampai ke
liang lahat. Ini adalah tugas semua manusia, semua negara yang ingin hidup
lebih damai dan lebih lama di bumi yang semakin ganas.
Tanpa kesatuan gerak
kelima pilar tersebut, gerakan membaca akan terus menjadi subordinat dari
'budaya' hedonis dan juga, ilmu pengetahuan akan menjadi formalitas tanpa ruh
dan etos untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.
Melihat secara konstruktif
untuk menganalisa kenapa Jepang, atau Barat mislanya lebih kuat tradisi
baca-tulisnya? Hal ini diakibatkan oleh bangsa kita yang lahir dari komunitas
hierarki artinya orang mendapatkan ilmu dan pengetahuan karena ditutunkan oleh
Kyai, tokoh, dan sebagainya melalui tradisi oral/cerita sementara di Barat
melalui referensi buku di perpustakaan. Hal ini bisa saja karena khasanak ilmu
dari dunia Islam diboyong ke Barat. Dalam kasus Jepang, etos meningkatnya
tradisi membaca lebih dikarenakan etos mengejar ketertinggalan lantaran
Nagasaki dan Hirosima porak poranda dan Jepang jatuh miskin pasca kekalahan
dalam perang dunia ke-2.
Bangsa ini harus bergerak, paling
tidak mengikuti Jepang, kerja keras mengejar ketertinggalan di segala bidang
dengan membangun budaya membaca mulai sekarang, dengan segala sumber daya yang
ada. Dengan demikian, akan ada harapan Indonesia masih eksis di bumi sampai
seratus tahun ke depan.
No comments:
Post a Comment