Direktur Rumah Baca Komunitas
Belum lama ini diberitakan di
beberapa media nasional di Indonesia jika pemerintah Jerman melarang keras
sekolah memberikan pekerjaan rumah untuk sekolah dasar karena hal ini dianggap
merampas hak-hak anak untuk bermain dan waktu untuk sosialisasi di masyarakat
(Koran tempo, 12 September 2012). Di Indonesia sebenarnya juga sudah ada,
mislanya sekolah Budi Mulia di Yogyakarta juga tidak memberikan pekerjaan rumah
untuk siswa kelas 4 sampai kelas 6 SD. Hal ini dianggap efektif untuk
mengurangi stress dan menjadikan anak-anak fresh setiap datang ke sekolah tanpa
harus berkerut akibat belum mengerjakan tugas rumah (home works) yang
dibebankan oleh guru kelas atau mata pelajaran.
Apa yang tejadi di Jerman
dan Budi Mulia sangat layak dijadikan model pelaksanaan system pendidikan
nasional di Indonesia. Hal ini perlu lantaran kewajiban mengerjakan PR itu
sendiri menjadi momok, menjadikan siswa lebih banyak mengeluh dan stress dari pada
termotivasi untuk terus belajar dengan suasana enjoy dan fun (senang). Hal ini
tidak hanya terjadi di sekolah dasar tetapi di sekolah menengah juga snagat
membebani pelajar sehingga mereka harus mengikuti les atau private untuk
mengejar ketertinggalan.
Anehnya, bukan hanya siswa
yang bersangkutan yang khawatir tetapi orang tua juga harus banting tulang
untuk membantu anak-anaknya agar tidak tertinggal pelajaran. Bagi kelas ekonomi
menengah ke atas tentu bukan masalah harus mengeluarkan lebih banyak biaya
tetapi bagi kalangan bawah akan menjadi korban dari ketakutan dan terror mata
pelajaran atau PR.
Harus ada solusi, bangsa
ini tidak hanya bangkit dengan penguasaan berbagai mata pelajaran yang seabrek
tetapi perlu kompetensi sehinga yang tidak senang dengan matematika tidak perlu
dipaksa untuk mendapatkan nilai 9 tetapi potensi meraka harus dikembangkan
sebagaimana yang ada.
Salah satu kegiatan yang
diharapkan membantu anak-anak bisa senang adalah dengan mengisi waktu luang di
rumah dengan membaca buku. Buku yang ringan dan inspiratif serta kesempatan
mengunjungi toko buku dan atau pameran buku. Kegiatan yang menyenangkan dan
berdekatan speutar kegiatan membaca akan lambat laut menjadikan anak-anak ingin
belajar lantaran banyak hal yang dibaca dan ternyata pula banyak hal yang belum
diketahui secara lebih detail.
Jadi, kewajiban membaca ini
dapat menggeser tugas berat pekerjaan rumah dari guru sehingga suasana
menyenangkan itu menjadi kegiatan rutin apalagi aktifitas membaca itu
diapresiasi oleh guru dan dapat saling bercerita secara sukarela apa yang sudah
dibaca selama weekend atau di rumah. Kegiatan lain pun dengan mudah akan
menampung kreatifitas anak mislanya penggalakan madding, majalah sekolah,
bulletin, dan seterusnya. Semua itu dapat dijadikan saluran energy dan potensi
anak didik tanpa merasa terbebani dan stress.
No comments:
Post a Comment