Rahayu Dwiningsih, Mahasiswa UMY
Alhamdulillah
program RBK on the street berjalan
lancar. Kegiatan ini diadakan setiap hari Minggu mulai pukul 06:30 hingga pukul
11:00. Ada beberapa tambahan yang dijalankan. Pertama, kami membuka ruang mewarnai
gambar bagi pengunjung anak-anak dan memamerkan karya mereka di area hotspot.
Bagian ini mendapat sambutan yang cukup baik dari para pengunjung. Terlebih
karena kami juga menghadiahkan para peserta sebatang pensil dan 5 bungkus
permen.
Kedua, kami juga
menyediakan beberapa koran harian. Kami berasumsi bahwa dengan disediakannya
bacaan koran-koran, orang-orang menjadi lebih berminat mendekati titik RBK on the street. Dan faktanya, orang-orang
memang berdatangan menyerbu dan mengakses informasi yang berkaitan dengan RBK,
termasuk masalah-masalah teknis seperti soal keanggotaan, peminjaman buku, dan
lain-lainnya.
Pengadaan
perpustakaan jalanan atau RBK on the street
juga membagikan brosur berisi informasi mengenai RBK pada yang lalu lalang dan mereka
yang menyambangi area RBK on the street.
Kami merasa optimis bahwa program ini sangat bermanfaat terutama bagi mereka
yang memiliki minat pada dunia literasi.
Peminjaman buku yang
gratis dan tanpa tenggat waktu, tanpa menyerahkan kartu identitas sebagai
jaminan, tanpa ada kewajiban mengembalikan buku yang sudah dipinjam saat hendak
kembali meminjam, membuat respek para pembaca pada RBK on the street menjadi tinggi. Semua barangkali karena pihak RBK
menerapkan azas percaya—azas yang tak kenal syak wasangka. Dan kami, kelompok
KKN 06 UMY, merasa terhormat dan bangga menjadi yang dipercaya mengelola.
Meskipun, terus terang saja, kami menaruh sedikit cemas sebab bagaimanapun juga
buku-buku yang kami bawa adalah amanah dari pihak RBK.
RBK on the street kali ini agak sedikit
berbeda. Sebab, pelaksanannya bertepatan dengan kegiatan 17-an di Dusun
Sidorejo, tempat kami live in selama
KKN. Karenanya, saat itu kami membagi dua energi: sebagian kelompak KKN 06 standby
di Alkid, sebagian lainnya segera kembali ke Dusun Sidorejo untuk
berpartisipasi dalam kegiatan 17 Agustusan.
Hal menarik lain
dari RBK on the street adalah bahwa
pada pelaksanannya, kami kerap berdiskusi tentang banyak hal dengan para
pengunjung. Pada kegiatan ROTS minggu kedua ini, misalnya, kami kedatangan salah
satu tamu tak terduga. Tubuhnya sudah tak tegap. Sulur-sulur keriput memenuhi wajahnya.
Uban di kepalanya pun tampak seperti kopiah haji yang menutupi. Usianya pasti
tak kurang dari 70 tahun.
Kami berdiskusi
tentang lanskap kota Jogja dari mulai sejarah politik, sosiologi, hingga kuda
yang sampai kini masih menjadi salah satu alat transportasi. Sesi yang paling
menarik adalah saat ia mengisahkan kota Jogja semasa mudanya: Jogja yang
lengang namun hidup dan semarak, Jogja yang minim petugas kebersihan namun
justru lebih ramah lingkungan.
Membengkaknya
laju pertumbuhan penduduk memang membawa banyak persoalan. Kita memang belum
mengalami krisis pangan. Namun masalah hunian, macet kendaraan, kebersihan,
ketertiban, kenyamanan, atau angka kriminalitas yang terus meningkat, memaksa kita
untuk berpikir ulang tentang tata kelola sebuah kota.
Jogja yang sekarang tidak sebagus dan
senyaman jogja yang dulu tetapi beliau masih tetap mencintai jogja dikarenakan jogja
menyimpan banyak kenangan tentang masa mudanya.
Sekian dulu
cerita ROTS minggu kedua ini, kita tunggu cerita dari kejadian-kejadian menarik
yang terjadi selama pelaksanaan ROTS di minggu-minggu selanjutnya yang tentunya
kita akan menceritakannya kembali, sekian dan terimakasih.
No comments:
Post a Comment