Direktur Rumah Baca Komunitas
Ramalan
suku Maya tentang berakhirnya semesta yang sangat meramaikan jagat diskusi di
berbagai belahan dunia ternyata gagal terlaksana. Beberapa hari sebelum
deadline qiamat 2012 harian kompas meliput berita tentang adanya pembaruan
kalender suku maya yang ditemukan---sebagai bukti bahwa kelander itu tidak
pernah mati dan selalu berganti dengan kalender baru seperti halnya 2012
menjadi kalender 2013.
Batalnya qiamat menjadi angin seger bagi banyak kalangan
termasuk koruptor, mafia kasus, dan berbagai kelompok predator lainnya yang ada
di negeri ini. Sementara bagi anak alay, cenderung mensikapi dengan berbagai
'kekhasan' termasuk bahkan obrolan 'imajiner' mereka dengan malaikat pada saat
berada di alam kubur. Anak-anak alai atau mewakili generasi 4D atau i-generasi
cenderung sangat rilek menghadapi kehancuran total termasuk terro yang sangat
megerikan dalam berbagai buku cerita tentang siksa kubur. Begitu juga koruptor,
mereka sangat rilek ketika menjadi tersangka bahkan pada saat menjalani
penahanan. Inilah irisan antara kelompok alai muda dengan alai tua.
Qiamat Gagal, 2013 bakal lebih gila
Itu adalah ungkapan serius terkait tahun 2013 sebagai tahun
politik yaitu persiapan menghadapi pemilu 2014 yang sudah mulai ditabuh
genderangnya. Di tahun 2013 juga ada 10 pilgubenur dan puluhan pilkada
bupati/wali kota. Artinya, 2013 bakal lebih dramatis kegaduhan politiknya.
Gilanya, tahun 2013 ini bisa menjadi tahun sial (an) bagi rakyat kebanyakan
akibat dari rasa frustasi kepada pelaku panggung politik. Wajar saja,
Anti-Tank project (sebagai komunitas anti pemerintahan) menyambut 2013
dengan gambar besarnya dengan tulisan: Butuh Badut? hubungi senayan! Seperti
biasa, karya-karya desain itu selalu menarik kita lihat di kanan kiri bangjo
(trafic light) di Yogyakarta.
Demam qiamat itu sudah lewat, begitu juga demen Jokowi sehingga
harapan 2013 ini masih sangat sulit untuk membangun optimisme publik. Bisa jadi
banyak orang mengharap muncul berbagai jenis Jokowi di daerah sehingga mampu
memberikan tawawan generik untuk mengobati luka politik atau truma publik atas
ketidakpastian kehidupan politik dan demokratis. Selain mereka menjadi apatis,
mereka cenderung menghukum siapa saja yang ada disekelilingnya dengan berbagai
ekpresi kecemasan dan anarkisme. Lihat saja, kekerasan antar etnis di Lampung,
kegalauan dan kekerasan pihak aparat atas wartawan, perlakuan diskriminatif
berbau sara dan perda di daerah-daerah. Konflik antar iman atau meminjam bahasa
najwa shihab, sengketa iman, melatari babak akhir tahyn 2013 dan artinya akan
berlanjut di tahun 2013. Ada asap selalu akan ditemukan apinya. Jika asap
'qiamat' itu muncul di penghujung 2012 artinya ada kebakaran di tahun 2013.
Persoalan pencitraan, misalnya, dianggap sebagai persoalan
serius sepanjang kepemimpinan SBY sejak tahun 2004 silam. Banyak kelompok
'oposisi' menyatakan politik pencitraan itu merugikan kepentingan publik secara
luas karena pemerintah sibuk membuat image baik dan bekerja keras hanya untuk
menyelamatkan nama baik tersebut. Orang yang simpatik kepada SBY kemudian
sebagain besar bergeser dan berbalik akibat gagalnya politik pencitraan dan
terjebaknya dalam kasus korupsi. Orang lalu berharap tahun 2013 politik
pencitraan dapat dihindarkan tetapi nampaknya itu nyaris tidak mungkin karena
tahun 2013 adalah tahun klimaknya pencitraan untuk merebut simpati dan dukungan
publik untuk kursi legislatif dan eksekutif: RI 1 dan RI 2. Gemuruh dan
kegaduhan politik itu sudah mulai terasa---beberapa demam politik dan beberapa
terlihat begitu menikmati.
2013: Tahun harapan?
Petanya demikian. DPR berada di urutan pertama diantara
lembaga-lembaga atau institusi yang dipandang korup, demikian menurut hasil
survei yang dilakukan Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) di 33 provinsi
selama 14-24 Mei 2012 dengan melibatkan 2.192 responden. Sebanyak 47
persen, atau 1.030 responden dari total 2.192 menyebut DPR sebagai lembaga yang
paling korup dibandingkan dengan kantor pajak, kepolisian, dan partai politik.
Lalu, apa yang bisa diharapkan dari tahun 2013 adalah pertanyaan
yang sangat sulit menemukan jawaban yang memuaskan. Alih-alih menjawab
persoalan kesejehteraan, pengentasan kemiskinan, dan penyediaan lapangan kerja,
panggung sandiwara pejabat negara di yudikatif, eksekutif, dan legislatif saja
belum selesai merembug mekanisme sidang dan etika pejabat. Mereka cenderung
melewan hukum, memutar balikan fakta, bertahan, atau melakukan upaya
penghilangan bukti dan seterusnya.
Pilar demokrasi yang berupa partai politik itu justru menjadi
pilar korupsi (Syamsudin Haris, Kompas 2012), civil society dan media cenderung
tersegregasi sebagai bagian supporter dari kekuasaan itu sendiri. Inilah
karakteristik politik aliran yang masih tersisa di republik ini sebagai
konsekuensi masyarakat plural (berbeda dengan pluralistik). Di Amerika masyarakat
tidka tersegregasi demikian karena hanya ada dua partai politik peserta pemilu
yang sudah well established. Jadi, kita akan berharap kepada siapa dan
apa?
Jawaban Ebiet, "tanyakan pada rumput yang bergoyong"
dan "jawabnya ada di langit," dalam song theme film kartun Dragon
Ball versi Indonesia.
Ditulis di KH Dahlan 103 Yogyakarta
Sumber : http://lapsippipm.blogspot.com/2013/01/seusai-demam-qiamat.html
No comments:
Post a Comment