Oleh Hanapi, pegiat RBK
Hari
itu adalah hari keberangkatanku menuju Yogyakarta untuk melanjutkan studi
diperguruan tinggi disana, kedua orangtuaku dan keluarga mengantarkanku ke
bandara Sultan Thaha, nama yang sangat terkenal di berbagai kalangan di daerah
jambi, mobil melaju dengan cepat, ke-indahan alam jambi hanya bisa kunikmati
untuk terakhir kalinya, kepergian ini akan membuat perjuanganku lebih sulit
untuk membawa nama negeri di negeri lain, hati terasa gelisah dalam perjalanan,
bimbang ini laksana langit yang sedang bertarung dengan awan hitam, demi
turunnya hujan atau cerahnya hari, hari itu keberangkatanku tidak hanya seorang
diri, aku ditemani oleh seorang wanita yang dulu selalu sekolah bersamaku ia
bernama Yunita, hati tenang sekali, Ia tidak merasakan kegelisahan, air tidak
keruh, angin tetap dalam keindahan bunga melati, wajahnya gembira dan senang
dalam perjalanan, jam berangkat menuju Yogyakarta sekitar jam 14;00 menggunakan
pesawat Lion Air, sampai tiba dibandara kami berjumpa dengan teman-teman satu
daerah yang membawa barang-barang yang banyak, Aku hanya turun dengan santai,
walaupun penuh perasaan yang sedang bersenandung dalam hatiku, Ayah hanya
berpesan waktu itu kepadaku: Agar selalu menjaga Sholat dan Belajar yang serius
di sana, Pesan Ayah dan Ibu, ini akan selalu aku jaga.
Aku
masuk kedalam bandara disertai dada dari keluarga, dan saudara semua, Ayah dan
Ibu senyum dengan memberikan semangat yang tinggi, Perlahan-lahan jarak itu
semakin menjauh, dinginnya keadaan dan hati yang sedih menyelimuti perasaanku,
Pangeran Negeri dan Putra Mahkotapun pernah diasingkan, sedih dan derita Ia
hadapi, Teringat dalam benakku perjuangan Para Leluhurku, dari Sultan Thaha
hingga Raden Mattaher yang berjuang mempertahankan daerah tanpa rasa takut akan
kematian, Aku berangkat dengan sendirian, kami mencari tempat duduk di dalam
bandara berdua, kami dudu ditengah orang yang tidak kami kenal, teman-teman
yang lain berada di dekat kami, mereka seperti biasa-biasa, tidak menunjukkan
tetesan air terjun yang membasahi batu-batu
besar dibawah gunung, air mata mereka tidak sedih, wajah senyuman ikhlas dan
bahagia terpancar dalam teman-teman keberangkatan hari itu, Bunyi panggilan
nomor penerbangan kami dipanggil, waktu telah menunjukkan bahwa kami siap
berangkat menuju Jakarta, kami melangkah dengan hati yang berusaha untuk
ikhlas, Yunita sangat senang dengan keberangkatan ini, ia merasa nyaman sekali,
Yunita berkata ketika saya dan dia sudah dalam pesawat, Ia mengatakan Saya
sangat senang, Akhirnya sekolah diluar jawa sampai juga sesuai mimpi saya
begitulah kalimatNya, menanggapi itu saya hanya senyum, Pesawat bersiap lepas
landas dan saya mulai meliat indahnya pohon yang terbentang luas di jambi,
melihat betapa indahnya negeri “Pusaka Betuah” simpanan makna sejarah yang
belum terungkap menunjukkan bahwa daerah ini punya seribu sejarah bahkan lebih
yang belum dibukukan dalam literature sejarah, di dalam buku sejarah secara
Nasional, Jambi dulu memiliki kerajaan yang bernama Kerajaan Melayu, pikiran
ini selalu melintas dalam benakku, kebenaran yang belum terungkap, membuat
hipotesa berkeliaran tak tahu arah, dalam jalan ini, aku harus punya arah,
dalam pengabdian untuk daerahku ini, Yunita hanya mengamati keindahan daerah
melalui sudut kaca yang saya lihat, Saya bertanya kepada Ella Apakah kamu tidak
salah memilih jurusan Ilmu Pemerintahan la?, dengan nada santai, Yunita atau
Ella menjawab tidak katanya, saya tidak tahu apa alasan dia memilih jurusan
itu, yang tidak sesuai dengan waktu Ia di SMA N dulu.
Kecepatan
pesawat itu sangat cepat, kekuatan Allah menyeimbangkan alam tiada
bandingannya, banyak para Ahli yang menolak keberadaan Tuhan, dengan tidak
mengakui Tuhan, bahkan ada yang mengatakan:
“Tuhan telah mati, kita yang telah
membunuhnya” ,
keseimbangan penerbangan, angin yang teratur, menunjukkan ada
peran Tuhan dalam Alam ini, Etika Tauhid sangat kuat dalam hidupku, ditengah
derasnya kecepatan pesawat yang tidak bisa kuhitung, pesan Kakek teringat dalam
hidupku, bahwa Tauhid bisa mengalahkan segalanya, sumber kekuatan yang
menajubkan, begitulah sekiranya pesan Kakek, Aku harus hidup, menggantungkan
kepada Allah semata, hidup semasa mudah di negeriku sendiri, mengambil hikmah
yang sangat dalam, tidak terasa pesawat bentar lagi, akan mendarat di Bandar
Soekarno-Hatta, pendaratan berjalan dengan baik, waktu mulai menunjukkan sore
hari, Pendaratan berjalan dengan mulus, akhirnya kami berdua sampai di Jakarta,
kota yang indah.
Turun
dari pesawat laksana Raja dengan penyambutan menggunakan gaya bandara yang
sangat memukau, teknologi yang digunakan, memang membuat kebahagian, aku atau
saya dengan Ella berjalan turun, kecanggihan teknologi ini, memang luar biasa,
tapi pikiranku melihat realitas yang ada, bahwa banyak teknologi menjadi barang
yang menakutkan terutama di daerah Timur Indonesia, kekayaan mereka dirampas,
hati mereka tercabik-cabik melihat negeri yang indah, menjadi gundul, langkah
demi langkah aku turun bersama penumpang lainnya, memasuki bandara
Soekarno-Hatta, aku dan Yunita atau Ella melihat berbagai macam jenis manusia
dengan gayanya sendiri, aku melihat manusia dengan gaya yang tidak sopan
bagiku, namun Yunita atau Ella hanya diam ketika aku bertanya masalah kesopanan
ini.
Guru Sosiologiku dulu mengatakan bahwa nilai kesopanan itu tidak untuk
sistem nilai masyarakat kota, begitulah katanya, melihat kemajuan yang
bertentangan syariat, membuatku harus kuasa dalam kehidupan, menerapkan
toleransi yang indah, budi pekerti yang halus, norma yang baik, aku sangat
senang pergi bersama temanku ini, Ia menggunakan Jilbab yang tidak membuatku
resah.
Setelah
kami sampai di depan pintu Transit, kami melakukan cek-in ulang, pelayanan yang
cukup ramah, membuat aku senang dan Yunita atau Ella merasa senang juga, kami
diperintahkan untuk naik ke lantai atas oleh Pelayan di Bandara, waktu tidak
lama lagi, Yunita melihat tiket bahwa keberangkatan menuju Yogyakarta sebentar
lagi, sampai di ruang tunggu penumpang, kami duduk, Ella sambil bermain hpnya,
dan sibuk bermain game, aku hanya melihat berbagai manusia ini, dengan gaya
pakaian yang berbeda, baik sesuai agama dan melanggar agama, pikiranku
terlintas, bahwa manusia ini terlalu banyak yang salah dalam memahami ham, di
dalam Hak Asasi Manusia, ada dua Teori tentang HAM yakni: Pertama, Teori
Universal, teori ini mengakui bahwa hak asasi setiap Negara sama, dengan
liberalisasi ada dalam teori ini, hak asasi dalam pandangan barat sangat kuat
dalam teori ini, saya melhat mereka tidak memahami HAM dalam konteks Indonesia,
Ah pikirku, suatu hari nanti orang juga berubah, Ella aku mulai bertanya, Siapa
yang akan menjemput kita di Yogyakarta Nanti, Ella hanya menjawab: Ayuk Mifta
katanya, hatiku senang sekali ada yang menjemput kami, Jam telah menunjukkan
waktu keberangkatan, panggilan itu datang, Allah selalu menjaga orang yang
takwa, ketakwaan dalam perintahNya.
Kami berdua pergi melanjutkan perjalanan ke
Yogyakarta dengan perasaan senang.
No comments:
Post a Comment