Islam
dan Demokrasi
“Dinamika
Yang Tidak Akan Selesai”
Oleh: Hanapi
“Hidupkan islam dalam ruh sistem
politik itu, jangan kalian menjadi golongan yang memecah belah umat karena akan
haus kekuasaan, cukuplah penderitaan umat selama ini, jangan kau tambah lagi,
tegakkan nilai islam dalam sistem politik apapun”.(Hanapi)
Islam adalah agama yang dibawa oleh
Rasulullah SAW, seorang pemimpin terbaik yang dikenal di dunia, pada masa
kenabiannya Muhammad mendirikan sebuah Negara yang dikenal dengan Negara
Madinah, Rasulullah membangun politik bersendikan Al-Qur’an dan Sunnah sehingga
konstitusi Madinah menunjukkan ikatan dalam perdamaian umat manusia, Seorang
Rasulullah bukan hanya menjadi seorang Nabi saja tetapi Ia menjadi pemimpin
yang sangat terkenal dengan kebaikannya, hukum yang diterapkannya adalah hukum
yang menegakkan keadilan dan kebenaran dimuka bumi sehingga pada zamannya tak
ada masalah yang tak terselesaikan, setelah kematian Rasulullah dan Para
Sahabat terjadi perdebatan di kalangan intelektual maupun cendikiawan muslim di
dunia, perdebatan ini sebenarnya telah terjadi begitu lama namun masalah ini
seolah-olah tidak kunjung usai, dari ulama islam dimulai Al-Farabi sampai
sekarang Ayatullah Khomeni dan selanjutnya, masalah sistem politik islam selalu
diperdebatkan namun tidak sampai pada tatanan implementasinya, meskipun Negara
Iran telah berhasil membangun demokrasi islam dengan sistem pemerintahan
Imamahnya, yang membawa Negara Iran menjadi Negara yang maju bahkan ditakuti
oleh kekuatan barat, di indonesia sendiri wancana demokrasi dan islam masih
pada tatanan wacana sedangkan gelombang-gelombang kekuatan-kekuatan yang ingin
menegakkan sistem islam baik politik dan pemerintahan semakin muncul
dipermukaan, sebagai contohnya Hizbur Tahrir Indonesia yang ingin menengakkan
Sistem Khilafah di indonesia, berbagai macam jenis islam di indonesia yang
menunjukkan lebel-lebelnya dengan ide-idenya yang katanya bisa “menyelesaikan
segala masalah bangsa”.
Yang menjadi pertanyaannya adalah
benarkah sistem islam itu demokrasi atau Khilafah?, hal ini yang masih
dipertanyakan padahal agama islam tidak menetapkan sistem politik yang secara
sah baik dalil Al-Qur’an maupun Sunnah Rasulullah. Husein Haikal mengatakan
bahwa “islam memiliki seperangkat nilai dan etika ketatanegaraan”, pendapat
Husein Haikal ini sangat menunjukkan islam yang moderat dan sesuai dengan
koridor kenyataannya, pada zaman Nabi dan Para Sahabat nilai demokrasi itu
diterapkan bukan dijadikan simbol dan slogan kepentingan seperti sekarang,
setiap pandangan cendikiawan islampun juga berbeda tentang sistem politik
islam, ada yang mengatakan bahwa daulah islamiyah adalah “daulah demokrasi
bukan daulah monarki dan daulah teokrasi, tokoh yang mengatakan ini bernama
Yusuf Qordhowi, di Saudi Arabiah yang terkenal dengan Negara muslimpun tidak
menetapkan demokrasi malahan menggunakan sistem Monarki, demokrasi sendiri berasal
dari bahasa Yunani yakni Demos artinya Rakyat sedangkan Cratos artinya
kekuasaan, jadi secara harfiah demokrasi adalah sistem politik yang kedaulatan
berada ditangan rakyat, demokrasi sudah lama ada di dunia ini bahkan sebelum
turunnya Al-Qur’an dan Sunnah ke muka bumi, demokrasi sistem yang berasal dari
peradaban yunani kuno namun demokrasi waktu itu dikenal dengan nama “demokrasi
langsung”
karena jumlah penduduk yang tidak
banyak seperti sekarang dan wilayah yang tidak luas sehingga bisa diterapkan
pada zamannya, sekarang demokrasipun berkembang dengan pesat dengan berbagai
macam jenisnya di Amerika Serikat dikenal dengan demokrasi liberal dan di
indonesia dikenal dengan demokrasi Pancasila, yang menjadi permasalahan
selanjutnya apakah islam dan demokrasi sejalan atau bertentangan? Ada tiga
pandangan tentang islam dan demokrasi yakni: pertama: ada golongan yang
memandang bahwa islam dan demokrasi selaras atau sama sehingga mereka tidak
mempermasalahkan mana nilai islam dan mana nilai barat, kedua, pandangan bahwa
islam dan demokrasi sejalan akan tetapi harus ada terjadinya filterisasi
sehingga terjadinya konsep demokrasi yang islami, ketiga, pandangan bahwa islam
dan demokrasi tidak memiliki hubungan sedikitpu, golongan ini menolak sistem
islam yang demokratis, tiga pandangan ini telah menunjukkan bahwa islam dan
demokrasi ada yang memandang sejalan, perlunya filterisasi dan ada yang
menolak, jika ditinjau dalam aspek islam sebenarnya islam memiliki nilai
demokrasi seperti seruan Al-Qur’an yang mengatakan “handaklah kamu
bermusyawarah dalam pengambilan keputusan” Firman ini telah menunjukkan bahwa
islam memiliki kesamaan dengan demokrasi namun memang harus terjadi filterisasi
hal ini agar tidak menyebabkan demokrasi dibangun diatas nilai barat yang hanya
merupakan nilai yang berasal dari manusia melainkan demokrasi dibangun dengan
nilai Tauhid.
Dari tiga pandangan tentang islam
dan demokrasi diatas kita telah menemukan keselarasan islam dan demokrasi
tetapi harus adanya perubahan atau modifikasi yang sesuai syariat islam
sehingga demokrasi yang dibangun memang membawa kesejahteraan untuk semua
masyarakat yang ada disuatu Negara bahkan muka bumi ini meskipun dalil-dalil
yang secara sah yang menyatakan tentang sistem politik dalam islam tidak ada
maka jangan dipermasalahkan ketika suatu Negara menggunakan sistem politik
otoriter, monarki, teokrasi, yang terpenting adalah “Hidupkan islam dalam ruh
sistem politik itu, jangan kalian menjadi golongan yang memecah belah umat
karena akan haus kekuasaan, cukuplah penderitaan umat selama ini, jangan kau
tambah lagi, tegakkan nilai islam dalam sistem politik apapun”, dengan hidupnya
nilai atau ruh islam dalam sistem politik dalam penerapannya disuatu Negara itu
telah menunjukkan Negara itu islami tetapi harus disertai dengan mendorong
warga Negara untuk saling bertoleransi dalam setiap perbedaan keyakinan yang
ada seperti di indonesia yang merupakan Negara yang memiliki pluralitas agama
yang sangat banyak maka dibutuhkan kebijakan pemerintah untuk membangun
demokrasi di atas keragaman agama ini yang tidak menimbulkan perpecahan antar
perbedaan yang ada, agama islam sangat menghargai perbedaan dengan
ditegakkannya hukum yang adil dalam kehidupan Negara yang telah menunjukkan
islam telah hidup di suatu Negara.
Indonesia sebagai Negara yang
penduduknya mayoritas muslim sudah seharusnya jujur dalam berdemokrasi agar
demokrasi tidak dipandang produk yang jelek dan membuat tegaknya
kemungkaran, kalau warga Negara sendiri tidak mampu menciptakan
demokrasi yang sesuai nilai-norma islam maka nama islampun semakin tercoreng
dan akan muncul pihak yang ingin merebohkan Negara ini, demokrasi membutuhkan
sendi-sendi kekuatan untuk menciptakan “demokrasi normatif” seperti yang
dikatakan Prof. Afan Ghaffar, sendi-sendi kekuatan ini menurut saya adalah:
pertama, Agama, dengan penduduk yang mayoritas muslim di Indonesia seharusnya
agama islam telah mengkristal dalam masyarakat ini, karena di dalam islam
mengajarkan nilai-nilai yang baik seperti kejujuran, keadilan, dan berlaku
lembut, yang menjadi masalahnya umat islam di Indonesia tidak memahami islam
secara baik dan benar, mereka lebih suka kepada produk barat dari pada
mewujudkan islam yang hakiki dimuka bumi padahal manusia adalah khalifah dimuka
bumi ini, untuk menyelesaikan masalah ini Majelis Ulama Indonesia harus bekerja
terus untuk menciptakan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat islam yang
moderat demi membangun demokrasi yang sesuai syariat, Kedua, Hukum merupakan
masalah yang sangat krusial di negeri ini, hukum masih belum mencerminkan
keadilan padahal sendi hukum yang kuat akan mencerminkan demokrasi yang kuat,
pentingnya penegakan hukum yang tegas dan tidak membedakan di negeri dalam
mewujudkan keberanian masyarakat untuk membela kebenaran dan ditopang oleh
hukum yang adil sehingga tidak tegak lagi pemerintahan yang zalim di dalam
Negara hukum yang tegas dinyatakan di dalam konstitusinya, Ketiga, Kekuatan
ekonomi rakyat, ekonomi sangat mendorong terciptanya demokrasi yang mapan
karena selama ini permasalahan di negeri ini masalah nepotisme dalam pemilhan
umum baik jabatan pusat dan daerah, kalau ekonomi rakyat kuat maka uang yang
murahan itu takkan mampu membuat rakyat menjual harga dirinya demi memilih calon
koruptor.
Keempat, sistem sosial yang humanis
dan bersendikan “Tauhid Sosial”, pentingnya diciptakan sistem sosial yang baik dalam kehidupan
masyarakat sangat baik agar sikap peduli, empati, percaya, rasa sopan, moral
dan lainnya akan hidup kembali sehingga sistem sosial ini membuat demokrasi
yang beradab terbangun dengan kepedulian masyarakat untuk menciptakan Negara
yang maju sesuai cita-citanya, Kelima, Pendidikan yang terkontrol di dalam
sistem yang islami, saya melihat sendiri dengan berbagai pengalaman saya
sebagai murid dan sekarang memasuki kuliah, saya melihat sistem pendidikan ini
tidak dikontrol di dalam sistem yang islami padahal pendidikan tempat mendidik
para pemimpin maka dibutuhkan kontrol yang baik dengan ketegasan dan kejujuran,
hal ini harus dilakukan karena murid akan menjadi masyarakat kalau
pendidikannya tidak dibekali ilmu yang
baik dan moral yang kuat, bagi saya wajar korupsi banyak seperti sekarang,
contoh kebiasaan menyontek masih kuat di indonesia hal ini sangat jelas kalau
diteliti dan dimasukkan daftar Negara mungkin indonesia negera mecontek nomor
satu dunia, dari kebiasaan seperti ini memunculkan sikap tidak jujur, semakin
banyak kebiasaan mencontek maka bertambahlah calon koruptor di negeri ini,
pendidikan usia dini hingga sampai kapanpun sangat mendukung terbangunnya
demokrasi yang dicita-citakan dan kebijakan publik semakin membaik yang pada
akhirnya semua rakyat diuntungkan maka kepentingan golongan mulai terkikis
perlahan.
Untuk lebih memperjelas dan
memudahkan untuk melihat hubungan islam dan demokrasi ini maka kita harus
mengetahui dimensi atau kategori perbuatan dalam ajaran islam yang bisa
dijadikan alat untuk mengukur masalah politik yang selama ini banyak membawa
perpecahan umat bahkan radikalisasi yang bertentangan dengan syariat, bukan
jihad yang suci melainkan jihad yang sangat salah dan sangat bertentangan
dengan ajaran islam, dimensi perbuatan itu ada tiga yakni:[1]
Petama, Dimensi Qurbah adalah semua yang berhubungan dengan segala sesuatu yang
metafisika atau tidak terlihat sehingga manusia tidak dapat memikirkannya
dengan rasional, hal ini telah ditentukan oleh Allah SWT dalam kitabnya dan
Hadist Rasulullah, seperti ketentuan waktu sholat, ketentuan pembagian harta
warisan dalam islam, masalah tidak bisa melihat dimana keberadaan Allah secara
empiris, ini adalah masalah aspek kedunian manusia yang telah ditentukan oleh
Allah sehingga tidak bisa diganggu gugat, sebagai bukti kelurusan Aqidah
manusia untuk berada dijalan aturanNya, Kedua, Dimensi Tha’ah merupakan segala
sesuatu yang terkait prilaku alami yang dimiliki oleh manusia namun mendapat
ketentuan Allah untuk mengaturnya dalam rangka kemaslahtan untuk manusia, sebagai
bukti cinta Allah yang sangat agung kepada manusia , contoh masalah ini
seperti, manusia secara alamiah memiliki kebutuhan biologis, supaya hubungan
ini baik, tidak merusak fitrah manusia maka Allah mendatangkan aturannya
seperti hukum perkawinan, syarat perkawinan, dampak perkawinan, dan syarat
wanita yang cocok untuk dinikahi, dan lain sebagainya, Ketiga, Jibillah adalah
sesuatu yang tidak ada ketentuannya Allah dan Rasulnya bukan berarti islam
tidak sempurna melainkan ini sebagai wujud Tuhan memerdekakan manusia secara
pikiran, Jibillah ini perbuatan atau tindakan secara alami berdasarkan kebaikan
manusia untuk manusia, jibillah ini juga mendasarkan kepada hukum kausal atau
hukum sebab-akibat seperti contohnya, ada motor lewat manusia menghindar biar
tidak tertabrak, sifat akal manusia untuk menghindar dan terciptanya keamanan
bagi manusia.
Dari ketiga dimensi perbuatan dalam
ajaran islam, kita bisa mengetahui mana yang termasuk urusan yang terdapat
ketentuannya seperti dimensi Qurbah, Tha’ah yang mendapat aturan dan ketentuan
Allah dan Rasul yang tidak bisa diubah, sedangkan dimensi Jibillah merupakan
ketentuan yang datang dari manusia untuk kebaikan manusia, hubungan agama dan
politik yang tidak mendapat aturan Allah dan Rasul termasuk dalam dimensi
Jibillah, hubungan agama dan sistem politik mau dikaitkan atau dipisahkan tidak
menjadi sebuah ketetapan Allah dan Rasul, hal ini demi kebaikan manusia dalam
mewujudkan sistem yang baik untuk setiap bangsa-bangsa di dunia, agar saling
hidup dalam sistem politik yang berbeda, yang saling membawa ruh islam dalam
setiap sistem politik, baik mau islam dan demokrasi yang disandingkan hingga
sering dikenal konsep “Teo-demokrasi”, sistem politik otoriter, monarki, tidak
menjadi masalah, salam ini mampu menciptakan kebaikan untuk rakyat, Dosen saya
bernama Dr. Suswanta pernah mengatakan apapun sistem politik dianut dalam suatu
Negara, yang terpenting mampu menciptakan Negara yang kuat dan masyarakat yang
kuat.
itu yang terpenting, jadi kalau
masih ada golongan yang membawa slogan agama demi tegaknya sistem pada masa
Nabi dan Sahabat, bukanlah kesalahan melainkan pilihan golongan tersebut, kita
tidak bisa menyalahkan maupun membenarkan, selama suatu Negara masih mau
menggunakan demokrasi seperti di indonesia yang masih menjadi kesepakatan
publik maka kita wajib mengikutinya dan memperbaiki demi terwujudnya cita-cita
yang mulia Negara ini. Hubungan islam dan demokrasi belum menemukan titik yang
terang dalam Negara islam, banyaknya golongan ingin menegakkan Khilafah yang
merupakan sistem yang membuat umat islam menuju kemajuan yang gemilang dimasa
lampau, permasalahan ini akan berakhir ketika Kiamat datang, tidak adanya Ijma
atau kesepakatan ulama terkemuka dalam dunia muslim semakin memiriskan urusan
politik dunia muslim yang kacau sekali, indonesia dengan mayoritas muslim belum
mampu mewujudkan demokrasi yang islami, mesir yang baru mencoba demokrasi,
mendapat cobaan dengan jatuhnya Presiden Husni Mubarok yang merupakan hasil
pemilhan umum oleh rakyat Mesir, Negara Iran yang maju dengan demokrasinya
sekarang telah pada tahap penguatan ekonomi, pembangunan Nuklir yang berhasil
sebagai kekuatan keamanan rakyat dan Negara telah menunjukan bahwa masalah
islam dan demokrasi telah selesai, sistem politik khilafah memang sistem yang
dirindukan oleh berbagai pihak, siapa yang tidak ingin islam kembali jaya
seperti masa lampau, pasti semua umat menginginkannya akan tetapi ada hal yang
lebih penting dari pada memperjuangkan sistem yang sangat lama bisa terwujud di
Indonesia.
Masalah yang lebih penting sekarang
bukan saling menjatuhkan kesepakatan sistem tetapi masih banyak masalah umat
yang belum terselesaikan, islam sebagai ajaran untuk menyelesaikan masalah
dunia itu yang harus diterapkan, globalisasi dan penyesuaian umat islam
terhadap modernisasi itu yang menjadi masalah penting sekarang, globalisasi
syariat memang harus dilakukan untuk membangun sistem dan tatanan dunia yang
sesuai ruh islam bukan simbol, hubungan islam dan demokrasi memang belum
selesai di indonesia namun masalah ini sebaiknya tidak dipersoalkan kembali,
indikator demokrasi yang disampaik para ahli sangat banyak namun indikator
demokrasi islam belum disampaikan, saya ingin mengatakan ada beberapa indikator
demokrasi yang islami diantaranya: Pertama, politik yang jujur, humanis, tanpa
kekerasan, Kedua, aturan yang islami dengan kesepakatan bersama demi kebaikan
rakyat dengan lahirnya kebijakan yang memperkuat Negara, Ketiga, Partai politik
yang melembaga, dalam artian mampu menjalankan fungsi dan kewajibannya bukan
menjeritkan kepentingan dan anarkisme dalam pertarungan demi kekuasaan, Keempat,
Hak asasi manusia yang presfektif agama universal, supaya tercipta keadilan
tiap penganut agama, agar fanatik buta yang mematikan bisa dihindari, Kelima,
masyarakat yang islamis, yang mampu menunjukkan kepedulian politik yang baik
sesuai ajaran syariat, tidak mudah tergadaikan agamanya demi kebutuhan ekonomi
semata, Keenam, sistem pemilihan umum yang tidak menurut pada teori barat
melainkan tercipta atas ijtihad para ulama dan pemimpin serta ahli pakar
politik yang menghasilkan sistem pemilihan yang sesuai konteks ke-indonesian,
dalam artian bukan menolak barat melainkan mencari jati diri sistem pemilihan
yang sesuai kehidupan masyarakat indonesia.
[1]
Thalib, Muhammad, 2011, Prinsip Dasar Memahami Islam, Yogyakarta, Ma’alimul
Usrah Media, hlm,. 47-59
No comments:
Post a Comment