Pernyataan Prihatin Pegiat literasi
Rumah baca Komunitas Yogyakarta
Atas Kasus pembubaran kegiatan
Mahasiswa di Unibraw, Malang.
Kebebasan berekpresi dan
berpendapat adalah kebebasan yang dijamin secara syah dan legal oleh konstitusi
negera kesatuan republik Indonesia. Jika kegiatan diskusi akademik di
lingkungan kampus dilarang artinya ada kesewenang-wenangan dan pelangagran
terhadap hak setiap manusia. Jika satu orang yang dirampas haknya. Kami berpendapat,
bahwa itu adalah perampasan kebebasan dan hak seluruh manusia Indonesia dan
manusia di bumi pada umumnya.
Kami menyetujui pendapat Kontras
Surabaya (link: http://kontrassurabaya.org/siaran-pers/pernyataan-sikap-pembubaran-paksa-bedah-film-samin-vs-semen-dan-alkinemokiye/)
bahwa kejadian pelarangan dan pembubaran kegiatan pemutaran film Samin vs Semen
dan Alkinemokye besutan watcdog sangat menghinakan bagi dunia akademik juga
bertentangan dengan Tri Darma Perguruan Tinggi diantaranya yang meliputi
Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, selain itu bertentangan
dengan Kovenan Internasional tentang Hak-hak sipil dan Politik (International
Covenant on Civil and Political Rights – ICCPR) yang telah di
ratifikasi melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005 tentang Hak Sipil Politik
yang secara subtantif mengatur Hak atas kebebasan berpikir, kebebasan
berpendapat, hak atas kebebasan berkumpul.
Sebagaimana detail yang juga
disampaikan oleh aliansi “Solidaritas kebebasan akademik Yogyakarta” dan
Kontras Surabaya, dengan keyakinan penuh bahwa kejadian ini bukanlah yang
pertama tetapi berulang kali. Artinya dunia akademik kita telah dikangkangi
oleh kepentingan korporasi oleh politik rezim yang bergaya orde baru. Karenanya
kami menyampaikan singkat sebagai berikut:
Pertama, bahwa dunia kampus termasuk
mahasiswa harus diberikan haknya untuk menyampaikan pendapatnya dan
mendiskusikan berbagai hal sebagai bagian dari kesatuan kesadaran antara
civitas akademika dengan realitas masyarakat. Setiap pelarangan adalah
pelanggaran terhadap kebebasan.
Kedua, harus ada komitmen dari
kampus di seluruh Indonesia untuk tidak lagi mengulang kejadian yang sama yaitu
melakukan tuduhan tak berdasar atas kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa. Era
demokrasi tidak bisa lagi boleh praktik kekerasan dipertontonkan atas nama
ketertiban yang mengada-ada. Menonton dan mendiskusikan film adalah bagian dari
pembelajaran dan dialektika, bukan kegiatan merongrong Negara.
Ketiga, meminta kepada pihak kampus
untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa melaksanakan agenda kegiatannya
dan jika perlu pihak kampus mendampingi dan memastikan dampak kegiatan tersebut
dengan cara mengambil bagian dari kegiatan itu dan tidak menghakimi tanpa
pengetahuan yang jelas dan tepat. Karena, kampus haruslah menjadi penjaga
nilai-nilai keadilan, anti kekerasan, tidak diskriminatif, dan manusiawi.
Demikian sikap kami. Semoga menjadi
perhatian dan refleksi untuk semuanya.
Yogyakarta, 6 Mei 2015
Pegiat literasi
No comments:
Post a Comment