Oleh: David Efendi*
Ratusan tahun lalu Plato pernah menuliskan bahwa ‘pendidikan
itu bukan seperti mengisi air dalam bejana tetapi menyalahkan obor’. Artinya,
pendidikan menjadi pintu gerbang peradaban zaman. Dengan ilmu pengetahuan
manusia diharapkan mampu mendayagunakan kemampuannya, kreatifitasnya, karya,
dan juga termasuk daya survivenya di tengah arus pancaroba zaman. Manusia yang
dianugerahi nalar budaya: rasa, cipta, dan karya kemudian menjadikan manusia
sebagai makhluk yang paling memungkinkan untuk mengemban amanah melestarikan
bumi, menjaga keseimbangan peradaban, dan dalam skope yang lebih sempit dapat
menjaga martabat bangsanya. Dari sinilah kita bermula membincang idealisme
suatu bangsa,merevitalisasi pencasila, dan juga memaknai nasionalisme dan
bagaimana patriotisme seharusnya diwujudkan.
Lebih dari lima belas tahun kita menjalani massa di mana
kebebasan dan demokrasi diagungkan sejak tumbangnya era kekuasaan Orde Baru.
Janji kesejahteraan yang disemai dalam beragam kemasan demokrasi dan proyek
desentralisasi belum menggembirakan. Rezim berganti berkali-kali namun mimpi-mimpi demokrasi ekonomi dan demokrasi
pansasila belum benar menjadi kenyataan. Kita dapat secara obyektif melihat
pembangunan ekonomi kita yang gagal (pemerintah berdalih soal pelambatan); berbagai tragedi
intoleransi, kecaman terhadap ‘bobroknya’ pancasila sebagai way of life dan
banyak lagi kegaduhan politik yang kontraproduktif. Bangsa ini masih disibukkan
dengan hal-hal yang remeh temeh perihal saling mengutuk, dan sementara bangsa
lain di kawasan Asia sudah mengencangkan berbagai strategi dagang yang akan
melibas republik ini jika tak punya jurus antisipasi. Pada saat tulisan ini
diselesaikan, US Dollar senilai 14.296; dan Yuan dberitakan akan mengancam
rupiah.
Yudi Latif (2015) dalam buku terakhirnya yang ia berikan
judul Revolusi Pancasila menggagas patriotisme progresif yang diartikan sebagai
upaya untuk mencari jalan keluar atau solusi dari ancaman kehancuran bangsa
dengan melakukan kegiatan yang nyata dan bukan hanya mengutuk kegelapan atau
mencari lawan saja. Bisa jadi, kegelisahan ini berdasarkan pada fakta bahwa
sebagian anak bangsa ini ada kecenderungan untuk selalu menolak keadaan, selalu
tidak puas dengan capaian-capaian, bahkan tidak percaya pada kekuatan gagasan
pancasila namun tidak diiringi dengan upaya nyata untuk mencegah keruntuhan
bangsanya. Inilah barangkali pembacaan yang penulis dapatkan dari gagasan besar
patriotisme progresif yang kemudian penulis artikan dengan patriostisme
berkemajuan.
Selain warning Yudi Latif, sebetulnnya sudah banyak tokoh
bangsa ini memberikan risalah untuk penyelamatan bangsa ini dari kehancuran
total seperti M Amien Rais (2008) dalam buku Selamatkan Indonesia, Nurkholis
Majid dalam buku tipis yang sangat kuat pesan kebangsaannya yaitu yang ia
himpun dalam buku Indonesia Kita (2004), dan juga yang tak kalah penting adalah
naskah pidato Kebudayaan W.S Rendra yang dibacakan pada saat pemberian gelar
Doktor Honoris causa di Universitas Gadjah Mada pada tanggal 6 Maret 2008.
Selain itu, dalam buku “mencari autentisitas dalam kegalauan’ (2003) Ahmad
Syafii Maarif mengajak bangsa ini siuman dari kerusakan di bidang pendidikan,
agama, dan kebudayaan yang nyaris sempurna. Berbagai gagasan cemerlang oleh
para tokoh bangsa tersebut di atas adalah wujud nyata dari patriotisme
berkemajuan.
Kita telaah singkat bagaimana prospek gagasan-gagasan anak
bangsa tersebut jika kita teropong hari ini. Amin Rais yang melihat
penyelamatan tambang dari penjarahan korporasi global sebagai tindakan
strategis dan sebagai agenda mendesak bangsa untuk membabat ketimpangan ekonomi
di republik ini. Salah satu solusinya adalah kontrak ulang dengan para investor
asing yang sudah terlalu banyak mengambil keuntungan. Solusi radikal lainnya
adalah dengan memutuskan kontrak, dengan kata lain ini yang disebut Sukarno
sebagai tindakan ‘nasionalisasi’. Nurkholis Majid melihat lebih sistematis lagi
yaitu dengan menjalankan sepuluh platform pembangunan yang meliputi (1)
mewujudkan good governance; (2)Menegakkan supremasi hukum; (3) Reformasi
ekonomi (sektor riil); (4)Mengembangkan dan memperkuat pranata demokrasi,
kebebasan sipil; (5)Ketahanan pangan dan keamanan; (6)Pemerataan dan
peningkatan mutu pendidikan; (7)Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warga;
(8) melaksanaan rekonsiliasi nasional; (9) memelihara keutuhan NKRI; (10)
Berperan aktif menciptakan perdamaian dunia.
Sementara Rendra melihat kemungkinan adanya zaman ‘Kalasuba’
(zaman kesejahteraan rakyat) yang mesti diantisipasi kehadirannya dengan kerjakeras
dan bukan hanya sabar dan tawakal menunggu kehadiran “ratu adil” karena
tegaknya kekuatan bangsa bukan karena sang “Ratu Adil” akan tetapi oleh negara
yang adil, mandiri, dan terkawal. Sebagai upaya kongkritisasi gagasan
Patriotisme progresif, Yudi Latif juga memberikan penjabaran bagaimana agar
anak bangsa membangun optimisme untuk tidak larut dalam keterpurukan alam
bathin, alam pikir, dan alam praksis sosialnya.
Revitalisasi ‘patrisotisme’ ini dapat dimulai dari pembangunan
karakter nilai kejujuran, kerja keras,
adil sejak dalam pikiran, dan keberanian untuk berpihak kepada kepentingan
rakyat kebanyakan dan juga diperlukan
jihad (upaya sungguh-sungguh) untuk menjaga bangsa dari kehancuran, dari
kebodohan sifat inlander dan tikaman
kapitalisme yang terkutuk.
Patriotisme hari ini tak cukup hanya untuk diperbincangkan
namun harus diperjuangkan secara sungguh-sungguh, dengan kerja keras yang
konsisten tidak mengenal lelah untuk menyemai perubahan yang diharapkan.
Gagasan sudah lebih dari cukup untuk kembali memperkuat negara-bangsa ini,
tentu political will dari the rulling elites yang mengelola negara ini harus
juga didorong untuk mengarahkan kiblat bangsa ini ke kiblat yang menuju
kemantapan ekonomi, sosial, budaya, politik yang pro kepentingan rakyat dan
bukan diarahkan kepada keadaan kalatida atau kalabendu. Kegalauan harus diusir.
Nilai-nilai autentisitas bangsa ini cukup menjadi modal untuk kembali ke jalan
yang benar yaitu dengan merevitalisasi nilai luhur pancasila dengan tekad juang
paripurna untuk mewujudkan revolusi pancasila.[]
)* Dosen Fisipol UMY,
Pendiri Rumah Baca Komunitas.
No comments:
Post a Comment