Fauzan A Sandiah
Kurator Buku di RBK
Bagaimana gerakan literasi membentuk dinamikanya?. Pertanyaan
itu muncul pagi ini. Saat suasana di alun alun kidul terasa sangat ramah.
Saya ingat pada suatu
pertemuan pegiat rbk ditanya "piye carane ben anakku gelem moco yo
mas?"(bagaimana caranya supaya anak saya senang membaca?).
RBK On the street kali
ini berhubungan erat dengan pertanyaan itu.
Sewaktu kami tiba di
alkid, kami dihampiri oleh tiga orang anak kecil. Mereka bertiga memilih buku
sendiri, mencari tempat sendiri, dan asik sendiri membuka lembaran buku.
"kalian ke sini sama siapa?" Tanya teh ocha. "sama mama...mama
disana..".
Setelah mnjwab pertanyaan
itu mereka kembali asik mmperhatikan dialog dari buku berseri tentang anak
anak.
Tentu saja ada orangtua
yang senang mendapati anaknya begitu minat terhadap buku. Saya kira itu mimpi
banyak orangtua. Meskipun kenyataannya kadang kadang suatu peristiwa tertentu
memberi kami kenyataan yang berbeda.
Misalnya, seringkali ada
orangtua yang tidak sabar jika anaknya berlama lama memilih buku. saya sendiri
termasuk yang sedih. Menurut saya kesempatan memilih buku adalah pengalaman
yang paling membahagiakan. Saya sendiri kalau memilih buku bisa menghabiskan
waktu dua jam untuk menelusuri toko buku atau perpustakaan. Bahkan berlama lama
keliling pameran buku demi harapan bertemu "buku yang tak terduga".
Menemukan buku yang tak
terduga itu adalah berkah luarbiasa. Itulah kenapa saya sedih melihat
kesempatan memilih buku dibatasi dengan sejumlah alasan.
Orangtua berperan penting
untuk mendorong anak dekat dengan buku. Ada catatan menarik dari latarbelakang
pembeli buku edukasi. Mbak rif pernah bercerita rata rata latarbelakang pembeli
paket buku edukasi yang berharga di atas satu juta biasanya justru dari
kalangan "biasa". Respon mereka, "buku itu penting buat anak anak.
Uang bisa dicari. Pasti ada rezeki. Bisa dicicilkan?". Berbeda dengan
respon dari golongan kategori "mampu". Respon mereka "bukunya
lumayan mahal ya..nanti deh kalau ada uang..masih banyak kebutuhan
lain..".
Gerakan literasi tidak hanya menemukan tantangan soal "minat baca". Tetapi juga tantangan soal "dukungan orangtua". Indepensi, minat, pandangan hidup, tidak selalu bersumber dari orangtua. Tetapi orangtua menjadi salah satu bagian penting untuk menjaga anaknya bermimpi dan optimis serta daya tahan hidup. Pramoedya Ananta Toer dan Buya Hamka adalah contoh dua tokoh besar Indonesia yang senang bercerita tentang bagaimana peran orangtuanya dalam mendorong sikap belajar yang tangguh.
Gerakan literasi tidak hanya menemukan tantangan soal "minat baca". Tetapi juga tantangan soal "dukungan orangtua". Indepensi, minat, pandangan hidup, tidak selalu bersumber dari orangtua. Tetapi orangtua menjadi salah satu bagian penting untuk menjaga anaknya bermimpi dan optimis serta daya tahan hidup. Pramoedya Ananta Toer dan Buya Hamka adalah contoh dua tokoh besar Indonesia yang senang bercerita tentang bagaimana peran orangtuanya dalam mendorong sikap belajar yang tangguh.
Pram bercerita tentang
bagaimana Ibunya mendorong dirinya untuk bersikap bijak dalam kehidupan.
Misalnya "kau itu tidak boleh malu. Kau bekerja dan hidup dari keringat
sendiri. Itu adalah kemuliaan". Sedangkan Buya Hamka senang sekali
bercerita tentang Ayahnya yang memotivasi dirinya untuk belajar berbagai hal.
Hamka sering Sekali dalam setiap bukunya mengucapkan terima kasih untuk kedua
orangtuanya dan KH Mas Mansur yang memberinya banyak ilmu pengetahuan.
Sekali lagi, orangtua
tetap merupakan figur penting dalam proses literasi anak. Salah seorang rekan
bernama mbak desi misalnya sering sekali begitu antusias bercerita tentang
pengalaman menariknya ketika menemani anaknya membaca buku.
Membaca buku adalah
keasikan yang harus diciptakan dan ditemukan. Dinamika gerakan literasi saat
ini tidak melulu soal "mengapa minat baca rendah", tetapi juga soal
bagaimana bersama sama menciptakan ruang literasi yang ramah terhadap berbagai
jenis pembaca; pembaca awal, pembaca yang sudah "well-educated",
pembaca ideologis, dan lain sebagainya. Dan sekali lagi, itu dimulai dari hal
yang sederhana yakni mengapresiasi kehidupan itu sendiri. Mengapresiasi
kecintaan anak terhadap buku.
*ditulis
Fauzan A Sandiah 6 sept 2015, di bawah pohon mangga alkid.
No comments:
Post a Comment