Tuesday, November 18, 2014

Kemenangan Kaum Literasi

Oleh: David Efendi
Pembina dan Pegiat RBK

RBK on the street, sebuah aktifitas yg makin akrab terdengar bagi pegiat literasi beberapa bulan terakhir, adalah sebuah konsep perpustakaan jalanan yang lahir dari komunitas anak muda di Kali Bedog (Rumah Baca Komunitas).
Salah satu visi utamanya adalah bagaimana buku itu menjadi muda diakses bagi setiap orang tanpa disekat status sosial. Ibaratnya air, buku adalah kehidupan bagi semua manusia. Tanpa setitikpun pengecualian.
Pada kegiatan RBK on the street #7 ini semakin menguatkan imajinasi para konseptornya. Kegiatan ini mampu menggerakkan kesadaran dan sekaligus kreatifitas pegiatnya. Ya, "kreatifitas tanpa batas", kata Indra yang berjibagu siapkan acara RBK di alun alun kidul.
Pegiat yang mengamalkan ajaran apresiatif ini semakin terbiasa dengan serangkaian kegiatan di akhir pekan. Malam menyiapkan buku, souvenir seadanya, spanduk untuk kampanye literasi dgn cara manual. Tantangan terberat adalah, keharusan bangun pagi di minggu hari. Ini serasa berat sekali pada awalnya.
Edisi kali ini mengambil tema, ramoco ramulyo dgn gambar Tirto Adisuryo. Seorang pegiat literasi di masa pra revolusi kemerdekaan Indonesia.

Artinya, salah satu cara memuliakan sebuah bangsa adalah dengan cara membangun kesadaran literasi, kesadaran akan nilai nilai kemerdekaan, kesetaraan, dan spirit pembebasan. Dengan kekuatan ini, bangsa kita layak diperhitungkan oleh bangsa bangsa lainnya terutama menjadi teror bagi kesewenangan kaum penjajah. Kini, penjajahan fisik itu lebih pada hegemoni dan dominasi kebudayaan. Karena itulah, media tv yg tidak edukatif, diskriminasi, budaya inlander haruslah menjadi common enemy para pekerja literasi.
Dgn gambar Tirto Adisuryo, menuntut kita harus dedikasikan diri kita untuk belajar keras, membaca menulis dengan militan, dan bekerja keras untuk kebaikan rakyat sbg kelanjutan dari revolusi literasi Tirto.
Aksi pembebasan ini dicatat oleh Agam, salah seorang pegiat RBK dalam notes BBM. Dia menulis demikian:
"...Setelah perut terisi, sambil menghisap dalam rokoku, datang seorang bapak berpostur tinggi, memakai kaos lengan panjang dan celana pendek, merapatnya ke lapak baca tentu tanpa panggilan. Keberadaannya dilapak baca hari ini menurut cak david adalah fenomena yg belum pernah terjadi sebelumnya, bisa disimpulkan beliau adalah pemecah rekor tukang becak pertama yg mengharimpi lapak baca. Sambil ditemani gus ind, dia melihat-lihat koleksi buku yg kami sajikan, tanpa berlama lama si tukang becak tadi menjatuhkan pilihannya pada buku anak-anak, entah apa yg mendasari beliau memilih buku anak-anak tersebut, kami mencoba utk meminta alasan kenapa beliau memilih buku itu ? Dgn tegas dia menjawab "anak saya pasti senang sekali kalau saya bawa buku ini untuknya". Subhanallaah, aku dan gus ind terdiam haru.
Ternyata buku selain memberikan pengetahuan, juga bisa membahagiakan hidup seseorang. Tidak hanya itu sebagai bentuk apresiasi atas keikhlasannya, cak David langsung memberikan 1 baju dewasa, 1 baju anak" hasil dari karya para pegiat literasi ,
"Terima kasih, terima kasih, anak saya pasti senang sekali saya bawakan buku dan baju ini, " celetuknya sebelum meninggalkan kami dan tumpukan buku."
Dia mempertegas pengalaman "etnografi" ini bahwa RBK telah memberikan bukti hilangnya sekat sekat kelas sosial dalam gerakan literasi. Buku sebagai media komunikasi lintas kelompok kepentingan. Saya setuju dengan kesimpulan ini. Hari ini ada banyak ragam menusia mampir di lapak "moco gratis" mulai dari wartawan, penulis buku (memberikan buku karya sendiri), pegiat pendidikan dari AJI, temannya teman, mahasiswa, dan masyarakat umum lainnya.
Ada beberapa pengunjung juga menghibahkan bukunya di RBK pada moment on the street.
Beberapa peminjam buku masih juga ada yang kaget tentang kegiatan pinjam buku boleh bawa pulang gratis ini. Ada dua "pelangggan" pinjam buku meminta maaf belum bisa pulangkan buku yang dipinjam.
"kemanusiaan saya tersentuh" nyaris terguncang, adalah sebuah penghargaan besar mereka (ada yang bapak bapak juga ibu) datang ke "TKP" hanya menyampaikan permohonan maaf karena belum selesai membaca buku dan masih dipakai bahan menulis. Para peminjam buku ini memanusiakan para pegiat RBK dengan kesantunan meminta maaf. Dan senyum terkembang dari wajah penjaga lapak ini.

Parkir dan Kemenangan
Walaupun say sudah nego dengan petugas parkir dan mendapatkan keringan, sampai pada akhirnya saya minta pendapat di komunitas sosial lain: "sudah empat bulan tak pernah diparkir, pagi tadi para pegiat gerakan literasi didatangi pak parkir agar bayar parkir.
Diantara peminjam buku adalah tukang becak dan siapa saja tak bs disebutkan satu satu."
Kegiatan sosial saja diparkir, apa negerri ini sudah kehilangan kearifan lokal? jika ada jamaah group ini yg tahu otoritas parkir alkid,dan bisa membantu untuk pembesan parkir dilapak moco buku gratis boleh dibawa pulang ini kami akan gembira sekali."
Adapun hasil nego pagi ini adalah motor pegiat RBK tidak ditarik parkir dengan dinaikkan ke atas sisi jalan. Saya pun gembira. Tapi ada kegembiraan lainnya, bahwasanya pegiat RBK tak ada yang menggerutu gara gara harus bayar parkir. Bahkan ada salah satu pegiat yang sudah banyak berbincang dan kenal dengan "abang parkir" itu. Satu hal yang saya khawatirkan adalah pengunjung/pembaca enggan mampir kalau harus membayar parkir.
Overall, suasana hati dan perbuatan telah kita menangkan hari ini. Kita bukan masuk golongan orang yang kalah dan marah! selamat untuk teman teman pekerja literasi. Kemenangan kecil kita sudah raih setiap hari, kita akan perjuangkan lahirnya hari raya kemenangan besar.




No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK