Showing posts with label berbagi&peduli. Show all posts
Showing posts with label berbagi&peduli. Show all posts

Monday, June 29, 2015

Gathering & Bincang Muda komunitas pendidikan


By Abdullah Zed Munabari, pegiat RBK
Sabtu 27 juni 2015 menjadi sebuah hari yg penting bagi saya. Sore itu sekitar pukul 3 sore, saya mewakili Rumah Baca Komunitas menarik gas motor saya menuju universitas kebanggaan bumi Mataram, Universitas Gadjah Mada. Yap, saya menghadiri undangan sebuah komunitas di Fakultas Fisipol UGM yaitu YouSure FISIPOL UGM. Sore itu digelar lah gathering dan bincang-bincang kecil komunitas yg beraliran pendidikan dan literasi yg ada di bumi NgaYogyakarta. Kalau tidak salah, gathering itu dihadiri oleh 4 komunitas yaitu Komunitas Djendela, Buku untuk NTT, Jogja Mengajar,RBK, dan YouSure FISIPOL UGM sendiri selaku tuan rumah.
Bincang" dimulai sekitar pukul 16.00 dan dimoderatori oleh pegiat dri YouSure. Jujur saja sebagai pegiat literasi yg masih hijau, ekspektasi dan persepsi awal saya hanya sekedar memenuhi kewajiban sebagai pihak yg diundang. Saya saat hadir berfikir bahwa ini hanya kumpulan anak-anak muda yg bermimpi merubah Indonesia hanya dengan mengajar dan menyumbangkan buku. Itu terlihat agak "Memuakkan" bagi saya yg baru berkenalan dan akrab dgn pemikir-pemikir kiri seperti Karl Marx dan Antonio Gramsci. Di kepala saya saat itu yg terpikir hanya "Anda ingin merubah Indonesia?? Lakukanlah gerakan-gerakan penyadaran (pendidikan kritis), buat perubahan-perubahan radikal dan dirikan partai alternatif yg revolusioner". Anda bayangkan saja dgn persepsi seperti itu dan saya dikumpulkan dan harus berdialog dgn sekolompok orang yg bermimpi merubah dan menyelesaikan peliknya problematika negeri ini hanya dgn MENYUMBANGKAN BUKU KE PELOSOK NEGERI DAN MENGAJAR ANAK JALANAN?? Oohh betapa naifnya orang-orang ini, pikirku saat itu.
Namun, saya tetap coba jalani bincang-bincang itu dan memahami pola mikir mereka. Satu persatu komunitas mulai bercerita tentang asal usul komunitas nya masing-masing, kegiatan-kegiatan yg mereka lakukan, tantangan yang dihadapi, cerita seru hubungan mereka dgn masyarakat dan cerita unik yg lain nya. Saya pun tak ketinggalan juga bercerita tentang RBK dan segala seluk beluk tentang RBK (sebatas yg saya ketahui pastinya). RBK pun mendapat apresiasi yg cukup hangat dari peserta yg hadir, sebagaimana juga komunitas lain mendapat apresiasi itu saat bercerita tentang komunitasnya.
Sekitar 90 menit berdiskusi, bercerita dan mendengarkan pengalaman-pengalaman 3 komunitas itu, saya pun merasakan sesuatu. Ada sesuatu yg salah dalam pola pikir saya, pikir saya saat itu. Hal-hal yg sangat sederhana telah menyentil kemapanan berpikir saya. Cerita perjuangan kawan-kawan Komunitas Djendela yg mendirikan semacam tempat belajar di 2 tempat pelosok di jogja, perjuangan mereka mengajar anak-anak jalanan dibawah jembatan fly over di dekat stasiun lempuyangan, juga cerita kawan-kawan dri Jogja mengajar yg saat itu diwakili 2 siswi SMA tentang bagaimana mereka masuk ke rusun dan memberikan fasilitas belajar gratis, mengajak anak-anak utk membaca, dan tak kalah menyentilnya juga cerita pengalaman kawan-kawan dari komunitas Buku untuk NTT yg berjuang keras mengumpulkan buku untuk dikirim ke daerah pelosok NTT dgn berbagai macam perjuangan nya mulai dri mencari pihak yg bisa diajak kerja sama menyalurkan buku, mencari dana utk mengirim buku dri jogja ke NTT dan tentu saja mencari donasi buku dari berbagai pihak. Saat itu saya berpikir "Spirit macam ini?? Kenapa mereka bisa begitu yakin bahwa anak yang suka membaca semenjak kecil maka besarnya bisa menjadi orang yg berguna bagi negeri ini? Bagaimana mereka yakin bahwa bila anak-anak di pelosok NTT menjadi anak-anak yang melek membaca maka NTT bisa menjadj provinsi yang makmur dan sejahtera??
Aaaahhh saat itu alam pikir saya benar-benar 'terguncang'. Saat itu saya sadar bahwa ide-ide saya tentang melakukan pendidikan kritis dan mendirikan partai revolusioner itu akan menjadi angan-angan sampah belaka bila anak-anak negeri ini tumbuh besar dgn keterasingan dari buku. YAA, saya sadar bahwa sebenarnya apa yang dilakukan oleh kawan-kawan Komunitas Djendela, Buku untuk NTT, Jogja Mengajar adalah juga bagian dari misi RBK. Sesungguhnya, kita semua ini (komunitas & gerakan literasi) ibarat bagian-bagian tubuh yg mempunyai fungsi masing-masing yang sangat penting. Bila 3 komunitas ini berusaha mendekatkan anak-anak pada buku, hal-hal akademik, maka kita dari RBK siap mendidik dan membangun kesadaran kritis yg berbasiskan permasalahan-permasalahan di akar rumput seperti ekologi, HAM, politik, agama, ekonomi, dan budaya. Kita semua adalah bagian tubuh, yang satu sama lain nya saling menopang, membantu dan berjejaring demi bergeraknya tubuh yang ideal (Indonesia) untuk bergerak MELUNASI JANJI KEMERDEKAAN.
Gerakan literasi yang sejati pasti mengabdi pada rakjat, bukan mendidik untuk dikirim menjadi tukang korporasi yang terus melanggengkan ketimpangan dan penindasan. LONG LIFE LITERACY MOVEMENT..!!

Wednesday, June 24, 2015

Jurus Merawat Komunitas

David Efendi, Pegiat Literasi di RBK

Tulisan ini merupakan salah satu bagian dari buku yang sedang saya tulis yang saya beri judul : Bagaimana Kekuatan Apresiatif Memperkuat Komunitas yang sedianya di penghujung tahun ini harus terbit. Hal ini saya anggap sebagai kewajiban untuk membagikan nilai-nilai yang diyakini oleh penulis dan juga pegiat Komunitas perihal bagaimana kita memulai langkah menciptakan Komunitas pembelajar (1), Komunitas yang emansipatif (2) dan juga Komunitas yang mempraktikkan nilai-nilai keseimbangan terhadap semesta (ekoliterasi) atau Komunitas yang pro-ekologi (3).



‪#‎MicrobaLiterasi‬
Ketiga paradigma tersebut di atas pada merupakan hasil dari refleksi pegiat Rumah baca Komunitas (RBK) yang usianya telah melintasi tiga tahun. Di awal periode kita banyak berorientasi pada pentingnya membangun Komunitas yang mempunyai spirit pembelajar (community learning) yaitu Komunitas yang senantiasi mendorong pegiat dan masyarakt untuk berani belajar hal baru dan melawan segala ketakutan akan keterbatasan akses terhadap pengetahuan. Pada periode ini kita berikan label sebagai RBK Madzab Onggobayan. Tahun kedua, RBK banyak berupaya untuk keep in touch dengan aktifis/Komunitas yang concern dalam bidang “kelompok marginal” sehingga madzab Paris ini dikonsepsikan dengan Gerakan Literasi emansipatif. Sementara memasuki tahun ketiga di markas baru di Kalibedog, RBK menyuarakan dan menggagas gerakan ekoliterasi yang ramah lingkungan dan apresiatif tehadap budaya dan kesenian nusantara. Madzab Kalibedog masih berdinamika untuk meneguhkan jati dirinya.
Pada bagian ini penulis berusaha sebisa dan seorisinil mungkin menceritakan apa sebenarnya yang menggerakkan pegiat RBK, bagaimana nilai-nilai memberikan konstribusi bagi denyut nadi kehidupan Komunitas, serta jurus-jurus lain yang dianggap mampu merawat dan menciptakan soliditas Komunitas. Tentu, ini hanyalah sepenggal ‘kemenangan kecil’ yang setiap hari pegiat RBK ukir bersama dan bila hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi Komunitas lain atau inisiator Komunitas baru tentu adalah suatu kegembiaraan tersendiri bagi saya, sebagai bagian dari Komunitas RBK. 
Perintah membaca dalam surat al-qalam tersebut ditafsirkan oleh Quraish Shihab sebagai aktifitas yang terdiri dari membaca, menyimak, memahami, dan meneliti. Artinya, dimensi perintah membaca ini lebih luas dari sekedar membaca secara tekstual tetapi adalah bagian dari perintah agar manusia menggali hasanah ilmu pengetahuan yang tersedia di alam semesta ini. 
Dalam surat berbeda, kalau tidak salah dalam surat Thoha:114 berbunyi; “ dan katakanlah (olehmu Muhammad, “ya tuhanku, tambahkanlah diriku ilmu pengetahuan.” Ini semakin membenarkan bahwa perintah membaca adalah sama dan sebangun dengan perintah untuk memperkaya ilmu pengetahuan sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Karena manusia adalah khalifah dimuka bumi, maka sudah sepatutnya dalam jiwanya ada kebijakan untuk membina hubungan baik dengan sesame dan juga upaya sungguh-sungguh untuk melestarikan keseimbangan ekologi (hubungan dengan lingkungan). Bulan Ramadan benar-benar menjadi media untuk reflektif asal-muasal penciptaan ilmu pengetahuan dan juga bulan untuk diisi dengan kegiatan yang dapat mendayagunakan pengetahuan untuk kemanfaatan sebesar-besarnya untuk kehidupan. 
Hal ini dapat diartikan bahwa membaca adalah manifestasi dari keimanan (teologi) maka seharusnya membaca itu harus diperkuat dengan semangat theologis—membaca bukan aktifitas lahiriah semata tetapi menjadi bagian dari ibadah yang sangat penting. Ibadah yang didasari oleh ilmu pengetahuan tentu akan jauh lebih berkualitas. Dan kita pun harus memamahi paradigm al-quran, bahwa membaca itu bukan hanya memahami apa yang tersurat (eksplisit; tekstual) tetapi juga memahami dimensi yang tersirat (implisit) yang jauh lebih luas. Dengan demikian, aktifitas membaca atau gerakan literasi mempunyai pijakan ideology yang inklusuf karena ilmu pnegetahuan itu sejatinya mempersatukan beragam keyakinan theologi. Sangat mungkin, rendahnya budaya membaca bangsa Indonesia mempunyai korelasi dengan kehampaan theologis terkait pentingnya membaca. 
Mengamini Pratiwi Retnanigdyah yang menuliskan bahwa “Budaya membaca menjadi salah satu sebab negara seperti Jepang, Amerika atau Australia menghasilkan berbagai inovasi” tentu kita kemudian menganggap buku adalah sumber pengetahuan yang sangat berharga. Hal ini kemudian mengantarkan kita bahwa aktiftas di dunia literasi merupakan public values atau hal yang sangat bernilai bagi suatu bangsa. 
Paradigm beragama yang kritis (di atas level kesadaran magic dan Naif) akan mengantarkan kepada aktifitas yang mampu menyatukan antara yang transeden dan yang profane, antara keberpihakan kepada nilai-nilai ajaran agama dengan kemanusiaan. Hal ini pun berlaku dalam konteks aktifist literasi yang mana nilai-nilai perjuangan adalah sebuah keniscayaan. Di RBK saban hari kita diingatkan oleh (1) pentingnya nilai-nilai kemanusiaan (humanism) atau meminjam bahasanya Paulo Friere yaitu Komunitas yang mampu dan berusaha memanusiakan manusia. Tidak ada atasan dan bawahan, kalau pun struktur pembagian tugas ada tidak berarti salah satu bagian menjadi subordinasi lainnya dalam pola industrial yang eksploitatif; (2) nilai-nilai menghargai sesame pegiat sehingga pola relasi menjadi nyaman dan menggembirakan; (3) nilai-nilai kejujuran sejak dalam pikiran; (4) nila-nilai dan praktik yang pro-lingkungan sehingga dalam kehidupan sehari-hari. 
‪#‎menghimpun‬ kekuatan (yang ada)
Komunitas yang sehat menurut hemat saya adalah Komunitas yang mampu memberdayakan kekuatan sendiri, kemampuan pegiatnya, dan juga kekuatan jaringan yang sudah dimiliki. Mental berdikari yang pernah diajarkan oleh Bung Karno dalam Trisakti merupakan nilai-nilai kekuatan yang layak kita pertahankan. Hal ini menjadikan kita terus menerus percaya terhadap nilai-nilai kerelaan (voluntary) sebagai modal sosial sekaligus kekuatan moral yang tidak mudah dipatahkan oleh godaan materi dan ketenaran.
Doc/rbk/reboan di FE UII

Seringkali ada pertanyaan mengenai dari mana sumber dana untuk mengoperasikan beragam kegiatan di RBK. Dan tentu saja ini tidak mudah memberikan penjelasan karena kadang kita bicara kerelaan di zaman sekarang menjadi klise dan utopia sehingga seringkali saya harus sedikit hati-hati untuk menghindari ‘lebay’ ketika kita menunjukkan bahwa di Komunitas ini masih hidup ‘jiwa kerelawanan’ dan peduli kepada Komunitas. Jujur, RBK belum pernah mengajukan pendanaan ke lembaga pemerintah maupun swasta. Selama tiga tahun, RBK dihidupi oleh pegiat dan simpatisannya. Oleh pengurus dan keluarganya. Karenanya, terima kasih tak terkirakan atas dukungan kepada keluarga pegiat di mana pun berada. 
Mengapa kita tidak menjalankan saran orang agar kita ‘menjual’ proposal ke lembaga tertentu untuk mendapatkan dana? Salah satu alasannya adalah kita ingin menjadi gerakan rakyat yang tumbuh alamiah dan tidak bergantung kepada Negara. Negara bukan musuh kami, tetapi pegiat RBK ingin memberikan sumbangsihnya dengan terus menerus memperkuat apa yang kita miliki, apa yanga da di pikiran, jiwa, dan raga penggiatnya.
‪#‎Spirit‬ Microba (Bersahabat dengan siapa saja)
jika dalam tanah terdapat jasad renik yang disebut microba yang jumlahnya tak terhitung yang bertugas mengubah berbagai polutan kurang berbahaya menjadi lebih atau sangat berbahaya maka microba literasi juga mempunyai tugas mengubah energi positif anak bangsa melalui buku-buku untuk menjadi kekuatan baru yang lebih berbahaya untuk memagari republic ini dari kerusakan. Energy positif berupa microba literasi lambat laun, karena kekuatan berlipatganda, akan mentsransformasikan bangsa menjadi bangsa yang berdaya dengan rakyat yang berdikari.jika literasi menjadi endemic tentu benih-benih pohon kebangsaankita akan tumbuh dengan suburnya. Ini adalah spirit yang menjadi motivasi sekaligus kekuatan dalam diri.
Pekerja dan pegiat literasi tak boleh merasa kesepian walau faktanya dunia literasi adalah dunia sunyi tanpa sorakan. Tetapi dinamika dalam Rumah sunyi sebanarnya adalah suara adzan untuk menyiapkan generasi yang tercerahkan menghadapi zaman yang terus menerus menggerus kekuatan sosial. Dengan terus menerus menjaga pertemanan, jejaring, dan komunikasi melalui beragam media adalah bagian penting agar gerakan literasi tak mati sebelum berkembang. “siapa saja dapat menjadi penggerak literasi.”, pesan singkat Dauzan Farook (aktifis literasi asal Kauman) yang mendedikasikan dirinya sampai usia senja dalam membangkitkan minat membaca masyarakat Yogyakarta. 
Kekuatan persahabatan adalah ‪#‎microba‬ literasi yang sangat vital. Gerakan literasi baru hendakanya tidak membangun sentral yang menjadikan gerakan kecil lainnya kehilangan optimismenya. Gerakan literasi baru nan segar harus berani mengatakan bahwa untuk menjadi pegiat literasi itu tidak sulit, untuk membangun dan mengembangkan Komunitas literasi itu sederhana dan muda. Jadi ada dilemma, kalau kita terlalu maju sebagai sebuah Komunitas, belum tentu orang akan antusias mengikuti apa yang kita lakukan. Menjadi Komunitas yang kreatif di bidang literasi artinya gerakan kita nyata, dinamis, dan mudah direplikasi di tempat lain.

‪#‎Memberikan‬ Penghargaan
Komunitas informal dapat mengadopsi beragam pengetahuan yang inofatif untuk menjaga keberlangsungan hidupnya. Ilmunisasi Komunitas atau pengilmuwan Komunitas adalah suatu keniscayaan bagi gerakan literasi. Dalam kegiatan obrolan “renstra” RBK pada tahun 2014, awal di Kalibedog, kita memperkenalkan secara detail pendekatan Apresiatif Inqury (AI) yang digagas oleh Cooperider (2005) dalam merawat dan mengelola Komunitas. AI ini dapat berfungsi sebagai metode penelitian sekaligus menjadi praktik interaktis dalam mengelola Komunitas “sosial.” Dalam kasus Eropa dan beberapa Negara lainnya, metode ini kerap kali dipakai oleh pekerja sosial untuk mendapatkan beragam pembaharuan sosial (social innovation). Contohnya untuk meyakinkan kepada pemerintah bahwa penjarah bukanlah tempat yang terbaik untuk anak-anak pelaku “kriminal”. Begitu juga panti asuhan (institutional Care). 
Pendekatan apresiatif merupakan pendekatan yang berbasis pada kekuatan organisasi/Komunitas (strength-based) dimana sebuah managemen perubahan dimulai dari menghargai capaian/situasi apa yang ada (appreciate), kemudian membayangkan apa yang bisa diperkuat dari yang ada (imagine), lalu berikutnya adalah membayangkan apa yang seharusnya (determine), dan berakhir pada upaya sungguh-sungguh untuk menciptakan hal baru yang dimimpikan (create). Pola ini menurut penulis sangat mungkin dapat dipekerjakan di alam Komunitas yang mengedepankan aspek voluntarism. Membangun dari kekuatan yang ada itu berarti tidak mengeluhkan apa yang tidak ada dan seharusnnya ada tetapi spirit optimis. Dari pada terus menerus mengutuk kegelapan dan persoalan, akan sangat baik untuk memulai menyalakan api (walau kecil). Inilah ilham terbesar dari gerakan literasi di RBK yang dipelihara dengan nilai-nilai apresiatif. 
sharing is caring dan Sharing is power. Mantra itu seringkali diungkapkan dalam beragam poster dan tulisan di RBK sebagai pengingat bahwa tugas seorang aktifis pembaharu sosial adalah terus menerus memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada sesama. Tidak pernah lelah untuk menyumbangkan pengetahuan, energinya, dan segala yang kita miliki untuk memajukan masyarakat. Di RBK, kekuatan sharing ini mewujud pada pola pinjam meminjam buku, perpustakana jalanan, penitipan buku di RBK, dan arisan tulisan yang ada di website www.rumahbacakomunitas.org. kekuatan sharing adalah kemenangan yang seharo-hari kita peroleh. 
Dalam pengelolaan Komunitas, sharing beragam kekuatan dan ide gagasan merupakan hal yang sangat berharga. Hal ini yang akan memberikan konstribusi akan munculnya beragam ide segar, kebaruan, dan praktik yang menunjukkan kekompakan Komunitas. Sharing adalah bagian dari refleksi yang juga hal sangat mendasar dalam menjaga Komunitas bekerja dengan penuh makna/nilai di dalamnya. 
Selain itu, tugas dan kewajiban kaum intelektual terdidik adalah belajar dan belajar untuk rakyat. Pengetahuan yang kita peroleh adalah modal besar yang kita meliki untuk senantiasa berdiri dan berpihak kepada rakyat. Itu yang musti kita lakukan jika tidak mau menyandang sebagai pengkhianat intelektual. Sebagai penutup, bagi pegiat literasi dan siapa saja penting untuk melihat spirit berbagi RBK: “Jika kita tak mampu memberikan buku kepada khalayak ramai, setidaknya kita bisa mengantarkan buku-buku sampai kepada orang tua asuhnya, para pembacanya. Inilah yang bisa kita lakukan hari ini dan selamanya.”. Demikian sharing ini. Teirma kasih dan selamat berdiskusi dengan gembira. ‪#‎ayoMoco‬ dan ber#Microba
)* Tulisan berupa draft ini disampaikan dalam diskusi Reboan sebagai pemantik di arena Podjok Batca bekerjasama dengan RBK di FE UU 24 Juni 2015.
Referensi/bacaan lanjutan
Cooperrider, D.L. And Whitney, D. 2005. Appreciative Inquiry: A Positive Revolution in Change. In P. Holman and T. Devane (eds.), The Change Handbook, Berrett-Koehler Publishers, Inc., 245-263.
Homat, George. 2011. Mencipta Kenyataan Baru: Panduan
Visioning dan Perencanaan Pemenuhan Hak Dasar: Pendekatan Appreciative Inquiry. Kupang, Perhimpunan Pikul.juga dapat diakses di http://www.perkumpulanpikul.org/…/mencipta-kenyataan-baru-p…
Retnaningdyah, P. artikel. Meningkatkan Minat Baca Ala sekolah Austrlian dari sumber http://www.radioaustralia.net.au/…/meningkatkan-min…/1408053 diakses tanggal 21 Juni 2015.
Whitney, Diana dan Trosten-Bloom, Amanda. 2010. The Power of Appreciative Inquiry. Berrett-Koehler Publishers

Monday, April 27, 2015

Perpustakaan Jalanan dan Ikhwal Podjok Batca

Perpustakaan Jalanan dan Ikhwal Podjok Batca

Oleh Luthfi ZK, pegiat literasi Podjok Batca & RBK

Kemarin, Minggu 26 April adalah kesekian kalinya aku bergabung bersama teman-teman relawan Rumah Baca Komunitas dalam kegiatan Perpustakaan Jalanan (RBK on the street) di Alun-alun Kidul. RBK on the Street merupakan salah satu program Rumah Baca Komunitas yang untuk memberikan akses bacaan kepada siapa saja dengan cara mendatangi pembaca. Membuka lapak pinjam buku gratis tanpa jaminan apapun kecuali rasa saling percaya.

Pada awalnya aku merasa sanksi dengan kegiatan RBK on the street. Aku curiga kegiatan ini tidak akan berlangsung lama karena buku-buku yang dipinjamkan hilang atau tidak kembali. Sebab peminjam buku tidak meninggalkan jaminan apapun, kalau mereka tidak mengembalikan buku pinjamannya tidak bisa dilacak, ya sudah berarti hilang. Perkara itu pernah aku tanyakan, "apa tidak takut kalau nanti buku Rumah Baca Komunitashabis karena tidak dikembalikan oleh peminjamnya?" Kata Relawan Rumah Baca Komunitas, "kalau takut terus nanti kapan bergeraknya, gerakan literasi tidak akan berjalan kalau terus dihantui ketakutan. Nanti kita akan ragu-ragu terus dan buku-buku hanya dinikmati oleh segelintir orang saja."

Kenyataannya dimulai dari akhir tahun 2014 sampai saat ini RBK on the Street konsisten melakukan kegiatannya setiap minggu pagi. Bukunya bukannya berkurang justru bertambah. Barangkali benar jika ada yang mengatakan bahwa ketulusan itu menular. Pelanggan buku di RBK on the Street bukannya tidak mengembalikan buku pinjamannya. Mereka malah memberikan buku-buku koleksinya untuk dikelola RBK, disosialkan. Seperti kemarin, RBK on the street menerima dua puluhan buku dari peminjamnya untuk dikelola. Kesanksianku ternyata meleset.

Terjalin hubungan yang akrab dan rasa saling percaya antara relawan dengan pelanggannya. Aku menyebut pelanggan bukan karena relasi yang terjalin adalah relasi jual beli, perdagangan. Susah menemukan padanan kata lain untuk menggambarkan peminjam buku di RBK on the Street. Sebab mereka tidak hanya berkunjung sekali-dua saja. Sebagian rutin datang ke RBK on the street. Seperti bapak yang aku lupa namanya, ia sudah cukup berumur yang terlihat dari keriput mukanya dan uban yang menutupi kepalanya, selalu datang ke RBK on the street menggunakan sepeda tuanya untuk mengembalikan buku pinjaman serta meminjam lagi. Para relawan RBK on the Street hafal, bapak ini pengagum berat Pramoedya Ananta Toer. Hampir semua koleksi Rumah Baca Komunitas tentang Pram, ia lahab habis. Setiap minggu selalu ada hal baru yang bisa diambil pelajaran darinya.

Ada lagi ibu beserta anak perempuannya yang juga rutin pinjam-mengembalikan buku-buku di RBK on the Street. Bahkan pernah suatu kali, dengan jenaka si ibu "marah-marah" karena RBK on the Street tidak membuka lapaknya. Si ibu terlanjur datang ke sana bersama anak perempuannya. Sesampainya di Alun-alun Kidul bukan lapak RBK on the Street yang didapatinya melainkan segerombolan pemuda penuh energi yang meraung-raungkan knalpot motornya -- bertepatan dengan konvoi PPP.
Tak hanya sampai di situ. Virus ketulusan Rumah baca Komunitas menyebar sampai Condong catur. Jika biasanya virus itu melemahkan bahkan mematikan. Virus ketulusan Rumah Baca Komunitas malah semakin menguatkan niat dan tekad segerombolan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia untuk melakukan gerakan literasi yang kurang lebih sama dengan RBK on The Street. 

Awalnya segerombolan anak muda itu dihinggapi ketakutan dan keragu-raguan, bagaimana kalau nanti buku-buku yang mereka pinjamkan rusak atau hilang. Sampai kemudian segerombolan anak muda itu berkunjung ke RBK on the Street. Berdiskusi ringan ihwal kegiatan RBK on the Street serta orientasi yang melatar belakanginya. Mendengarkan cerita mereka, segerombolan anak muda itu mantep untuk segera mengeksekusi idenya.

Eksekusi ide itu berwujud Podjok Batja. Lapak pinjam buku gratis tanpa jaminan dan pojok kumpul untuk berdiskusi, membacakan puisi, prosa, maupun sekedar lihat-lihat buku saja, setiap hari rabu di FE UII.

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK