Tuesday, May 19, 2015

Hak Manusia Dalam Simbol Demokrasi dan Pan-Islamisme

Oleh : Hanapi, Pegiat Literasi di RBK

“Humanisme telah mati, Iman Muslim Banyak telah karat dan membusuk, kejahatan genosida dibiarkan, Barat telah membohongi kita dengan Ham dan Demokrasi”(Hanapi).
          Hak Asasi Manusia merupakan hak yang dimiliki oleh manusia untuk hidup dimuka bumi ini, dengan mendapat perlakuan yang baik disetiap bangsa-bangsa, selama masih mematuhi aturan dalam suatu Negara, hak ini bukti Tuhan sebagai Pencipta ingin menjaga manusia agar lepas dari penindasan batas wilayah, legal formal, perbedaan agama, ras, etnis, suku, dan lain sebagainya, hari ini kejahatan internasional terjadi lagi, berita-berita di media massa tidak menjad fokus dalam menyadarkan masyarakat tentang kejamnya Negara-negara di dunia yang menolak menyelamatkan muslim Rohingya yang ter-usir dari wilayahnya, tindakan pemerintah atau apapun itu di Myanmar membuat kita harus sadar bahwa manusia mempunyai hak untuk tinggal dimuka bumi ini, barat sebagai peradaban yang selalu mendengungkan HAM hanya diam tanpa tindakan menyelamatkan jumlah manusia yang menjadi korban penindasan, banyak-banyak Negara yang menolak kehadiran muslim, padahal dalam ajaran islam muslim bersaudara, bahkan ada paham yang menyatakan bahwa masyarakat muslim harus bersatu atau bersaudara, paham Pan-Islamisme hari ini hanya simbol yang telah hilang artiNya, Peradaban barat yang dikenal dengan dengungan HAM dan Demokrasi, membiarkan nyawa-nyawa tak berdosa menjadi khiasan laut, dan korban makanan angina,badai, serta ikan laut.
          Situasi dan kondisi di Myanmar yang tidak menerima kehadiran Muslim Etnis Rohingya membuat masyarakat muslim ini harus mencari tempat untuk tinggal, dalam kehidupan modern yang sangat beda dengan kehidupan primitive, dimana bangsa-bangsa telah memiliki batas wilayah sehingga tidak bisa melakukan perpindahan tanpa surat izin atau meledak secara cepat, bumi yang luas ini, seperti bumi yang kecil, manusia yang jumlahnya banyak sebagai manusia ditolak oleh banyak Negara, kejahatan dilakukan Negara terhadap kemanusian tidak bisa dibiarkan, Negara muslim seperti Malesyia juga menolak, Indonesia sudah mulai mengatakan
         “bahwa jumlah telah terlalu banyak, tidak bisa menerima lagi”, Eropa yang maju dengan teknologi dan kaya dengan uang kapitalisme sekarang diam, diam ditelan neraka jahanam, semangat atau paham humanisme tidak untuk masyarakat muslim sepertinya padahal ketika islam Berjaya, masyarakat muslim dilindungi dengan sebaik-baiknya, banyak contoh yang bisa kita berikan bagaimana Muhammad Al-Fatih yang menundukkan Konstatinopel tanpa membunuh nyawa-nyawa tak berdosa, islam sangat memanusiakan manusia, jika islam diam bukan kesalahan islam, islam tidak akan bergerak tanpa manusia karena islam sebuah ajaran, manusia yang beragama islam seharusnya bertindak ketika melihat kejahatan, disitulah prinsip “Amar Makruf Nahi Mungkar”, ditegaskan dalam Surah Al-Imron Ayat 104 berbunyi: “Hendaklah suatu golongan mengajak pada kebaikan dan mencegah yang buruk maka merekalah orang-orang yang beruntung”, mana golongan ini, perintah Al-Qur’an hanya menjadi stempel untuk mendapat surga, padahal ada yang lebih berharga dari surga kedamaian dunia ini, berhentinya penindasan disetiap Negara, jika kita melakukan kebaikan dunia maka surgapun pasti datang kepada kita.

            Peradaban islam memang telah runtuh kekuatannya tetapi lempeng-lempeng sisa itu masih tersisa, kalau mereka mau bersatu setiap Negara muslim dengan kerjasama yang islami maka kejahatan dan pendiaman dalam tindakan terhadap kemanusiaan pasti masalah seperti kasus etnis Rohingya bisa diselesaikan, ulama-ulama, pemikir, pemikir seharusnya membela tindakan ini, menggerakkan organisasi kemanusian untuk bertindak, ketika barat diserang banyak yang peduli ketika muslim diserang kenapa semua Negara menutup mata, kenapa nyawa muslim dianggap tak berharga? Nyawa manusia sama, memiliki darah, butuh makanan, butuh hidup yang layak seperti manusia, hentikan deskriminasi atas nama batas geografis dan lain sebagainya, Alam dan Bumi ini milik Allah, ingat setiap pemimpin dan ulama bahkan masyarakat muslim akan ditagih pertanggungjawabannNya terhadap kejahatan yang dilakukan maupun dibiarkan, ini bukan khutbah, ini bentuk kepedulian sebagai pemuda muslim yang memiliki cita-cita kedamaian dunia tanpa perbedaan barat dan timur, dalam Surah Hujarat Ayat 13 yang Berbunyi: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” dari Surah ini menunjukan bahwa Allah menciptakan manusia untuk kebaikan.

17 Tahun Reformasi: Mitos Pembangunan, Krisis Lingkungan, dan Narasi Perempuan

Oleh: Imawan Hanapi, Pegiat RBK

  Reformasi telah dimulai pada tahun 1998 dengan terbuktinya lengsernya pemerintahan Soeharto yang refresif dan keras dalam melaksanakan pembangunan di indonesia, reformasi dalam berbagai sektor terjadi dengan tuntutan oleh berbagai elemen bangsa, untuk melakukan reformasi dalam bidang kehidupan, baik bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya, reformasi  telah bergulir dalam jangka waktu yang panjang, 17 Tahun Reformasi namun pembangunan tak mesejahterakan, pola pembangunan dengan pendekatan manajemen publik belum mampu membuat masyarakat semakin mandiri dan kuat, manajemen publik yang lebih corak berpihak pada sektor swasta, pemerintah Jokowi-Jusufkalla telah mulai mengarahkan kepada pembangunan yang memenuhi tuntutan rakyat, kebijakan ekonomi yang Neo-liberalis telah merusak sendi pembangunan ekonomi indonesia, Hari ini Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dalam acaranya menyelenggarakan Seminar: “17 Tahun Reformasi: MItos Pembangunan, Krisis Lingkungan, dan Narasi Perempuan”, catatan perjuangan ini berusaha untuk merangkum acara seminar ini dengan analisis sosial yang akan penulis lakukan, dengan pendekatan teori yang sekiranya belum disampaikan oleh para pakar di acara seminar ini, pakar yang akan berbicara di seminar ini yakni: Tarli Nugroho, Ane Permatasari, Ciptaraningrat Larasati dan Halik Sandera.
          Pakar yang menyampaikan pertama dalam acara ini yakni: Bapak Halik yang akan menyampaikan “krisis lingkungan dan pembangunan”, Indonesia memiliki peraturan undang-undang dasar 1945, sebagai sarana untuk melihat aspek lingkungan hidup, “UjarNya”, di daerah rembang sumber daya masyarakat menjadi hak untuk masyarakat menikmatinya, perlawanan yang dilakukan masyarakat rembang dan ibu rembang yang bertahan di tenda-tenda, proses intimitasi dan kekuatan terus mereka lakukan, Kata Pak        
           Halik, Peraturan yang dicantumkan dalam lingkungan hidup dan hak asasi manusia sudah tercantum, Indonesia punya undang-undang tentang hak lingkungan hidup, dalam pasal 1945 hak tentang akses lingkungan hidup baik informasi dan lain sebagainya,  ada tiga tahapan periode aturan lingkungan hidup yang dimulai pada tahun 1987 tentang pokok-pokok lingkungan hidup, pada Tahun 1997 tentang cara pengelolahan lingkungan hidup yang baik, ujarnya”, Menurut Pak Halik penyebab krisis lingkungan ialah dukungan kebijakan pemerintah dan para sektor swasta dengan pertimbangan amdal, Alih fungsi lahan, pencemaran dan degradasi hutan dan deforestasi, lahan yang banyak rusak menyedihkan bagi masyarakat indonesia, program MP3I hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sektor industry dan mempercebat kebijakan ekonomi liberalis, UjarNya, Pak Halik memberikan contoh masyarakat betawi di Jakarta yang mulai tergeser oleh pembangunan, di Jakarta penurunan tanah dijakarta sudah terjadi, kiblat pembangunan dengan konsep dengan metropolitan dan megapolitan membuat krisis kelingkungan yang pasti terjadi, UjarNya, dibeberapa wilayah penyebab krisi lingkungan hidup dan perubahan iklim yakni: kebijakan Negara, absennya peran Negara, praktek buruk, UjarNya, di dalam penyusunan dokumen amdal dan analisis dampak lingkungan adanya titipan pihak-pihak tertentu teruma pihak swasta, UjarNya, ada tiga prinsip menuju keadilan ekologis yaitu: Metidasi dan Adapstasi dalam artian mengembalikan alam ini sesuai dengan hakikatnya, Aksi merubah gaya hidup, mengawal kebijakan, Kata Pak Halik Sandera, dari paparan Pak Harli menunjukkan jeleknya kinerja pemerintah dan patologi pemerintahan yang masih banyak di indonesia, lagi-lagi reformasi dipertanyakan perjalanannya, kekayaan alam yang ideal dalam pengelolahannya hanya sebuah isu belaka tanpa pembuktian yang nyata demi mewujudkan kesejahteraan rakyat yang merupakan tugas Negara dalam kehidupan ini, eksistensi Negara dalam lingkungan hidup semakin pudar dengan melihat kondisi indonesia hari ini, model pembangunan yang tak berpihak pada perekonomian rakyat yang dilakukan Negara sebagai tindakan yang mulai membunuh warga masyarakatnya sendiri, saya ingin mengatakan hari ini bahwa pembangunan prespektif islam dan pengelolahan lingkungan hidup yang islami semakin dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah ini dengan jumlah penduduk indonesia yang mayoritas muslim, muslim yang paripurna akan menjaga lingkungan hidup tapi sayangya para elit pemangku kekuasaan hanya diam melihat kehancuran yang mulai menyiksa.
          Selanjutnya Pemeparan ini akan disampaikan oleh Ibuk Ane Permatasari dengan kata yang menyangkut Jihad Konstitusi Muhammadiyah, berbicara tentang lingkungan hidup di indonesia banyak sekali masalah, hukum indonesia yang tumpul ke-atas dan tajam kebawah, UjarNya, jihad konstitusi yang dilakukan Muhammadiyah, kita mengetahui banyaknya peraturan di indonesia baik undang-undang, dengan adanya otonomi daerah pemerintah daerah, kita sering melihat bahwa pembuatan undang-undang ini tidak lepas kepentingan individu maupun golongan, Kata Buk Ane, ada beberapa peraturan undang-undang yang digugat tentang penetapan calon nomor urut, aktivis perempuan berusaha memperjuangkan agar perempuan dapat duduk pada nomor urut pertama, Kata Buk Ane, usaha menggugat pasal-pasal telah lama dilakukan, Jihad konstitusi dengan konsep, kerja keras, kerja cerdas dan kerja dengan ikhlas, Jihad Konstitusi, Muhammadiyah bisa memenangkan kepada MK undang-undang tentang migas, PP migas diganti deng Sk Migas, UjarNya, pergantian ini hanya pergantian kesing saja, Muhammadiyah berhasil dengan mengganti atau dapat merubah undang-undang tentang Sumber Daya Air, Pasal yang diajukan oleh Muhammadiyah pasal Jantung, pasal yang urgensinya sangat penting, Kata Buk Ane, Majelis lingkungan Muhammadiyah melakukan usaha cepat untuk melakukan pembuatan Draf sumber daya yang baru yang bermanfaat untuk masyarakat, UjarNya, salah satu contohnya air yang dipaparkan Ibuk Ane tentang komersilnya undang-undang air, berbicara tentang Jihad Konstitusi sudah dilakukan dari masa lalu, Kata Buk Ane, setelah pembatalan undang-undang sda ini Muhammadiyah mulai bergerak pada undang-undang lainnya, Jihad Konstitusi Muhammadiyah merupakan gerakan Amar Makruf Nahi Mungkar untuk menempatkan kebijakan publik pada tempatnya, Kata Buk Ane,
          Mbak Larasati selanjutnya yang akan memaparkan materinya, mitos pembangunan ini melihat kesejahteraan ini untuk siapa?, kesejahteraan ini menjadi semacam legitimasi untuk memuluskan pasar kata Buk Laras, Narasi pembangunan yang banyak menyingkirkan perempuan.

Kritikan Anak Negeri: Hanapi
               Reformasi yang telah bergulir dalam jangka waktu yang lama tidak juga membawa perubahan yang nyata, kini reformasi hanya dongeng dalam cerita-cerita harapan rakyat yang tak kunjung tiba, ekonomi yang liberalis menjajah, ideology yang mulai terkikis menunjukkan bahwa reformasi tak membawa perubahan, cita-cita reformasi yang ideal masih jauh dari tujuannya, pembangunan terus dilakukan oleh pemerintah baik melibatkan swasta maupun masyarakat, pembangunan  yang dilakukan pemerintah lebih banyak menguntungkan kepada pihak swasta, dinamika hubungan pemerintah yang jelek dengan masyarakat, sangat jelas, terlihat dalam kebijakan publik yang tidak berpihak pada rakyat, pembangunan yang merusak aspek kemanusian, terutama kalangan wanita, di era sekarang wanita menjadi hiasan kesenangan nafsu dunia pembangunan yang tak punya rasa kemanusian, perempuan yang semakin setara kedudukannya namun semakin bertindak diluar batas kewajiban sebagai perempuan, indonesia adalah Negara yang penduduk mayoritas muslim, wanita yang seharusnya menjadi kekuatan untuk menutupi kekuatan asing, sekarang mulai masuk dan terperangkap dalam budaya asing sendiri, urgensi perempuan dalam bidang pembangunan sangat penting, berkat wanita yang sholeha banyak peradaban islam yang maju, kehidupan pembangunan dengan landasan kesejahteraan hanya kebohongan penguasa untuk kepentingan politik.

          Melihat kenyataan ini, berbagai organisasi islam mulai bergerak, salah satunya Muhammadiyah yang sedang mengkumandangkan “Jihad Konstitusinya” demi kebaikan rakyat, ditengah rusaknya Negara, krisisnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, islam menunjukkan kewajibannya, perjuangan dijalan yang lurus, jalan kebaikan umat semakin bergerak, kekuatan ini tidak boleh diremehkan, jenuhnya masyarakat dengan investasi yang merugikan, hukum yang membunuh keadilan dan kebenaran rakyat, maka keberpihakan rakyat kepada islam semakin tinggi, lingkungan hidup yang rusak akibat pembangunan telah banyak terjadi, lagi-lagi pemerintah indonesia masih diam, duduk dikursi uang rakyat, pemerintah hidup mewah tanpa malu, bahwa mereka makan uang pajak yang berasal dari rakyat, kebenaran tetap kebenaran, rakyat semakin berharap dengan demokrasi maka pembangunan memang sesuai harapan rakyat bukan mitos atau kebohongan.

Dari Max Lane, Generasi Sekarang, dan Buku Kiri: Sedikit Jawaban Untuk Pertanyaan Papa

Oleh: Fauzan Anwar Sandiah

Lane dalam Unfinished Nation (2014) memberi sedikit inspirasi untuk membaca apa yang terjadi pada generasi manusia Indonesia pasca tahun 1990.  Tesis utama Lane dalam bukunya tersebut memang membicarakan sebab-musabab kejatuhan Soeharto bukan oleh kontradiksi oligarki, atau semacam krisis Asia tahun 1997, melainkan apa yang disebut Lane dengan “Kepeloporan Politik”. Namun ada beberapa pembahasan dengan maksud reflektif, dan proyektif Lane memberikan beberapa inspirasi yang menarik. Misalnya seputar analisis mengapa ide-ide progresif kelompok massa yang meruntuhkan rezim Soeharto tidak berlanjut. Dan yang paling penting adalah membaca kondisi generasi sekarang sebagai kelanjutan dari proses historis yang panjang.

Konsep kepeloporan politik sempat beberapa kali menjadi perbincangan. Termasuk dalam massa Mahasiswa di kampus-kampus misalnya dalam demonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Tetapi, konsep kepoleporan dan basis massa yang masif jarang terjadi. Amien Rais pernah menganalisis bahwa fenomena itu menunjukkan ketidakmampuan mahasiswa atau aktor intelektual untuk mengemas isu, dan yang paling utama adalah objektivikasi isu. Mahasiswa gagal menyadarkan masyarakat tentang proses-proses kapitalisme yang berjalan dalam kehidupan pasca reformasi. Lane juga tidak memungkiri hal tersebut, tetapi dengan nada optimis dia menyebut ini sebagai “Periode Baru Mobilisasi” (hlm.472).

Satu hal yang juga menarik, Lane menulis begini, “Saya sudah menjelaskan bahwa tak ada unsur-unsur yang tersisa dari aksi massa berideologi kiri 1900-1965, selain sentimen populis yang dicerminkan oleh kata rakyat dan Soekarno” (hlm. 489). Rezim Soeharto sudah berupaya mati-matian untuk menghapuskan kata “buruh” karena berkonotasi dengan perjuangan kelas dan menggantinya dengan “pekerja” atau “karyawan” serta menghapuskan ideologi dari percaturan diskursus. Hal itu bagi Lane menjadi jembatan untuk menjelaskan apa yang terjadi pada hari ini. Termasuk apa yang terjadi pasca reformasi tahun 1998.  

Satu hal yang jelas bahwa di era pasca reformasi, perilaku sewenang-wenang, pemiskinan, semakin kasat mata, dan dengan demikian tidak dibutuhkan alat bantu apapun untuk melihatnya. Tetapi mengapa populasi generasi muda tidak sadar dengan proses tersebut? atau mengapa justru generasi muda dengan tangan terbuka siap menjadi buruh dengan gaji berapapun asal bisa membeli gadget, menikmati liburan, dan seakan tanpa malu berfoto ria di kedai atau pusat perbelanjaan yang dibangun atas darah masyarakat lokal? Dan merasa telah berjuang bagi bangsa Indonesia karena demo menolak SPP naik atau karena melakukan kuliah kerja nyata di pedesaan, atau karena telah menjadi voluntir mengajar di daerah kumuh? Dan setelahnya kehabisan napas untuk berusaha kontemplatif?.

Generasi itu, generasi yang memuja komoditas olahan dan memuja “nilai tambah” barang daripada mempelajarinya atau memproteksinya sebab ekses masa depan yang menghancurkan. Maka kehadiran generasi muda lain yang sedang belajar untuk memahami realitas, mencoba upaya-upaya untuk diskusi, membaca buku, sebenarnya sedang menjalankan proyek yang paling tidak, sedikit mengerem kerusakan akut.

Anarkisme sangat kecil hidup dari generasi-generasi ini hanya karena mereka membaca buku kiri atau karena terlibat dalam aksi-aksi protes dengan petani rembang misalnya. Hanya karena tekun dengan Das Capital Karl Marx atau Anti-Duhrin Engels mereka tidak akan menjadi seorang anarkis, pemberontak, atau malas kuliah serta menolak menjadi karyawan. Lebih daripada itu, mereka menjadi generasi yang mencoba secara epistemologis menuju realitas melalui cara-cara yang variatif. Ide-ide tentang kesuksesan atau tentang kegagalan bagi generasi adalah soal hidup sebagai manusia, dan manusiawi.

Buku-buku itu bahkan mengantarkan mereka untuk membebaskan diri dari jerat pesimisme akut, dan memulai optimisme dari kehidupan-kehidupan kecil di sekitar mereka. Generasi itu terpanggil karena sekelompok ibu-ibu dipaksa kalah oleh penguasa. Beberapa mahasiswa yang menjadi pegiat di salah-satu rumah baca bahkan seringkalli saya temui berkelakar bahagia tentang mimpi membangun desa. Generasi itu belum membuktikan, tapi kita patut berharap.

Generasi itu beberapa ada yang senang ikut pengajian, aktif di organisasi keagamaan, dan hidup sebagaimana kehidupan formal publik dibentuk, mereka tentu saja masih senang berburu kuliner ke pelosok kidul atau lor kota. Sebagian menjadi dosen, karyawan, birokrat, pengajar, penjaga warnet, pengusaha, dan lain sebagainya. Sebab membaca buku-buku secara variatif, terbentuk kesadaran tentang transformasi sosial kecil-kecilan dan minim kontradiksi. Generasi itu tidak bersedih hanya karena kegiatan diskusi minim peserta, atau kejar-kejaran dengan tugas pokok.

Bagi generasi pembaca ini, kejadian di masa lalu adalah bagian dari sejarah, baik yang terjadi pada pihak kanan atau pihak kiri. Semua tidak dapat diacuhkan. Dengan membaca sejarah, mereka berusaha menemukan jalan keluar atas konflik-konflik di masa lalu. Dan mungkin saja menganalisisnya untuk kebutuhan di masa mendatang terkait dengan kegagalan dan harapan.

***

Pagi tadi lewat komentar di media sosial, Papa memberikan pertanyaan begini kepada saya: “Akhir-akhir ini buku literatur berbau pikiran komunis semakin merambak pasar dunia maya, apa ini sebagai indikator bangkitnya revolusi mental dan pikir era baru komunis di Indonesia? Entahlah kita tunggu gejala selanjutnya.”

Pertanyaan itu berkaitan dengan peningkatan jumlah penerbitan buku-buku tema “kiri” di Indonesia beberapa tahun terakhir. Buku-buku “kiri” itu termasuk naskah-naskah yang ditulis seputar penelitian sejarah, dan rekonstruksi teori-teori sosial. Beberapa tahun sebelumnya memang ada buku-buku yang dapat dikatakan sebagai kelanjutan kembali penerbitan buku-buku tersebut sama seperti sebelum tahun 1965. Naskah-naskah lain misalnya adalah terkait dengan objek-objek penelitian sengketa antara korporasi dan masyarakat. Bidang hukum, antropologi, dan sosiologi adalah beberapa bidang yang secara kritis membahas misalnya korporasi tambang versus masyarakat.

Memang cenderung sulit untuk memisahkan antara buku “kiri” dan buku dengan basis analisis kritis yang berpijak pada pertentangan kelas, intervensi ekonomi, dan kerusakan ekologi akibat ketidakmampuan fungsional korporasi. Sebagian kalangan memang memandang dua jenis buku tersebut terpisah. Beberapa kalangan mungkin akan senang hati membaca buku yang menggunakan analisis pertentangan kelas daripada membeli buku yang membahas ideologi kiri atau sejarah pemikiran tokoh Marxisme. Walau berbeda, dua buku tersebut sulit dipisahkan. Hal tersebut memang sudah wajar adanya. Bagi kelompok intelektual atau peneliti, buku pertama membantunya menganalisis realitas sosial menggunakan tesis radikal. Sedangkan buku kedua seringkali dianggap sebagai bahan bacaan saja.

Jenis buku lain, yang tidak masuk kategori “kiri” dan oleh penulisnya sendiri diingkari memuat bau Marxisme seringkali dianggap identik. Novel-novel karangan Pramoedya Ananta Toer misalnya akan digolongkan sebagai bacaan kategori kiri karena secara historis sang penulis berafiliasi dengan Lekra. Padahal sang penulis mengaku sama sekali tidak mengenal dan tidak akrab dengan teks-teks Marx. Bagaimana juga dengan buku-buku teori sosial baru semacam Giddens dan Bryan Turner?. Ide-ide komunal yang banyak bertebaran sekarang juga kerap dianggap dekat kategori kiri hanya karena diidentifikasi menyebut nama Marx, Lenin, atau Stalin, meskipun secara epistemologi sama sekali berlainan.

Berkaitan dengan soal generasi sekarang, merebaknya buku-buku kategori “kiri” mungkin dapat dimaknai sebagai rangka belajar. Generasi sekarang mau tidak mau tergugah hendak membaca buku-buku yang sebagian berkategori kiri sebab mereka kehilangan kontak dengan sejarah bangsanya sendiri. Dan era sekarang siapapun sekehendak hatinya dapat muncul di pasar perbukuan Indonesia. Misalnya kelompok penulis sastra relijius berbasis kelas menengah juga dapat menulis novel, atau kelompok penulis demokrat-liberal dengan hegemoni dunia perbukuan sejak tahun 1980-an. Meskipun kelompok penulis yang terakhir ini mulai kehilangan elanvitalnya sebab diskursus yang minim keberpihakan. Sedangkan kelompok pertama justru menemukan momentumnya seiring dengan gejala peningkatan kelas menengah.

Maka generasi sekarang pada beberapa sisi menyerap berbagai ide-ide yang nyaris sama tetapi berasal dari basis epistemologis berbeda. Misalnaya sebagian memaknai kata “berjuang untuk rakyat” melalui kegiatan berfoto bersama mbah-mbah yang membawa bakul di pasar. Sebagian memaknai kata “berjuang untuk rakyat” secara simbolis melalui kampanye kebebasan berpendapat. Sebagian yang lain memaknainya lewat kampanye-kampanye politik. sebagian yang lain menulis, membaca buku, belajar tekun, membangun bisnis, ikut rapat RT/RW, ikut kerja bakti, dan lain-lain. Generasi ini tidak akan anti dengan musik barat hanya karena mengagumi Marx atau Tan Malaka. Sebagian dari mereka tetap berkunjung ke rumah makan waralaba, dan berbahagia karena itu.

Generasi sekarang tengah menikmati proses belajar dari orang tua, filsafat, pemuka agama, ilmu pengetahuan, kejadian sehari-hari, dan buku. Sama seperti generasi-generasi sebelumnya. Hanya saja berbeda dalam dua hal, pertama, mereka berpotensi menjadi objek produksi atau konsumsi. Misalnya, secara politis generasi ini masih dianggap sebagai pelengkap primer kekuatan pemenang pemilu atau objek pasar produk, dan tentu saja sebagai objek yang diperjualbelikan. Kedua, sekuensi evolutif pada generasi sekarang sebagai proses yang alami dari perkembangan manusia.

Tuesday, May 12, 2015

Cerpen: Merantau Ke Negeri Orang

Oleh Hanapi, pegiat RBK

Hari itu adalah hari keberangkatanku menuju Yogyakarta untuk melanjutkan studi diperguruan tinggi disana, kedua orangtuaku dan keluarga mengantarkanku ke bandara Sultan Thaha, nama yang sangat terkenal di berbagai kalangan di daerah jambi, mobil melaju dengan cepat, ke-indahan alam jambi hanya bisa kunikmati untuk terakhir kalinya, kepergian ini akan membuat perjuanganku lebih sulit untuk membawa nama negeri di negeri lain, hati terasa gelisah dalam perjalanan, bimbang ini laksana langit yang sedang bertarung dengan awan hitam, demi turunnya hujan atau cerahnya hari, hari itu keberangkatanku tidak hanya seorang diri, aku ditemani oleh seorang wanita yang dulu selalu sekolah bersamaku ia bernama Yunita, hati tenang sekali, Ia tidak merasakan kegelisahan, air tidak keruh, angin tetap dalam keindahan bunga melati, wajahnya gembira dan senang dalam perjalanan, jam berangkat menuju Yogyakarta sekitar jam 14;00 menggunakan pesawat Lion Air, sampai tiba dibandara kami berjumpa dengan teman-teman satu daerah yang membawa barang-barang yang banyak, Aku hanya turun dengan santai, walaupun penuh perasaan yang sedang bersenandung dalam hatiku, Ayah hanya berpesan waktu itu kepadaku: Agar selalu menjaga Sholat dan Belajar yang serius di sana, Pesan Ayah dan Ibu, ini akan selalu aku jaga.

Aku masuk kedalam bandara disertai dada dari keluarga, dan saudara semua, Ayah dan Ibu senyum dengan memberikan semangat yang tinggi, Perlahan-lahan jarak itu semakin menjauh, dinginnya keadaan dan hati yang sedih menyelimuti perasaanku, Pangeran Negeri dan Putra Mahkotapun pernah diasingkan, sedih dan derita Ia hadapi, Teringat dalam benakku perjuangan Para Leluhurku, dari Sultan Thaha hingga Raden Mattaher yang berjuang mempertahankan daerah tanpa rasa takut akan kematian, Aku berangkat dengan sendirian, kami mencari tempat duduk di dalam bandara berdua, kami dudu ditengah orang yang tidak kami kenal, teman-teman yang lain berada di dekat kami, mereka seperti biasa-biasa, tidak menunjukkan tetesan air terjun yang membasahi batu-batu besar dibawah gunung, air mata mereka tidak sedih, wajah senyuman ikhlas dan bahagia terpancar dalam teman-teman keberangkatan hari itu, Bunyi panggilan nomor penerbangan kami dipanggil, waktu telah menunjukkan bahwa kami siap berangkat menuju Jakarta, kami melangkah dengan hati yang berusaha untuk ikhlas, Yunita sangat senang dengan keberangkatan ini, ia merasa nyaman sekali, Yunita berkata ketika saya dan dia sudah dalam pesawat, Ia mengatakan Saya sangat senang, Akhirnya sekolah diluar jawa sampai juga sesuai mimpi saya begitulah kalimatNya, menanggapi itu saya hanya senyum, Pesawat bersiap lepas landas dan saya mulai meliat indahnya pohon yang terbentang luas di jambi, melihat betapa indahnya negeri “Pusaka Betuah” simpanan makna sejarah yang belum terungkap menunjukkan bahwa daerah ini punya seribu sejarah bahkan lebih yang belum dibukukan dalam literature sejarah, di dalam buku sejarah secara Nasional, Jambi dulu memiliki kerajaan yang bernama Kerajaan Melayu, pikiran ini selalu melintas dalam benakku, kebenaran yang belum terungkap, membuat hipotesa berkeliaran tak tahu arah, dalam jalan ini, aku harus punya arah, dalam pengabdian untuk daerahku ini, Yunita hanya mengamati keindahan daerah melalui sudut kaca yang saya lihat, Saya bertanya kepada Ella Apakah kamu tidak salah memilih jurusan Ilmu Pemerintahan la?, dengan nada santai, Yunita atau Ella menjawab tidak katanya, saya tidak tahu apa alasan dia memilih jurusan itu, yang tidak sesuai dengan waktu Ia di SMA N dulu.

Kecepatan pesawat itu sangat cepat, kekuatan Allah menyeimbangkan alam tiada bandingannya, banyak para Ahli yang menolak keberadaan Tuhan, dengan tidak mengakui Tuhan, bahkan ada yang mengatakan:

 “Tuhan telah mati, kita yang telah membunuhnya” , 

keseimbangan penerbangan, angin yang teratur, menunjukkan ada peran Tuhan dalam Alam ini, Etika Tauhid sangat kuat dalam hidupku, ditengah derasnya kecepatan pesawat yang tidak bisa kuhitung, pesan Kakek teringat dalam hidupku, bahwa Tauhid bisa mengalahkan segalanya, sumber kekuatan yang menajubkan, begitulah sekiranya pesan Kakek, Aku harus hidup, menggantungkan kepada Allah semata, hidup semasa mudah di negeriku sendiri, mengambil hikmah yang sangat dalam, tidak terasa pesawat bentar lagi, akan mendarat di Bandar Soekarno-Hatta, pendaratan berjalan dengan baik, waktu mulai menunjukkan sore hari, Pendaratan berjalan dengan mulus, akhirnya kami berdua sampai di Jakarta, kota yang indah.

Turun dari pesawat laksana Raja dengan penyambutan menggunakan gaya bandara yang sangat memukau, teknologi yang digunakan, memang membuat kebahagian, aku atau saya dengan Ella berjalan turun, kecanggihan teknologi ini, memang luar biasa, tapi pikiranku melihat realitas yang ada, bahwa banyak teknologi menjadi barang yang menakutkan terutama di daerah Timur Indonesia, kekayaan mereka dirampas, hati mereka tercabik-cabik melihat negeri yang indah, menjadi gundul, langkah demi langkah aku turun bersama penumpang lainnya, memasuki bandara Soekarno-Hatta, aku dan Yunita atau Ella melihat berbagai macam jenis manusia dengan gayanya sendiri, aku melihat manusia dengan gaya yang tidak sopan bagiku, namun Yunita atau Ella hanya diam ketika aku bertanya masalah kesopanan ini.

Guru Sosiologiku dulu mengatakan bahwa nilai kesopanan itu tidak untuk sistem nilai masyarakat kota, begitulah katanya, melihat kemajuan yang bertentangan syariat, membuatku harus kuasa dalam kehidupan, menerapkan toleransi yang indah, budi pekerti yang halus, norma yang baik, aku sangat senang pergi bersama temanku ini, Ia menggunakan Jilbab yang tidak membuatku resah.

Setelah kami sampai di depan pintu Transit, kami melakukan cek-in ulang, pelayanan yang cukup ramah, membuat aku senang dan Yunita atau Ella merasa senang juga, kami diperintahkan untuk naik ke lantai atas oleh Pelayan di Bandara, waktu tidak lama lagi, Yunita melihat tiket bahwa keberangkatan menuju Yogyakarta sebentar lagi, sampai di ruang tunggu penumpang, kami duduk, Ella sambil bermain hpnya, dan sibuk bermain game, aku hanya melihat berbagai manusia ini, dengan gaya pakaian yang berbeda, baik sesuai agama dan melanggar agama, pikiranku terlintas, bahwa manusia ini terlalu banyak yang salah dalam memahami ham, di dalam Hak Asasi Manusia, ada dua Teori tentang HAM yakni: Pertama, Teori Universal, teori ini mengakui bahwa hak asasi setiap Negara sama, dengan liberalisasi ada dalam teori ini, hak asasi dalam pandangan barat sangat kuat dalam teori ini, saya melhat mereka tidak memahami HAM dalam konteks Indonesia, Ah pikirku, suatu hari nanti orang juga berubah, Ella aku mulai bertanya, Siapa yang akan menjemput kita di Yogyakarta Nanti, Ella hanya menjawab: Ayuk Mifta katanya, hatiku senang sekali ada yang menjemput kami, Jam telah menunjukkan waktu keberangkatan, panggilan itu datang, Allah selalu menjaga orang yang takwa, ketakwaan dalam perintahNya.

Kami berdua pergi melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta dengan perasaan senang.


Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK