Wednesday, August 15, 2012

Aku, Buku dan Kereta

Oleh : David Effendi

Saya ingin share tulisan lama beberapa tahun silam tentang sebuah keasikan membaca buku dalam kereta api ekonomi yang berjubel penuh sesak dan berasap. Ini adalah hasil refleksi waktu itu.

Di malam itu jasad masih terkulai lemas. Semalam mengejar kereta progo yang meninggalkan diriku. Habis show, musikalisasi puisi di kantor Ford Foundation, Jakarta. Baru kali ini saya main di Jakarta yang didengarkan oleh puluhan doctor, dan juga kurang lebih 8 orang Amerika dan beberapa dari Negara lainnya. Puisi Taufiq Ismail saya ancang untuk dimainkan dengan beberapa improvisasi untuk menghajar koruptor, gayus, markus dan tikus termasuk para buaya darat. Ada musik yang bagus dipetik dari gitar oleh Cak Jay, seorang tuna netra yang punya energi besar untuk mengubah cara pandang saya dan siapa saja yang mengenalnya. Beliau adalah roomate saya yang ini sedang study di eropa. Beliau seorang jebolan master dari UPI dan juga seorang master gitar. Pertunjukkan berakhir dengan traditional dance pada pukul 09.30. tentu kereta progo sudah take off dari senin. Aku nyengir saja malam ini di Menteng. Entahlah saya ingin pulang!
Tanggal 10 siang. April 2010. aku langsung kabur menuju Stasiun senin untuk membeli tiket sekaligus tolak ke Jogjakarta. Apa pun yang terjadi. Meski harus berdiri dengan satu kaki. Saya harus ke jogja. (jangan bilang-bilang, saya dua kali berdiri dengan satu kaki di toilet bersama 6 orang di sana, lima diantara kami perokok, itung-itung untuk menghilangkan bau WC, tidak seperti biasanya, saya tidak berani protes kepada ahli hisab itu kali ini,waktu itu hari ahad habis liburan iedul adhah dan natal).

Jam.14.00. Di sebuah kereta rakyat kelas ekonomi yang diberi nama Gaya Baru Malam Selatan yang meluncur siang pukul 12.30 dari Stasiun senin Jakarta menuju Gubeng Surabaya melalui Lempuyangan Yogyakarta. Karena saya beli tiketnya lima menit sebelum berangkat maka saya dapatkan tiket berdiri. Ini yang kesekian kalinya menikmati perjalanan kereta ekonomi setiap seminggu dua kali atau tepatnya tiga hari dua kali meluncur dari dan ke Jogja-Jakarta.

As always, aku betul-betul menikamti keberagaman dan keanekaragaman hayati manusia di kereta mulai dari berbagai profesi dan gaya hidup kaum-kaum marginal yang merupakan sisi lain modernitas kata Antoni Gidden. Paradoks gemerlap tepat disudut lain seperti rumah yang terdapat seongok tempat sampah. Disinilah para pengais rizki tinggal, mereka tetap tersenyum dan tetap optimis menjalani kisah hidupnya yang menurut saya sebagian dari kita menuliskannya dalam cerpen, novel, atau sekedar status facebook. Demi manusia dan apa-apa yang dituliskannya.

Namanya juga kereta ekonomi. Sering kali berhenti. Kadang sangat lama dan membosankan menunggu giliran setelah bisnis dan eksekutif lewat. Beberapa orang kipas-kipas tak sabar dan beberapa memaki menggeruti soal kenapa eksekutif lama sekali gak datang-datang dan ekonomi yang jadi lama menunggu.
Jam 15.00 saya masih berdiri tegak sambil membacai buku yang saya pinjam dari teman di Jakarta. Judul bukunya antik sekali terjemahan dari luar tentunya konon di covernya tertilis international bestseler. Judulnya The Black Swan, Rahasia Terjadinya Peristiwa-peristiwa Langkah yang Tak Terduga. Ganjil. Ini kisah sederhana sebab dulunya semua angsa berwarna putih. Ketika ada yang hitam gemparlah dunia. Sama seperti kisah nyamannya orang Amerika ketika di bom WTC pada 9/11 terguncanglah ekonomi dunia. Tidak hanya Amerika. Termasuk yang membajak pesawat konon kaget sebelum meninggal karena bom yang dibikin tak sehebat yang terjadi. Inilah black swan. Keanehan yang datang. Peristiwa ganjl yang penuh tanda tanya. Karena nyata terjadi maka usaha untuk menemukan rahasia dibalik peristiwa mutlak dilakukan. Ah…saya tidak bermaksud berlama-lama. Buku ini setebal 479. cukup untuk dibaca sepanjang jalan dari Jakarta-Jogja.

Penulis buku dahsyat ini namanya Nassim Nicholas Taleb. Dari buku itu saya tertarik tentang kisah plato yang merupakan kutu buku dan juga bab tentang Umberto Eco’s dan Antilibrary, atau bagaimana mencari kebenaran. Ini kisah tenang perpustakaan pribadi Umberto yang membuat orang terheran karena saking banyaknya buku menumpuk di perpustakaan pribadinya itu. Ini saya utipkan buku The Black Swan, awal bagian pertama buku itu dimulai dengan:

”Penulis yang bernama Umberto Eco termasuk diantara hanya sedikit cendekiawan yang serba tahu, berwawasan luas dan tidak menjemukan. Ia memiliki sebuah perpustakaan pribadi yang besar, berisi 30 ribu judul buku dan membagi para pengunjungnya menjadi dua kelompok: mereka yang bereaksi dengan ” wow!signore proffesor dottore Eco! Hebat sekali perpustakaan yang anda miliki! Berapa banyak diantraa buku yang sudah anda baca?” dan sebuah kelompok lain, sedikit sekali, yang paham bahwa sebuah perpustakaan pribadi bukan pelengkap untuk menaikkan gengsi pemiliknya, melainkan alat untuk penelitian. Buku-buku yang telah dibaca memiliki nilai yang lebih rendah dari pada buku-buku yang belum dibaca/terbaca. Perpustakaan harus berisi sebanyak mungkin yang tidak anda ketahui sama seperti informasi keuangan, yang tidak harus anda kuasai sepenuhnya tetapi dapat anda ketahui ketika dibutuhkan. Anda akan menghimpun pengetahuan dan buku lebih banyak sejalan pertambahan usia, dan makin banyak buku di rak yang dengan sedih akan memandang karena belum terbaca. Marilah kita sebut sekumpulan buku yang belum terbaca ini dengan antilibrary.” (page.1)

Jam 21.00. Purwokerto. Kereta berhenti agak lama. Sama seperti di Cirebon. Banyak penumpang turun cari toilet sebab di kereta ekonomi toilet dipakek nongkrong perokok, atau memang tidak ada air sama sekali. Kecuali anda mau bilang permisi dan membawa botol aqua untuk membersihkan pipis. Tapin sayang mereka menolak permisi kita sebab memang kalau kereta diam alias tidak jalan kita dilarang menggunakan toilet sebab baunya akan kemana-mana ikut arah angin dan arah masuk angin. Saya melanjutkan membaca buku putih itu:

”Kita cenderung menempatkan pengetahuan dan buku sebagai hak milik pribadi yang harus dilindungi dan dipertahankan. Pengetahuan sejatinya seperti sebuah ornamen yang memungkinkan kita naik ke posisi lebih terhormat. Maka kecenderungan untuk meremehkan perpustakaan Eco dengan berfokus pada yang diketahui/dibacanya merupakan bias manusiawi yang selanjutnya berpengaruh pada kerja mental kita. Orang tidak berjalan kemana-mana membawa pengumuman negatif mengatakan yang belum pernah mereka pelajari atau mereka alami (itu tugas para pesaing mereka), tetapi alangkah baiknya anda mereka melakukannya. Sama seperti kita peru menegakkan logika perpustakaan di kepalanya, kita akan berusaha mendirikan pengetahuan sendiri di kepalanya. Perhatikan bahwa Black Swan dimulai dari kesalapahaman terhadap kejutan-kejutan yang dapat terjadi, terhadap buku-buku yang belum terbaca karena kita terlalu sibuk dengan yang ita ketahui meskipun sedikit.” (page.2).
Kawan, terpaksa saya bertanya. Ada berapa buku yang kamu beli yang belum terbaca? Kapan buku itu harus dikeluarkan sebagai tiang pengetahuan agar makin kokok dan mereka tidak lagi bersedih menunggu dan menunggu kapan kita pelajari dan bacai. Buku adalah misteri jika kita tidak mencoba mempelajari.

Seperti yang dilakukan Eco, Saya sedang membangun perpustakaan pribadi yang publik, perpustakaan itu berada di rumah dan juga di otak pengetahuan yang saya miliki. Jika anda berminat tentu tidak ada yang menghalangi termasuk kelakuan meminjam buku yang tidak kunjung kembali adalah bagian bahwa buku saya buka harta milik seorang yang bernama David. Miliki dan sebarkan ilmu semampu anda mengejar matahari!.
Akhirnya tulisan ini saya cukupkan. Jam.22.30. Kereta sudah mendarat di Lempuyangan. Ase dan Afif batal menjemputku dan batal pula makan malam di angkringan. Malam yang gerimis disambut sahabat dan istri dengan segelas wedang teh dan jahe hangat. Alhamdulillah. Petualangan hari ini selesai dengan sempurna. Thanks God!

Saya berhutang budi pada Rizki yang meminjami buku ini. Thanks sobat kita sama-sama berada di kereta yang sama yaitu kereta Tradisi membaca!

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK