Sunday, November 10, 2013

Orang Lemah yang dipaksa Kalah

Oleh : David Efendi
Pecinta Antropologi Politik

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Karena kau menulis, suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari".(Pramoedya Ananta Toer)

Tulisan ini diinspirasi dari dua buku yang sangat terkemuka karya maestro antropolog politik James scott dalam buku Weapon of the Weak (diterjemahkan oleh Yayasan Obor dengan judul Senjata Orang Tertindas, 2004) dan kumpulan tulisan yang disematkan judul padanya “Orang-Orang Yang Dipaksa Kalah” (Bungaran A Simanjuntak, 2010). Dua buku ini mewakili manusia yang suaranya dibungkam oleh hegemoniknya kekuasaan budaya (budaya kekuasaan) dan kapital.buku pertama mengambil latar di sebuah kampong di Malaysia yaitu kedah dan serawak dan buku yang kedua memotret situasi lokal di Sumatra Utara. Dua buku ini akan penulis bincangkan dengan segala kelebihan dan keterbatasannya masing-masing termasuk keterbatasan akibat subjektifitas pe-review.

Buku senjata orang lemah karya James Scott ini menjadi fenomenal lantaran kekuatan buku mengangkat situasi personal dan lokal menjadi suatu ‘kisah’ yang dapat dipahami dengan pendekatan teori universal dimana perilaku kelompok ‘tuna kuasa’ yang cenderung tidak peduli, pura-pura cacat, pura-pura bodoh sampai sabotase yang terjadi di kampong itu dapat dipotret dan ditemukan padanannya dalam Negara-negara besar di banyak tempat. Jadi,. Scott berhasil membawa study empiric local menjadi cerita yang gampang dimengerti karena terjadi di tempat lainnya misalnya di situasi perburuhan di industri dan di Negara-negara fasis atau otoriter. Perilaku simbolik itu bukan hal yang spesifik terjadi di asia tenggara (ubiquitous). Kita juga kemudian menyadari, perilaku yang sama terjadi di tempat-tempat tak berjarak dengan kita misalnya perilaku karyawan, OB, penarik becak, pedestrian, pembantu rumah tangga, anak-anak di sekitar kita dan banyak tempat lainnya. Ini semua dapat diamati dengan mata kepala telanjang.

Bentuk kontestasi keseharian dalam masyarakat ‘modern’ yang dipraktikkan tak teroganisir itu juga menggejalah dalam bentuk kontestasi ruang publik yaitu missal yang terjadi di Yogyakarta belum lama ini dalam laga festival mencari haryadi terjadi wacana yang sangat sarkastik dalam berbagai media seni seperti mural jalanan dan juga selebaran yang mengkritik keberadaan pemerintah kota yang seolah tanpa wali kota. Kedigdayaan para seniman menguasai ruang publik membuat pemerintah kota kesulitan mengendalikan ‘ketertiban umum’, semakin menekan seniman semakin massif ‘banalitas’ yang dilakukan—suara seniman suara rakyat. Itulah pamungkas yang menjadikan pemerintah kota tak berdaya hadapi sindiran: JOGJA ORA DIDOL.

Sementara buku kedua yang diedit oleh Bungaran Simanjuntak lebih memperlihatkan drama perlawanan yang lebih manifest yang juga diawali dengan perlawanan simbolik atau bergerak bersamaan baik perlawanan konfrontatif maupun perlawanan sporadik dan indirect (tidak langsung). Hal ini dapat dilihat misalnya aksi melempar ikan busuk yang jumlahnya berton-ton ke dalam truck pengangkut milik IIU (Indorayan) yang kemudian berganti menjadi TPL (Toba Pulp Lestari). Bentuk aksi ini sebagai ungkapan bahwa perusahaan ini telah mengirim racunnya dalam bentuk limbah yang mematikan sumber kehidupan mereka.

Dalam posisi ini, mahasiswa dan masyarakat yang bersatu padu karena kesamaan nasib menempatkan industry ini sebagai kekuatan yang ber-ideologi Neo Liberalisme-Kapitalisme yang disokong penuh oleh kekuatan tentara. Mahasiswa menghadapi masalah yang sama di kampus—berhadapan dengan moncong bedil pasukan berseragam yang tak tanggung-tanggung melakukan kekerasan (banal). Dalam situasi ini, Negara ini sempurna mempraktikkan Negara weberian dimana Negara berkuasa penuh untuk menegakkan “ketertiban umum” dengan kekuatan kekerasan penuh. Selain itu, Negara ini juga membenarkan tesis Foucault bahwa Negaralah yang berhak memfonis dan memveto siapa yang dikatakan normal atau tidak normal, waras atau sakit, benar atau salah. Tidak ada kekuatan yang dapat menandingi Negara.

Buku yang berisi tulisan setebal 233 halaman ini mengespresikan ketidakpuasan terhadap Negara dan agency militernya yang cenderung memilih berpihak kepada kapitalis ketimbang melindungi tumbah darah rakyat Indonesia. Situasi ini tidak pernah benar-benar berubah sampai hari ini dimana perusahaan besar multinasional (corporation) terus saja mengangangkangi kekuasaan militer yang seharusnya menjadi pelindung rakyat. Bahkan, perusahaan ini sudah membeli jasa-jasa kemanaan non-negara termasuk berlindung dibalik nama-nama jenderal dan pensiunan militer untuk mengamankan alat produksi agar terus mengeksplotasi keirngat dan darah manusia dan bumi nusantara.

Seharusnya buku ini bisa menjadi ‘buku wajib’ bagi generasi muda Batak. Seharusnya setiap komunitas yang memiliki basis anggota bersuku Batak menyediakan buku ini sebagai bahan bacaan. Harus disadari bahwa waktu terus berputar, orang-orang yang dulu gigih menentang keberadaan TPL mungkin akan pergi satu persatu. Jangan sampai generasi itu berganti dengan generasi yang sama sekali tidak mengerti sejarah hitam TPL. Yang menganggap keberadaan TPL sebagai sesuatu kewajaran tanpa keinginan memikirkan dan mengkajinya lebih jauh. Yang menganggap petani Batak menjadi buruh di tanah leluhurnya sendiri adalah sebuah kewajaran.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan buku ini, saya sungguh mengapresiasi KSPPM yang, menurut buku ini, konsisten memberi pendampingan bagi masyarakat. Apresiasi dan terima kasih juga saya haturkan atas terbitnya buku ini. Buku ini menjadi satu dari sedikit referensi tentang konflik antara masyarakat dengan IIU/TPL.

Sebagai catatan penutup, satu hal yang hendak ingin disampaikan adalah bahwasanya orang lemah itu tidak identik dengan kalah sebagaimana kasus ‘menangnya’ orang-orang kampung di Kedah dan juga kaum Samin di Jawa Tengah yang dapat survive dari dominasi kuasa capital dan politik. Orang lemah dipaksa kalah adalah masalah lain—dimana senjata dan legitimasi kuasa bersatu padu untuk terus meminta korban yang tidak sedikit. Di sinilah keterbatasan senjata orang lemah disaat senjata dan peluru dibenarkan untuk melepaskan nyawa dari sarangnya. Inilah kisah kedigdayaan yang dapat pula berujung pada kehancuran total akibat upaya paksa untuk penghabisan total. Tetapi kita saksikan juga, siklus kedigdayaan dan kelimbangan it uterus saja menyertai perjalanan sejarah tanpa titik jenuh karena memang betul bahwa Gusti Ora Sare (Tuhan itu tidak pernah tidur!)

Buku Bacaan Lanjutan :
  1. Two Cheers for Anarchism: Six Easy Pieces on Autonomy, Dignity, and Meaningful Work and Play. Princeton University Press, 2012 
  2. The Art of Not Being Governed: An Anarchist History of Upland Southeast Asia. Yale University Press, 2009
  3. Seeing Like a State: How Certain Schemes to Improve the Human Condition Have Failed. Yale University Press, 1998
  4. Domination and the Arts of Resistance: Hidden Transcripts. Yale University Press, 1990 
  5. Weapons of the Weak: Everyday Forms of Peasant Resistance. Yale University Press, 1985 
  6. The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsistence in Southeast Asia. Yale University Press, 1979 
  7. Scott, James. 2004. Senjata Orang Lemah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
  8. Simanjuntak, Bungaran.A, 2010. Orang-Orang Yang Dipaksa Kalah: Penguasa dan Aparat Kemanan Milik Siapa?. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

)* catatan ini ditulis di sela-sela momong dua anak Hafiz (4,5 tahun) yang kelebihan energi dan Garda (1 th) yang butuh diadvokasi karena masa transisi untuk bisa berjalan. Pada saat dua makhluk tuhan ini aktif terus bergerak, ibunya sudah kecapekan dan harus tidur lebih awal. Tulisan ini selesai dengan 7 kali berdiri dan duduk di meja kerja. Anak-anak masih ‘hidup’ setelah tulisan ini kelar yang memakan waktu antara maghrib dan isyak. Terima kasih Tuhan telah menjaga malaikat kecilku: sehat dan full of attraction

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK