Tuesday, July 29, 2014

Masa Depan Gerakan/Organisasi Kepemudaan di Indonesia

Oleh: Fauzan Anwar Sandiah
Kurator RBK

Judul: Nun Tafsir Gerakan al-Qalam
Penulis: Azaki Khoirudin
Tahun Terbit: 2014
Dimensi:xi+277 hlm; 14x20.5 cm
Penerbit: Nun Pustaka

Dentuman Fukuyama bahwa ideologi menemui ajalnya, tampaknya belum sepenuhnya dapat diyakini kecuali kita benar-benar berkiblat dengan paradigma ilmu pengetahuan Amerika yang melihat bahwa masa pasca PD II adalah masa meleburnya berbagai sekat-sekat ideologis.

Buku Nun Tafsir Gerakan al-Qalam (selanjutnya saya singkat Nun) karya Azaki Khoirudin memang tidak memuat konten ideologi sebagaimana Marx menyebut ideologi. Tetapi buku ini adalah produk reflektif. Tentu pergulatan organisasi kepemudaan di Indonesia yang menurut sebagai kalangan memasuki tahap transformasi dari social movement (SM) yang sarat perlawanan klas, menjadi new social movement (NSM) yang tidak lagi bergerak dengan manifestasi perlawanan klas. Ciri gerakan sosial yang belakangan disebut ini, adalah komposisi klas yang beragam. Mahasiswa, pelajar, pegawai negeri, pengusaha, peminat film, peminat budaya, peminat grub band,--semuanya tanpa bisa lagi dilihat sebagai klas.

Apa titik penting buku ini?. Menyusul kondisi gerakan kepemudaan yang mulai kehilangan orientasi utamanya, yang tentu saja terbawa arus NSM dengan variabel yang beragam. Kita sekarang jarang menjumpai lagi buku-buku semisal Pikiran dan Perjuangan seperti karya Sjahrir. Atau kita jadi tidak lagi bisa melihat bagaimana gerakan-gerakan kepemudaan yang me-martir-kan diri sebagai wadah bagi perubahan sosial. Soal bagaimana perubahan sosial tersebut dilakukan tentu pembicaraan lain dapat dibuka khusus ke arah tersebut. Titik letak penting buku ini akan mulai kelihatan kalau kita sedikit reflektif terhadap dunia global dan bagaimana menghadapi kenyataan bahwa lembaga-lembaga swadaya tidak lagi memainkan peranan sentral kecuali bermental kapitalis. Organisasi kepemudaan akan bermental kapitalis jika tataran supra-struktur-nya seperti ideologi atau semacam panduan gerakan dinihilkan peranannya. Kritik keras terhadap niatan ekploitatif organisasi dan lembaga-lembaga akibat menihilkan peran ideologi berujung pada ketidakberdayaan mereka membawa perubahan sosial kecuali jargon-jargon perlawanan yang sebenarnya berselimut pikiran eksploitatif. hal tersebut memang gejala pragmatisme gerakan.

Cerita-cerita yang kita dapatkan terkait dengan hal itu, dapat kita lihat di gerakan-gerakan buruh tambang minyak, yang justru memperkeruh upaya lobi antara buruh dan pemilik tambang dengan mengekslusifkan diri, atau gerakan-gerakan dengan kedok pemberdayaan tetapi sesungguhnya memuat misi eksploitatif.

Buku Nun tentu tidak hadir untuk upaya yang masih membutuh aksi panjang tersebut. Buku Nun hadir dengan aspek berbeda yang sesuai dengan konteksnya sendiri. Buku Nun ditulis secara khusus bagi pegiat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yakni organisasi otonom yang berada di bawah payung persyarikatan Muhammadiyah. IPM bergerak dengan basis massa pelajar, atau aktivis pelajar atau mahasiswa dengan usia hingga 25 tahun. Basis massa pelajar sebenarnya adalah basis strategis yang sudah banyak dibahas sejak kelahiran “angkatan baru”, dan bahkan jauh sebelumnya. Akan tetapi dengan memberikan catatan khusus ketika kebijakan orde baru menihilkan keberadaan mereka dari panggung wacana kritis. Orde Baru menundukkan mereka dengan jargon “siswa dilarang berpolitik”. Tidak ada dokumen khusus untuk tuduhan terakhir ini, akan tetapi melalui OSIS, kita melihat bagaimana filterisasi gerakan di ruang-ruang sekolah saat itu begitu gencar. IPM termasuk salah-satu organisasi yang ikut merasakan dampaknya.

Tapi zaman sudah berubah, dan banyak masalah-masalah kekinian menjelma menembus batas-batas yang pada Orde Baru dapat dilihat secara sekilas. Sekarang, tantangan IPM adalah tantangan dengan kenyataan basis pelajar yang kalau dianalisis merupakan generasi yang tidak mewarisi pengalaman-pengalaman Orde Baru. Basis Pelajar dengan demikian punya kecenderungan ahistoris terhadap fakta-fakta sejarah yang dapat dilihat pada kontestasi pemilu 2014. Selain pada tantangan IPM yang berhadapan dengan generasi ahistoris, IPM juga harus menentukan langkah strategis. Jargon gerakan keilmuan, atau istilah Azaki Khoirudin; gerakan al-Qalam, adalah juga mempertahankan ideologi Muhammadiyah ditengah kondisi yang dikatakan oleh Zygmunt Bauman sebagai zaman liquid politic. IPM sebagai ortom Muhammadiyah berada pada kondisi yang dikatakn oleh Anthony Giddens sudah bergerak dari perjuangan sosial menuju zaman perbaikan komunikasi atas masalah-masalah yang bersifat simbolis dan permukaan.

Jika demikian bagaimana buku Nun menjawab kenyataan tersebut?. Tampaknya tidak perlu dikhawatirkan karena toh, walaupun kecenderungan sosiologis demikian, kita masih memerlukan gerakan-gerakan dengan landasan ideologi, tidak terkecuali ideologi Muhammadiyah yang dalam hal ini diturunkan oleh Azaki Khoirudin dengan konteks tafsir Nun. Nada motivasi dapat kita ambil dari Slavoj Zizek yang masih melihat bahwa perjuangan ideologi dapat berjalan di zaman ketiadaan alternatif terhadap kapitalisme. Bagaimana buku akan melakukan hal tersebut? Silahkan dinikmati. Selamat membaca!!


No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK