Monday, February 29, 2016

BEYOND CREDIBILITY: Menghindari jebakan administratif dalam gerakan literasi



Abdullah Zed Munabari ~ Pegiat Literasi RBK~

Catatan ini merupakan refleksi saya selama setaun ini ikut terlibat dalam menggerakkan aktivitas Perpustakaan jalanan yg biasa disebut ROTS. Puncaknya tadi pagi, 28 maret 2016 saat kami berangkat dari Kalibedog membawa 3 kardus buku, 2 karpet dan peralatan" kecil lainnya dan membuka lapak di alkid seperti biasa.

Yaa, seperti biasa pula, selalu ada orang" yang baru pertama kali mampir ke lapak kita. Kami pun menyapa mereka seramah mungkin dan memberi tahu bahwa buku ini tidak dijual namun dipinjamkan secara gratis. Maklum, agak susah mengidentifikasi apakah lapak kami ini penjual buku atau perpustakaan mengingat ada puluhan lapak komersial lain yang menjual berbagai jenis barang. Alhasil, setelah bercakap cakap dan mereka mengetahui bahwa tidak dibutuhkan menaruh identitas sebagai jaminan atau mencatat nomor telpon di buku catatan peminjaman buku, mereka pun terkejut dan keheranan.

Saat itu pasti muncul pertanyaan: "Lho mas nek buku ne ilang/ndak kembali piye?", kata mereka. Saya atau pegiat lain pun menjelaskan bahwa komunitas ini ingin menjadikan " trust" sebagai landasan dalam menjalin relasi dgn masyarakat. Mendengar itu, warga sang calon peminjam pun biasanya tersenyum dan tak jarang pula memberikan pujian atas "keberanian" kami meminjamkan buku tanpa menaruh bukti identitas. Nah, ada kejadian menarik saat ROTS tadi pagi. Sebuah keluarga peminjam buku setia di lapak kami datang dan mengembalikan buku (sekaligus meminjam lagi). Sang ayah menyuruh anaknya memilih buku dan diambil lah beberapa buku bobo dan buku dewasa utk sang ayah. Setelah itu, seperti biasa, saya mencatat judul buku yg dipinjam mereka.
Tiba-tiba, sang ayah itu bertanya kepada saya seperti ini: "mas, buku yg saya kembalikan tadi sudah dicatat kan?". Saya pun menjawab " Oh iya pak sudah kok (padahal aslinya belum), lagipula kita saling percaya hehe" jawab ku. Si bapak itu berkata lagi "Hehe harus dicatat dong nanti reputasi saya sebagai peminjam buku rusak kalau ga dicatat dan nanti dikira saya tidak mengembalikan. Kredibilitas itu penting mas hehe (maksud si bapak itu kredibilitas dia sebagai peminjam buku)". Hmm, mendengar kata-kata bapak itu saya hanya menjawab "iyaa pak" sambil tersenyum.
Namun, dalam hati dan pikiran, saya jadi berpikir keras. Kredibilitas dan reputasi apa yang ingin dijaga oleh si bapak itu?. Begini yaa, jujur saja, bahkan saya tidak pernah mengecek lagi daftar pinjaman buku masyarakat. Bahkan sudah berulangkali kami mengganti dgn kertas lain utk mencatat buku yg dipinjam warga saat ROTS. Bahkan sudah banyak catatan yang hilang. Tapi terus kenapa kalo kita tidak pernah mengecek itu? kenapa kalau catatan nya hilang? lalu kenapa kalau secara ADMINISTRATIF KAMI TIDAK RAPIH? Memang nya kami pernah mengukur kredibilitas warga yang meminjam buku saat ROTS?

Secara pribadi saya meyakini bahwa kemuliaan tertinggi dari gerakan literasi yang kami lakukan (ROTS dalam konteks ini) itu bisa terwujud saat buku itu dibaca dan ada ilmu yang masyarakat serap dan ilmu tersebut ter-implementasikan. Artinya, iman tertingginya adalah sisi kebermanfaatan dari buku yang ter-sirkulasi via aktivitas perpustakaan jalanan (ROTS). Pencatatan itu metode (administrasi) yang kami pakai untuk memastikan kita bisa mencapai kemuliaan tertinggi tersebut. Jadi, yang substansia dari ROTS itu bukan teknik atau kerapihan pencatatan itu sendiri namun "TERSIRKULASI NYA BUKU-BUKU DAN DIBACANYA MEREKA SEHINGGA PARA PEMBACA TERSEBUT BISA MENGIMPLEMENTASIKAN NILAI-NILAI YANG MEREKA DAPAT DARI BUKU TERSEBUT". Itu substansinya.

Jadi, saat kita yakin bahwa apa yang kita lakukan telah berhasil mencapai tujuan kemuliaan tersebut (ini bisa kita ketahui dari pengunjung yang selalu kembali hampir setiap minggu untuk mengembalikan dan meminjam buku baru lagi dan ini dilakukan melalui dialog-dialog menyenangkan penuh senyuman tanpan kepentingan dan kemunafikan apapun), untuk apa lagi kita berbicara tentang kerapihan administrasi pencatatan buku tersebut? lalu kenapa kalau ada satu dua buku yang tidak kembali? apa yang salah dari buku yang berpindah orang tua asuh?. Sejak awal ROTS yang berupa perpustakaan jalanan yang digagas RBK ini merupakan alternatif dari minimnya akses terhadap buku yang 3M (Murah, Mudah, & Manusiawi) yang sebenarnya merupakan tanggung jawab terbesar pemerintah.

Rasa cinta, relasi manusiawi, dan kebahagiaan melihat manusia membaca buku dengan senyuman telah kita lihat dan wujudkan. Lalu kenapa kita harus menilai kredibilitas masyarakat yang kita telah sukses bangun relasi manusiawi dengan nya?. Yaappss, kita tak peduli dan tak akan pernah mengukur nilai-nilai yang lahir dalam logika masyarakat industri tersebut. Kita sudah menang melawan " Iliterasi kemanusiaan" di Jogjakarta. Ini yang saya sebut sebagai "Beyond Credibility/Melampaui Kredibilitas" dan kesusksesan untuk tidak terjebak pada kejahatan administratif yang sayangnya selama 70 tahun Republik ini berdiri, dalam urusan pengembangan literasi, negara ini masih terjebak "Kejahatan Administratif" tersebut.
Long live Literacy Movement..!!

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK