Saturday, February 6, 2016

Podjok Literasi

Pencarian Kebenaran

Lutfi Z Anwar, Pegiat Podjok Batja

Setiap konflik sosial punya akar dan musabab yang rumit. Silang sengkarut. Tapi kita beruntung karena selalu akan ada orang yang mau terjun ke lapangan melakukan penelitian mencari jawab dari informasi yang simpang siur. Setidaknya sanggup membongkar dan menstrukturkan, sehingga kita bisa mengenali pohon persoalan. Makin jelas mana yang akar, batang, dahan, dan ranting. Kadang-kadang warna daunnya pun bisa kita kenali. 
Konflik kemanusiaan di Sampang adalah isyarat bagi orang-orang yang mau berpikir. Apakah benar konflik yang terjadi di sana adalah murni bentrokan/konflik yang terjadi antara penganut Syiah dan Sunny? Apakah memang benar keyakinan terhadap perbedaan mahzab menyebabkan pengusiran warga syiah dari Sampang Madura? 
Pertama, setiap ada konflik yang melibatkan atau menggunakan simbol-simbol agama dan mengenai umat beragama, hal pertama yang perlu dipahami adalah bahwa setiap konflik (dan, sebetulnya, setiap peristiwa sosial) tidak pernah memiliki hanya satu sebab tunggal. Dan sialnya, tidak banyak perubahan di kepala kita yang mudah sekali mendakwa dan menyetempel 'Islam radikal', 'kolot", ketinggalan jaman", 'konflik agama', dll. Maka model solusinya selalu serupa: dialog keagamaan dan antar-iman. Daun persoalan yang dipangkasi. Padahal jauh daun dari akar.
Abdullah Zed Munabari melalui penelitian lapangan di Sampang Madura banyak menemukan fakta bahwa konflik kemanusiaan yang terjadi di sana tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal agama, bukan soal perbedaan tafsir dan ideologi. Namun diwarnai pula soal rebutan kekuasaan antar aktor-aktor lokal, adu kepentingan maupun rebutan jatah kue ekonomi yang menggiurkan. 
Dalam diskusi pagi itu Abdullah tak memberikan jawaban final dan pasti penyebab konflik. Lewat analisisnya pengaruh trikotomi kekuasaan negara, kyai, dan blater ia memberikan alternatif dalam memandang konflik di sampang. Mengajak kita memperluas cara pandang. Abdullah, lewat uraiannya yang cemerlang berhasil merangsang untuk mencari. Bukankah diskusi yang baik seharusnya begitu, tak berpretensi memberi jawab final namun merangsang untuk mencari, mempelajari. Sebab memang tak mungkin satu penelitian mampu menjawab persoalan dengan tuntas. Apalagi konflik yang selalu melibatkan banyak faktor dan begitu kompleks.
Tiga kali saya mendengar penelitiannya tentang konflik Syaih di Sampang, pertama di Podjok Batja, kedua di Rumah Baca Komunitas, ketiga di Taman Baca Mahanani. Penelitian yang melibatkan manusia, persoalan kemanusiaan selalu memiliki daya tarik tersendiri. Terlebih Abdullah memiliki kemampuan analisis tajam yang membuat saya tertarik untuk mencari tahu lebih jauh dan membaca buku-buku tentang konflik dan kekerasan.
Sore tadi saya berkunjung ke taman baca masyarakat Daar el Fikr Gelaran Jambu yang diasuh A Iwan Kapit. Di rak buku yang berderet di situ saya menemukan buku Orang-Orang Kalah yang disunting Roem Topatimasang. Buku yang memotret konflik yang terjadi di Maluku. Saya teringat uraian Abdullah tentang kompleksitas konflik di Sampang, berbagai macam faktor dan aktor yang terlibat. 
Di buku itu P.M Laksono di pengantarnya menyebutkan bahwa konflik di Maluku bukan sebatas konflik agama, tetapi konflik yang memiliki latar belakang sejarah panjang. Digambarkan di buku itu orang-orang Maluku adalah orang-orang yang kalah. Orang-orang yang menjadi korban tombak bermata tiga yang ditusukkan oleh duet pemodal dan kekuasaan politik. Antara lain ia menyebut pada tahun 1991 dalam rangka proyek pemukiman kembali suku terasing oleh Departemen sosial, dipindahkan ke Alakamat sekitar 23,5 kilometer dari Sekenima. Tujuan pemindahan itu "mulia" agar anak-anak orang Huahulu dapat bersekolah, memudahkan penyuluhan, dan pembinaan agar hidup mereka tidak "asing" dan lebih "maju". Sementara itu di Sekenima telah masuk bulldozer dan chainshaw milik PT Barata Jaya, pemegang konsensi Hak Pengusahaan Hutan di wilayah itu. Hubungan dengan perusahaan ini digambarkan oleh dua orang pemuka adat dengan memilukan. "Dulu perusahaan datang mengajak kami buka hutan untuk bikin kebun. Kami percaya saja, lagipula mereka punya alat-alat yang bisa bantu kita kerja cepat potong kayu. Ternyata itu cuma tipu, karena setelah itu kami malah dilarang bikin kebun di tempat bekas penebangan." 
Saya tertarik ingin membacanya dan memutuskan meminjamnya untuk dibaca di rumah. Begitulah saya merasa beruntung bertemu, kenalan, dan berteman orang-orang seperti itu. Mereka mengantarkan saya pada petualangan-petualangan baru yang mengasyikkan. Memasuki labirin pengetahuan yang tak pernah tahu di mana ujung dan pangkalnya.

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK