Saturday, June 11, 2016

Gerakan Mural Menyelamatkan Ingatan

Gerakan Mural Menyelamatkan Ingatan (Bagian 1)

Mural adalah pemberontakan. Mantra ini tak klise. Setiap orang bisa berimajinasi soal media apapun yang membawa kekuatan mengubah. "Saya berpikir keras bagaimana caranya supaya Kediri ini urip" kata Mas Dodoth. Mantra yang mungkin tampak klise itu, akhirnya punya arti. Pemberontakan adalah cara hidup, dan Kediri bagaimana pun caranya harus bangkit. 
Mas Dodoth, seorang seniman-- meskipun sebenarnya dia ingin mengaku sebagai tukang gambar--bersama Siswanto mengerjakan mural. 

Mural adalah bagian dari seni lukis (artwork painting) yang secara langsung diekspresikan pada media  tembok. Dalam Mural, berbagai unsur arsitektural saling berkolaborasi. Kita akan menemukan kolaborasi antara tekstur, objek, hingga teks. Maka, Mural secara umum dikenal sebagai aktivitas menggambar dengan proses memadu berbagai unsur--hal ini yang sekaligus membedakannya dengan Grafiti yang mengeksplorasi teks atau simbol. Mural termasuk seni lukis tua, sejak zaman Paleolitik. Istilah Mural sendiri sebenarnya menjadi populer sejak digunakan dalam gerakan seni Mexican Muralism pada tahun 1920an yang memuat pesan politik untuk menyatukan kembali negara di bawah Revolusi Mexico. Tiga Muralis yang patut disebut terlibat dalam gerakan yakni;  Diego Rivera, Jose Clemente Orozco, dan David Alfaro Siqueiros. 

Mural, dalam sejarah selalu terlibat sebagai bagian dari topik antara gerakan seni dan politik. Jika Mas Dodoth bilang bahwa dia hendak membawa ingatan orang terhadap kulturnya masing-masing lewat mural. Maka, Mural secara historis memang mengambil peran demikian. Mural mengambil peran sebagai "pengingat". Berkaca dari revolusi Mexico, Mural memperingatkan soal pembebasan. 

Mural juga memainkan peran penting bagi gerakan literasi. Gerakan Mural (Mural Movement) yang dilakukan oleh Ramon Alva de la Canal di Colegio San IIdefonso kurang lebih bermaksud menyadarkan soal pentingnya transformasi masyarakat melalui pemberantasan buta huruf. Ide-ide Marxisme memang kental berkelindan di antara gerakan mural dan pesan literasi, sebab selalu bicara soal rekonstruksi identitas baru melawan penindasan.

Mural menyelamatkan ingatan. Kepunahan peradaban tidak selalu soal "tak ada bangunan" sebagaimana yang dibayangkan para teknokrat, atau para penikmat film futuristik. Lebih daripada itu, proses menjadi purbanya identitas kultural merupakan akhir sejarah atau kepunahan yang sebenarnya.  Maka tindakan mengingat (sekecil apapun daya yang dilakukan) akan jadi titik tolak refleksi kerja-kerja baru yang semakin kreatif. Persis dalam hal semacam itu, Mural Dodoth dan Siswanto menjadi penting. Total 40 hari pengerjaan Mural menjadi tanda baru bagi orang yang mencintai kewarasan. Mereka adalah orang yang senang mengapresiasi kultur, dan bersenanghati menyelamatkan ingatan. Menyelamatkan kota.

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK