Saturday, June 11, 2016

Literasi Camp dan Anak Panah Literasi


Oleh: Hanapi
Pegiat Rumah Baca Komunitas dan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UMY


“jalan literasi adalah jalan jihad kotemporer untuk kemaslahatan masa depan untuk semua generasi, membangun bangsa yang dicekoki oleh iklan dan berita yang tidak sehat untuk perkembangan paradigma keilmuwan untuk masyarakat suatu bangsa maka gerakan literasi berbasis komunitas suatu pilihan dakwah yang sebenarnya untuk membangun masyarakat ilmu yang sejati”

          Literasi camp yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat ikatan Pelajar Muhammadiyah di banten pada tanggal 27-29 mei merupakan agenda strategis dan sekaligus sebuah upaya yang sungguh-sungguh untuk mewadahi gerakan literasi yang ada di indonesia untuk saling mengenal, berbagi, menguatkan, kolaborasi untuk menghidupkan sudut-sudut ruang yang masih gelap, ter-komersialisasi secara massif dan ruang yang tidak berpihak untuk masyarakat. Selama ini bangsa indonesia masih terkenal sebagai bangsa yang memiliki indeks yang rendah dalam hal membaca, pelabelan negative ini menjadi tantangan bagi generasi muda untuk bergerak dengan segala upaya pikiran dan tenaga bahwa indonesia bukan bangsa yang malas tapi bangsa yang hanya sedang dilanda oleh kebijakan yang tak berpihak dan tak mengandung nilai pancasila sesungguhnya.

Ada banyak hal yang menyebabkan kenapa indeks baca masyarakat indonesia lemah,  Menurut Syahruddin El-Fikri “Rendahnya budaya baca masyarakat ini dikarenakan oleh masyarakat indonesia lebih suka menonton televisi, mendengarkan radio, dan bergelut pada dunia maya dibandingkan membaca buku” selain itu Teguh Hindarto mengatakan ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya dan lemahnya minat baca masyarakat yang Pertama, Faktor internal, Menurut Setiawan Hartadi lebih kepada peran orang tua dalam menamkan budaya baca kepada anaknya agar nilai-nilai ketertarikan terhadap buku sudah melembaga tetapi peran orang tua untuk sekarang tidak berjalan malahan membiarkan anaknya untuk bermain gadget; Kedua, Faktor eksternal, Nooraida Permana mengatakan untuk eksternal ini “dibutuhkannya peranan pemerintah dan perpustakaan dalam meningkatkan minat membaca masyarakat”.

Kelemahan yang terjadi ini menjadi tantangan sekaligus bahan untuk menguatkan energi bahkan menambah kapsul literasi Revolusioner agar perjuangan untuk mewujudkan masyarakat literasi benar-benar memiliki daya tahan yang berkelanjutan, di dalam acara literasi camp David Efendi mengatakan lakukan hal yang sederhana dan radikal untuk melakukan perjuangan literasi yang dicontohkan dengan membawa beberapa buku melalui motor, terus buka lapak, itu merupakan usaha literasi yang mudah dan radikal. Perjuangan literasi tidak harus seperti yang dilakukan pemerintah yang harus menunggu waktu lama, membangun gedung yang mewah, tinggi tapi kebanyakan penuh aturan yang tidak membangun budaya kepercayaan, Kak David mengatakan Pemerintah saja takut kehilangan bukunya dengan membuat aturan seperti denda. Menurut penulis inilah salah satu penghambat dunia literasi dimana pemerintah tidak bisa membangun kepercayaan publik bukan berarti aturan tidak baik kalau sudah sampai tahap denda maka jalan literasi tadi sedikit ternodahi karena niat baik pada awalnya, harus memiliki proses yang baik dalam menjalankannya. Di Rumah baca komunitas kegiatan RBK on the street yang dilakukan tiap hari minggu di alun-alun kidul dimana buku dipinjamkan dengan tanpa syarat kepada publik. tentunya ini menjadi formula yang jauh lebih menarik ketimbang bersama aturan yang kolot dan kaku tapi usaha  tanpa syarat ini bagian jihad literasi sesungguhnya karena selain membangun kedekatan melalui kepercayaan publik, yang dibangun ini budaya untuk bersama dan menunjukkan bahwa buku bukanlah barang mewah sekaligus tidak ribet untuk mengaksesnya.

Acara literasi camp ini dihadiri oleh berbagai pegiat literasi salah satu nya ada pegiat literasi dari lampung atau lebih dikenal komunitas Griya Buku yang menggerakan literasi yang kontekstual melalui ekonomi kreatif sesuai kebutuhan masyarakat seperti yang dikatakan pegiatnya yang disapa dengan panggilan Pak Cik, literasi yang tidak hanya berwacana tetapi aksi melalui ekonomi kreatif untuk warga begitulah katanya, Omah Buku dari Jatim dari Kak Manu, Rumah Baca Hos Cokro Minoto dan masih banyak komunitas lainnya. Dalam acara Literasi Camp Mas Golla Gong seorang pendiri Rumah Dunia dengan semboyan “Aku bangun dengan kata-kata”, memberikan cerita banyak hal tentang dunia literasi, mulai dari bagaimana Ia membangun rumah dunia dan memasuki dunia literasi, Ia mengatakan buku memiliki dua manfaat yang pertama, membuat seorang percaya diri; Kedua, bisa mengunjungi banyak tempat, Ia juga mengatakan kalau ingin “mendirikan komunitas harus kuat luar dan dalam”.

Dalam kegiatan literasi camp begitu banyak hal yang mengispirasi, mengenal perbedaan menjadi sebuah kekuatan dan komitmen untuk bersatu, sebuah gerakan literasi multicultural yang miliitan bukan semu dan kosong. Kak Wiek seorang pegiat Rumah Baca Komunitas mengatakan Literasi harus memiliki keberpihakan terhadap kaum yang dimarginalkan, inilah literasi yang memiliki semangat membebaskan dan men-advokasi untuk menegakkan nilai-nilai ilmu pengetahuan demi kebenaran, dalam arus modernisasi yang tidak tentu kemana arah pembangunan bangsa ini, gerakan literasi ini menjadi gerakan pemberdayaan umat yang efektif dan efisien dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan juga ketika modernisasi menggeruskan budaya dan mengubah prilaku dari segala arah dan ketika arus akumulasi modal terus meningkat secara exploitatif dalam suatu negara maka anak panah literasi harus terbang untuk bediri, bergerak, mempelopori dari segala arah agar cahaya pencerahan hidup di zaman modern yang penuh dinamika dan tantangan, melawan ketidakadilan bersama pena dan buku yang mengantarkan jalan perlawanan sesungguhnya namun bisa bersatu atas nama apapun selama itu kebaikan yang diharapkan banyak orang atau masyarakat luas.

Seorang pegiat literasi, pencinta buku, orang suka berbagi tentang ilmu pengetahuan, mengabdi untuk pendidikan, merekalah anak panah literasi yang menyebarkan virus-virus literasi untuk membawa perubahan menuju bangsa dan desa yang cinta akan ilmu pengetahuan. Dauzan Farook mengatakan “siapapun bisa menjadi peggerak literasi”. Literasi camp yang diselenggarakan ini menjadi suatu wadah integaralisasi multicultural perjuangan jalan jihad kotemporer dalam mewujudkan indonesia berkemajuan.

 “kalau kapitalisme telah menjarah kita, nilai-nilai kezaliman telah beterbangan bahkan telah membunuh banyak orang maka ambilah penamu, lakukan perjuangan, kritik secara vokal, peluklah bukumu, kuatkan iman hidup sesuai keyakinanmu, telitilah masalah secara mendalam, halulantakkanlah ketidakadilan itu agar anak panah literasi itu mampu menjadi pencerah disetiap zaman” Hanapi (Anak Panah Literasi).

“ketika hutan ditebang secara liar, hukum adat tidak berjalan, masyarakat adat berada dalam posisi digerus arus pembangunan yang tidak adil maka jalan literasi hadir sebagai jawaban untuk menyelamatkan bumi yang dilanda nafsu serakah demi kepentingan ekonomi semata, bersama literasi dan ekoliterasi inilah bumi terawat dan terjaga karena nilai-norma maupun etika yang langkah masih tetap terjaga disegala zaman karena itu bingkai moral dan keadaban landasan untuk membangun masyarakat utama” Hanapi (Anak Panah Literasi).

“jika nanti ibumu bertanya, apa cita-citamu maka jawablah aku ingin jadi anak panah literasi, jika Ibumu bertanya kenapa alasannya? Jawablah karena aku melihat begitu banyak orang pintar tapi jauh dari rakyat” Hanapi (Anak Panah Literasi).

“ketika bisnis selalu menggunakan logika profit maka bisnis itu hanya kerusakan dimuka bumi, istilah literasi entrepreneur sangat cocok untuk menjawab zaman, selama bisnis itu tidak merampas hak orang lain apalagi hak orang-orang tertindas” Hanapi (Anak Panah Literasi).


No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK