Saturday, October 13, 2012

5 Pilar Gerakan Membaca

Oleh : David Efendi
Direktur Rumah Baca Komunitas


Ibarat bangunan rumah, Indonesia atau negara mana pun membutuhkan pilar-pilar kuat untuk menopang agar tidak cepat runtuh dimakan oleh rayap atau guncangan bencana alam. Indonesia dibangun dengan fondasi lima sila dalam pancasila untuk menghindari keruntuhan akibat pluralisme dan atau kemajemukan yang merupakan fakta sejarah dan kenyataan sosial. Agama pun mengalami hal yang sama sehingga Islam dibangun atas 5 rukun Islam dan 6 rukun Iman sebagai pilar penyangga untuk mewujudkan harmoni antar manusia dengan menusia dan manusia dengan tuhan.

 Gerakan komunisme ala Marx diperkuat dengan 10 manifesto kumunisme untuk meyakinkan kaum proletar bahwa perjuangan kelas itu mungkin dan tidak sulit diiimplementasikan. Dalam beberapa derajat, di Indonesia pernah ada gerakan rakyat untuk revolusi sosial yaitu yang dikenal "G30S PKI" yang kini kembali diperdebatkan masyarakat. Pun demikian, Gerakan Membaca, gerakan Iqro atau gerakan membutuhkan pilar untuk menjadi berhasil baik semenjak fase perintisan, pembangunan, massifikasi, dan revitalisasi.

 Setidaknya ada lima pilar penyangga yang akan membawa sukses gerakan membaca antara lain yaitu perlunya sinergi antar unsur dan lembaga diantaranya konsepsi ideologi gerakan membaca, penggerak, perpustakaan/rumah baca, industri perbukuan yang ramah, dan peran negara/pemerintahan.

 Ideologi
Tradisi melek-baca harus secara ideologis dipahami sebagai manifestasi Iman karena Islam memerintahkan ummatnya menimba ilmu dengan menggunakan pikiran baik untuk merespon teks dalam buku atau konteks realitas sosial. Hal ini tidak hanya berfungsi jangka pendek--untuk pencerahan akal-budi pembaca tetapi harus diartikulasikan dalam visi yang ;ebih jauh ke depan untuk tugas kekhalifaan. Misalnya, membaca untuk kegiatan pembelaan, penyadaran, dan pemberdayaan masyarakat. Dengan kata lain, membaca harus menjadi bagian ritual keagamaan/ibadah sehingga menjadi terinternalisasi secara kuat dalam hati dan perbuatan.

 Penggerak
Tidak perlu sejuta orang bergerak bersama untuk promosikan gerakan membaca. Tetapi perlu insan-insan yang tercerahkan dan kreatif walau jumlahnya sedikit. Peradaban bumi manusia berubah hanya oleh manusia-manusia pekerja keras, pemikir serius untuk mengubah bumi menjadi lebih baik. Nabi Muhammad dan sahabat adalah minoritas untuk melakukab revolusi sosial-agama-politik pada masyarakat biada--menjadi beradab. Sukarno, dengan nada meyakinkan hanya membutuhkan 10 orang pemuda (kuat fisik dan pikiran) untuk menggoncang jagat dunia. Demikian juga penggerak budaya minat baca, hanya perlu komunitas yang militan dan istiqomah sebagai tentara Allah yang mengumandangkan perlunya ilmu melalui kegiatan membaca.

Ini adalah hard ware alias perangkat keras dari pilar gerakan membaca setelah perangkat lunak (ideologi dan insan tercerahkan) di atas. Sebagai hardware perlu terus inofasi. Inofasi yang sedang terjadi adalah transformasi perpustakaan pribadi menjadi komunitas, sumber buku offline menjadi online atau perpaduan keduanya. Selain itu, perlu pelopor perpustakaan 24 jam sebagai pusat belajar tanpa ada matinya. 

 Industri Perbukan
Industri buku yang terus berkembang pesat tidak boleh hanya berorientasi keuntungan tanpa ada program pencerdasan terhadap bangsa. Distribusi buku berkualitas tidak hanya di kota dan pada kelompok menengah kaya tetapi semua berhak mendapatkan bacaan yang bermutu. Caranya? perlu sinergi antar stake holder gerakan sehingga ada simbiosis mutualism yang dapat diwujudkan. Buku untuk rakyat, buku murah berkualitas untuk rakyat! menjadi jargon yang harus diwujudkan melalui dana zakat, APBN, APBD, APB Desa dan lembaga lainnya.Selain itu, perpustakaan di sekolah-sekolah negeri sejatinya adalah ruang publik yang layak dan bisa diakses semua warga negara Indonesia.

 Peran Negara
Membaca adalah kewajiban nasional untuk membangun negara sebagaimana tujuan negara ini dibuat--mencerdaskan bangsa. Karena itu, negara harus hadir dan berperan untuk mewujudkan perpustakaan rakyat dan masyarakat melek baca (bukan hanya melek huruf/angka). Misalnya, dari 20% anggaran pendidikan 5 % saja untuk perpustakaan rakyat tentu luar bviasa 25 tahun ke depan. Dengan melek baca tinggi daya saing bangsa akan naik secara signifikan. Tetapi jika tidak, bangsa ini akan merosot sampai ke liang lahat. Ini adalah tugas semua manusia, semua negara yang ingin hidup lebih damai dan lebih lama di bumi yang semakin ganas.

  Tanpa kesatuan gerak kelima pilar tersebut, gerakan membaca akan terus menjadi subordinat dari 'budaya' hedonis dan juga, ilmu pengetahuan akan menjadi formalitas tanpa ruh dan etos untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.

 Melihat secara konstruktif untuk menganalisa kenapa Jepang, atau Barat mislanya lebih kuat tradisi baca-tulisnya? Hal ini diakibatkan oleh bangsa kita yang lahir dari komunitas hierarki artinya orang mendapatkan ilmu dan pengetahuan karena ditutunkan oleh Kyai, tokoh, dan sebagainya melalui tradisi oral/cerita sementara di Barat melalui referensi buku di perpustakaan. Hal ini bisa saja karena khasanak ilmu dari dunia Islam diboyong ke Barat. Dalam kasus Jepang, etos meningkatnya tradisi membaca lebih dikarenakan etos mengejar ketertinggalan lantaran Nagasaki dan Hirosima porak poranda dan Jepang jatuh miskin pasca kekalahan dalam perang dunia ke-2.

Bangsa ini harus bergerak, paling tidak mengikuti Jepang, kerja keras mengejar ketertinggalan di segala bidang dengan membangun budaya membaca mulai sekarang, dengan segala sumber daya yang ada. Dengan demikian, akan ada harapan Indonesia masih eksis di bumi sampai seratus tahun ke depan.

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK