Monday, October 15, 2012

Membumikan Gerakan Iqro'

Oleh : David Efendi
Direktur Rumah Baca Komunitas



Gerakan Membaca atau gerakan Iqro secara harfiah mempunyai makna sama tetapi dalam perspektif ideologis gerakan Iqro mempunyai penekanan pada pentingnya ideologi pembebasan yang termaktum dalam theologi IPM 'gerakan kritis tranformatif' yaitu perlunya nilai-nilai penyadaran, pembelaan dan pemberdayaan dalam gerakannya (baca tanfidz Muktamar IRM Lampung 2004). Sementara gerakan membaca terlihat agak bermadzab developmentalisme yang percaya bahwa membaca akan membantu menyelesaikan persoalan tugas sekolah/kuliah untuk naik kepada jenjang karier berikutnya. Inilah perbedaan itu. Persoalannya adalah apakah semua kader IPM paham?

Karena faktanya seringkali terjadi patahan paradigma dalam periode di IPM sehingga mengancam orientasi fisi masa depannya baik internal maupun kebutuhan untuk menawarkan alternatif atas persoalan global kekinian. Saatnyalah kita bekerja sama untuk kembali membumikan gerakan Iqro yang sampai hari ini belum beranjak ke mana-mana. Bagi saya, masih jauh panggang dari api.

Pribumisasi Gerakan iqro
Dari survey yang dilakukan oleh harian KR dan UPN di Yogyakarta awal Oktober lalu memunculkan fakta baru bahwa hanya 5% anggaran mahasiswa untuk membeli buku dan menghabiskan sebagian besar untuk wisata kuliner setiap hari. Ini di kota pelajar, bagaimana ini juga akan terjadi di kota yang lebih besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, makasar? tentu hasilnya akan sangat lebih buruk jika kita asumsikan pada tersedianya akses buku murah, pameran, dan perpustakaan. Fakta ini harus dijawab dengan langkah nyata bahwa kita perlu advokasi gerakan iqro tidak peduli siapa dan di lingkungan apa kita berada. Gerakan Iqro, ekpresi gerakan pelajar/terdidik, adalah ruh bangsa yang sedang dalam taruhan zaman.

Pribumisasi gerakan ini tidaklah sulit karena infrastruktur kita sudah terbentuk dari pusat sampai ranting, dari universitas sampai TK ABA sehingga hanya kemauan, social will atau political will dari pengambil kebijakan di organisasi untuk eksekusi pentingnya 5 pilar gerakan Iqro diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai standar kualifikasi kader/kekaderan harus diukur dengan tradisi baca-tulis yang ketat sehingga kualitas intelektual dapat dipertanggungjwabkan tidak hanya di hadapan manusia tetapi juga sebagai khalifah yang haus ilmu dengan bersandar pada wahyu ilahi: IQRO!!

Setidaknya ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk revolusi damai Indonesia dengan gerakan membaca. Pertama, gerakan harus mulai dari atas dan bawah agar cepat. PP IPM, misalnya, merekrut manusia-manusia super untuk mengelola berbagai komunitas pecinta buku dan rumah baca yang sudah ada sembari menginisiasi untuk membuka yang baru dengan dukungan finansial dan material perpustakaan komunitas. Alumni pun harus dilibatkan termasuk amal usaha Muhammadiyah. Perpustakaan ranting, cabang, daerah harus menjadi target kultur organisasi baru sheingga menjadi lebih melek baca.

Kedua, menggembirakan minat baca di lingkungan sekolah yang emnjadi basis organisasi IPM sperti SMP/SMA sederajat. Perpustakaan sekolah tidak lagi boleh menjadi gudang atau formalitas tetapi harus dimanfaatkan. Pengurus IPM wajib dilibatkan menjadi pengelola perpustakaan sehingga menjadi pelajaran tersendiri bagi mereka untuk menghasilkan manusia-manusia pecinta buku/ilmu. Perpustakaan tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pegawai sekolah yang dibatasi 'jam tayang' sehingga tidak bisa diakses dengan mudah.

Ketiga, kesadaran perlu dibangun dengan menggaet stake holder yang dirasa dapat memberikan konstribusi secara kongkrit seperti amal usaha muhammadiyah untuk penyediaan buku, hibah buku, ruang, dan mungkin akses-akses internet untuk memajukan budaya baca-tulis tersebut. dengan demikian,spirit Iqro ditularkan kepada institusi dan lembaga yang pada akhirnya akan membantu keberlangsungan gerakan membaca. Ini adalah persoalan kebijakan lembaga/amal usaaha untuk mengalokasikan anggaran untuk gerakan membaca. 

CSR (Social Responsibility) yang selama ini dimaknai sebagai kegiatan sosial diluar kegiatan kampanye pentingnya membaca kemudian perlu realokasi untuk kegiatan rumah baca yang secara nyata lebih berdimensi jangka panjang lantaran buku dan perlengkapan perpustakaan komunitas dapat hidup lebih lama ketimbang konsumsi lainnya. Hal ini kemudian mengetuk tranparansi para pengelola CSR perusahaan. Tidak hanya itu,  banyak kasus pengelolaan lembaga zakat yang kadang tidak mengalokasikan zakat untuk pemberdayaan sehingga berdimensi jangka pendek karena dianggap hanya untuk alokasi pangan sehari-hari orang miskin. Kebutuhan buku, layaknya, kebutuhan pendidikan harus dimaknai sebagai kebutuhan primer dan penting sehingga unsur pemberdayaan berorientasi masa depan ini harus digalakkan dan digemberikan.

Sebagai kalimat penutup catatan singkat ini, saya kembali menekankan bahwa upaya pembumian gerakan Iqro--agar dapat dengan mudah dipahami dan dilaksanakan oleh jaringan organisasi tentu saja pembumian ini tidak hanya menyangkut dimensi fisik dimana harus menghadirkan rumah baca sebagai manifestasi gerakan tetapi juga ideologisasi terhadap gerakan itu sendiri sehingga aspek ibadah, sosial menyatu atau antara yang duniawi dan ukhrowi juga berkelindan dalam gerakan ini.
Wallahu 'alam bi asshowab.

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK