Thursday, October 8, 2015

Perang Kota

Kota baru, kota para binatang

David Efendi

Tangis kepapaan menderu deru dari balik tembok kota
Tapi deru tangis itu kalah dengan mesin mesin motor
Tapi deru tangis itu kalah dengan getar alat alat berat pembunuh kota manusia
Di kota baru, manusia baru paling berkuasa. Manusia dengan spesimen berduit dan berkuasa yang menang. Kota pun disulap seperti kebun binatang. Orang orang susah layaknya binatang sirkus akrobat untuk mendapatkan belas kasih atau uang konservasi.
Benar. Orang susah tak dilempar kelaut tapi orang miskin adalah obyek belas kasih dan pelengkap penderita. Adalah benar pasar tradisional tak digusur, tapi penghidupan mereka direnggut dan dihimpit dibawa kaki gunung. Pelan tapi pasti nyawapun akan lepas dari sarangnya.
Kota tua kota istimewa berbudaya. Umurmu tinggal nostalgia. Memandang ke kanan ke kiri dadi balik gedung pencakar langit aku saksikan sendiri sekawanan binatang berpesta pora untuk menghancurkan manusia kota. Beragam cara digunakan untuk hilangkan oksigen dari ruang publik dan diubahnya menjadi AC AC raksasa di dalam gedung gedung mewah. Kematian pahit manusia kecil sedang disaksikan dari kamar kamar VVIP di sudut sudut kota. Orang miskin dilarang hidup di kota kecuali rela menjadi binatang sirkus dalam karantina.
Rintihan sesak tangis sesak napas tak seramai suara disko dan musik dari supermarket dan mega mall . Nestapa gulana tak mampu di dengar dari ruang rapat para pejabat karena pejabat sedang sibuk menghitung untung dari brangkas pemodal.
Kota ini tak lagi istimewa. Sungai menghitam dan air tanah asat itu adalah festival kematian kota yang menghibur pembaca media. Sudahlah, kita harus pulang segera menjemput langit yang tak lagi berair.
Jogja kematian ke sekian kalinya tapi belum kunjung terlahir kembali. Kota ini setiap detik adalah peperangan yang mematikan. Termasuk mematikan akal sehat.
Aku saksikan dalam nafas kegerahan. Kota yogyakarta tak ubahnya seperti zooPolitan--manusia saling berebut mengerdilkan orang lain. Saling memangsa hak satu sama lain, yang paling buas yang paling berkuasa. Kota telah lumpuh kebudayaan manusiawi. Birahi telah diletakkan lebih mulia dari rasa tepo seliro.
Kita sedang membangun warisan kota tak beradab bagi cucu cucu manusia jika kita diam tak berbuat apa apa.

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK