Tuesday, August 11, 2015

Angkringan Literasi


Lupet, Pegiat Podjok Batca

Dibandingkan membaca tulisan Samuel Mulia di kolom parodi saya lebih sering membaca tulisan Bhre Redana di kolom udara rasa, Kompas Minggu. Hari minggu yang lalu salah satu teman, Fauzan Anwar Sandiah, ketika leyeh-leyeh di bawah pohon mangga sambil menunggui lapak perpustakaan jalanan Rumah Baca Komunitas, menyodorkan tulisan Samuel terbaru yang judulnya Mari Menabung!
Saya terima dan baca sampai selesai. Seperti biasa tidak ada impresi khusus yang saya dapatkan
ketika membaca tulisan-tulisan Samuel, biasa-biasa saja. Bahkan kerap kali saya tidak mengerti apa isi tulisan Samuel kecuali curhatan pengalaman kesehariannya dalam beraktivitas.
Dalam tulisan Mari Menabung! Samuel bercerita tentang kecelakaan antara taksi yang ditumpanginya dengan sepeda motor. Dari kecelakaan itu terjadilah drama singkat yang berakhir si sopir taksi harus mengeluarkan biaya untuk mengganti kerusakan motor. Padahal dalam kejadian kecelakaan itu kesalahan diakibatkan oleh dua belah pihak. Hanya saja yang satu berani mengakui kesalahan dan menanggungnya, yang satu berani menekan untuk mendapatkan ganti rugi.
Di bagian lainnya masih dalam tulisan yang sama. Samuel berkisah tentang kesulitan yang dialaminya ketika akan menyebrang jalan padahal saat itu sudah dibantu oleh satpam, namun tetap saja beberapa kendaraan tidak mau berhenti untuk memberikan kesempatan untuk menyeberang. Menurut Samuel perilaku pengendara yang tidak memberikan kesempatan untuk menyeberang bukan karena lalu lintasnya tetapi tetapi hanya karena orang tak mau mengalah. Ia percaya mereka yang tak mau mengalah tahu bahwa penyeberang jalan membutuhkan waktu dan kesempatan untuk menyeberang, tetapi tampaknya pengendara enggan memberikan waktu dan kesempatan itu. Rasanya mengalah itu susah sekali dilakukan.
Mengalah itu menurut Samuel membutuhkan kekuatan, bukan kekuatan fisik dan kegagahan raga, tetapi kekuatan hati dan kebesaran jiwa. Dan itu bukan hanya soal etika, sopan santun tetapi lebih merupakan tabungan di masa depan, di masa yang kita tidak ketahui apa yang akan terjadi di dalam hidup yang kita lalui. Kekuatan hati dan kebesaran jiwa untuk sebuah perbuatan baik itu adalah sebuah cara yang kita lakukan dan tanpa kita sadari untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan di masa depan. Perbuatan baik itu dikembalikan kepada kita dalam bentuk berbagai rupa dan datangnya tepat ketika kita membutuhkannya.
Sampai di sini saya tak mendapatkan impresi apapun membaca tulisan Samuel berjudul Mari Menabung! Seperti biasa berisi ujaran-ujaran klise, normatif semacam gaya bijak Mario Teguh. Dan itu sama sekali tidak menarik. Sampai teman tadi mengajukan pertanyaan, "bagaimana menurutmu tulisan Samuel? Adakah kutipan-kutipan menarik yang kamu temukan?" Saya jawab, "tidak ada yang istimewa, hanya saja Samuel menawarkan gagasan baru bahwa menabung itu tak melulu uang."
Kemudian ia mengambil koran dari tangan saya lalu menunjukkan kutipan yang menurutnya menarik yang bisa menjadi renungan, "jadi kalau sekarang ini anda merasa hidup anda tenteram, sehat, anak cucu bahagia, bisnis lancar, itu tidak semata-mata karena anda untuk memelihara semuanya dengan baik, tetapi juga merupakan hasil dari tabungan kekuatan hati dan kebesaran jiwa untuk hal-hal kecil yang setiap hari anda hadapi." Apa menariknya kutipan itu? Biasa saja normatif. Tapi aku diam saja tidak memberikan komentar karena aku menduga sebentar lagi akan keluar analisis filosofis darinya. Ternyata benar, tulisan Samuel yang menurutku biasa saja dan terkesan klise dan normatif diuraikan begitu menarik olehnya. Uraiannya terkait tentang tulisan itu begitu panjang. Ia sampai pada uraian tentang hasrat, kekuatan uang, konsumsi, dan teori kapital.
Saya mengangguk-angguk saja mendengar uraiannya di bawah pohon mangga yang teduh di saat siang mulai beranjak panas. Dari urainnya saya sedikit mengerti, tapi ini hanya dugaan saya saja bahwa tulisan Samuel Mulia selama ini adalah olok-olok dan kritik humor tentang keambiguan dan ambivalensi modernitas.
Kekhasan kekuatan tulisan Samuel adalah penolakannya untuk hanyut dalam ideologi konsumerisme, hedonisme, dan fetisme kapitalistik. Dalam ideologi itu mantra utamanya dalam mencapai kesuksesan dan kemuliaan hidup adalah kompetisi, efektif, dan efisien. Lewat tulisan-tulisannya di kolom parodi, Samuel Mulia berhasil menunjukkan ambivalensi mantra-mantra modernitas untuk mencapai kesuksesan dan kemuliaan

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK