Friday, May 8, 2015

Opini: Islam dan Demokrasi

Islam dan Demokrasi
“Dinamika Yang Tidak Akan Selesai”
          Oleh: Hanapi

“Hidupkan islam dalam ruh sistem politik itu, jangan kalian menjadi golongan yang memecah belah umat karena akan haus kekuasaan, cukuplah penderitaan umat selama ini, jangan kau tambah lagi, tegakkan nilai islam dalam sistem politik apapun”.(Hanapi)

            Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW, seorang pemimpin terbaik yang dikenal di dunia, pada masa kenabiannya Muhammad mendirikan sebuah Negara yang dikenal dengan Negara Madinah, Rasulullah membangun politik bersendikan Al-Qur’an dan Sunnah sehingga konstitusi Madinah menunjukkan ikatan dalam perdamaian umat manusia, Seorang Rasulullah bukan hanya menjadi seorang Nabi saja tetapi Ia menjadi pemimpin yang sangat terkenal dengan kebaikannya, hukum yang diterapkannya adalah hukum yang menegakkan keadilan dan kebenaran dimuka bumi sehingga pada zamannya tak ada masalah yang tak terselesaikan, setelah kematian Rasulullah dan Para Sahabat terjadi perdebatan di kalangan intelektual maupun cendikiawan muslim di dunia, perdebatan ini sebenarnya telah terjadi begitu lama namun masalah ini seolah-olah tidak kunjung usai, dari ulama islam dimulai Al-Farabi sampai sekarang Ayatullah Khomeni dan selanjutnya, masalah sistem politik islam selalu diperdebatkan namun tidak sampai pada tatanan implementasinya, meskipun Negara Iran telah berhasil membangun demokrasi islam dengan sistem pemerintahan Imamahnya, yang membawa Negara Iran menjadi Negara yang maju bahkan ditakuti oleh kekuatan barat, di indonesia sendiri wancana demokrasi dan islam masih pada tatanan wacana sedangkan gelombang-gelombang kekuatan-kekuatan yang ingin menegakkan sistem islam baik politik dan pemerintahan semakin muncul dipermukaan, sebagai contohnya Hizbur Tahrir Indonesia yang ingin menengakkan Sistem Khilafah di indonesia, berbagai macam jenis islam di indonesia yang menunjukkan lebel-lebelnya dengan ide-idenya yang katanya bisa “menyelesaikan segala masalah bangsa”.
           Yang menjadi pertanyaannya adalah benarkah sistem islam itu demokrasi atau Khilafah?, hal ini yang masih dipertanyakan padahal agama islam tidak menetapkan sistem politik yang secara sah baik dalil Al-Qur’an maupun Sunnah Rasulullah. Husein Haikal mengatakan bahwa “islam memiliki seperangkat nilai dan etika ketatanegaraan”, pendapat Husein Haikal ini sangat menunjukkan islam yang moderat dan sesuai dengan koridor kenyataannya, pada zaman Nabi dan Para Sahabat nilai demokrasi itu diterapkan bukan dijadikan simbol dan slogan kepentingan seperti sekarang, setiap pandangan cendikiawan islampun juga berbeda tentang sistem politik islam, ada yang mengatakan bahwa daulah islamiyah adalah “daulah demokrasi bukan daulah monarki dan daulah teokrasi, tokoh yang mengatakan ini bernama Yusuf Qordhowi, di Saudi Arabiah yang terkenal dengan Negara muslimpun tidak menetapkan demokrasi malahan menggunakan sistem Monarki, demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani yakni Demos artinya Rakyat sedangkan Cratos artinya kekuasaan, jadi secara harfiah demokrasi adalah sistem politik yang kedaulatan berada ditangan rakyat, demokrasi sudah lama ada di dunia ini bahkan sebelum turunnya Al-Qur’an dan Sunnah ke muka bumi, demokrasi sistem yang berasal dari peradaban yunani kuno namun demokrasi waktu itu dikenal dengan nama “demokrasi langsung”   
            karena jumlah penduduk yang tidak banyak seperti sekarang dan wilayah yang tidak luas sehingga bisa diterapkan pada zamannya, sekarang demokrasipun berkembang dengan pesat dengan berbagai macam jenisnya di Amerika Serikat dikenal dengan demokrasi liberal dan di indonesia dikenal dengan demokrasi Pancasila, yang menjadi permasalahan selanjutnya apakah islam dan demokrasi sejalan atau bertentangan? Ada tiga pandangan tentang islam dan demokrasi yakni: pertama: ada golongan yang memandang bahwa islam dan demokrasi selaras atau sama sehingga mereka tidak mempermasalahkan mana nilai islam dan mana nilai barat, kedua, pandangan bahwa islam dan demokrasi sejalan akan tetapi harus ada terjadinya filterisasi sehingga terjadinya konsep demokrasi yang islami, ketiga, pandangan bahwa islam dan demokrasi tidak memiliki hubungan sedikitpu, golongan ini menolak sistem islam yang demokratis, tiga pandangan ini telah menunjukkan bahwa islam dan demokrasi ada yang memandang sejalan, perlunya filterisasi dan ada yang menolak, jika ditinjau dalam aspek islam sebenarnya islam memiliki nilai demokrasi seperti seruan Al-Qur’an yang mengatakan “handaklah kamu bermusyawarah dalam pengambilan keputusan” Firman ini telah menunjukkan bahwa islam memiliki kesamaan dengan demokrasi namun memang harus terjadi filterisasi hal ini agar tidak menyebabkan demokrasi dibangun diatas nilai barat yang hanya merupakan nilai yang berasal dari manusia melainkan demokrasi dibangun dengan nilai Tauhid.
           Dari tiga pandangan tentang islam dan demokrasi diatas kita telah menemukan keselarasan islam dan demokrasi tetapi harus adanya perubahan atau modifikasi yang sesuai syariat islam sehingga demokrasi yang dibangun memang membawa kesejahteraan untuk semua masyarakat yang ada disuatu Negara bahkan muka bumi ini meskipun dalil-dalil yang secara sah yang menyatakan tentang sistem politik dalam islam tidak ada maka jangan dipermasalahkan ketika suatu Negara menggunakan sistem politik otoriter, monarki, teokrasi, yang terpenting adalah “Hidupkan islam dalam ruh sistem politik itu, jangan kalian menjadi golongan yang memecah belah umat karena akan haus kekuasaan, cukuplah penderitaan umat selama ini, jangan kau tambah lagi, tegakkan nilai islam dalam sistem politik apapun”, dengan hidupnya nilai atau ruh islam dalam sistem politik dalam penerapannya disuatu Negara itu telah menunjukkan Negara itu islami tetapi harus disertai dengan mendorong warga Negara untuk saling bertoleransi dalam setiap perbedaan keyakinan yang ada seperti di indonesia yang merupakan Negara yang memiliki pluralitas agama yang sangat banyak maka dibutuhkan kebijakan pemerintah untuk membangun demokrasi di atas keragaman agama ini yang tidak menimbulkan perpecahan antar perbedaan yang ada, agama islam sangat menghargai perbedaan dengan ditegakkannya hukum yang adil dalam kehidupan Negara yang telah menunjukkan islam telah hidup di suatu Negara.

           Indonesia sebagai Negara yang penduduknya mayoritas muslim sudah seharusnya jujur dalam berdemokrasi agar demokrasi tidak dipandang produk yang jelek dan membuat tegaknya                                     kemungkaran, kalau warga Negara sendiri tidak mampu menciptakan demokrasi yang sesuai nilai-norma islam maka nama islampun semakin tercoreng dan akan muncul pihak yang ingin merebohkan Negara ini, demokrasi membutuhkan sendi-sendi kekuatan untuk menciptakan “demokrasi normatif” seperti yang dikatakan Prof. Afan Ghaffar, sendi-sendi kekuatan ini menurut saya adalah: pertama, Agama, dengan penduduk yang mayoritas muslim di Indonesia seharusnya agama islam telah mengkristal dalam masyarakat ini, karena di dalam islam mengajarkan nilai-nilai yang baik seperti kejujuran, keadilan, dan berlaku lembut, yang menjadi masalahnya umat islam di Indonesia tidak memahami islam secara baik dan benar, mereka lebih suka kepada produk barat dari pada mewujudkan islam yang hakiki dimuka bumi padahal manusia adalah khalifah dimuka bumi ini, untuk menyelesaikan masalah ini Majelis Ulama Indonesia harus bekerja terus untuk menciptakan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat islam yang moderat demi membangun demokrasi yang sesuai syariat, Kedua, Hukum merupakan masalah yang sangat krusial di negeri ini, hukum masih belum mencerminkan keadilan padahal sendi hukum yang kuat akan mencerminkan demokrasi yang kuat, pentingnya penegakan hukum yang tegas dan tidak membedakan di negeri dalam mewujudkan keberanian masyarakat untuk membela kebenaran dan ditopang oleh hukum yang adil sehingga tidak tegak lagi pemerintahan yang zalim di dalam Negara hukum yang tegas dinyatakan di dalam konstitusinya, Ketiga, Kekuatan ekonomi rakyat, ekonomi sangat mendorong terciptanya demokrasi yang mapan karena selama ini permasalahan di negeri ini masalah nepotisme dalam pemilhan umum baik jabatan pusat dan daerah, kalau ekonomi rakyat kuat maka uang yang murahan itu takkan mampu membuat rakyat menjual harga dirinya demi memilih calon koruptor.
           Keempat, sistem sosial yang humanis dan bersendikan “Tauhid Sosial”, pentingnya diciptakan  sistem sosial yang baik dalam kehidupan masyarakat sangat baik agar sikap peduli, empati, percaya, rasa sopan, moral dan lainnya akan hidup kembali sehingga sistem sosial ini membuat demokrasi yang beradab terbangun dengan kepedulian masyarakat untuk menciptakan Negara yang maju sesuai cita-citanya, Kelima, Pendidikan yang terkontrol di dalam sistem yang islami, saya melihat sendiri dengan berbagai pengalaman saya sebagai murid dan sekarang memasuki kuliah, saya melihat sistem pendidikan ini tidak dikontrol di dalam sistem yang islami padahal pendidikan tempat mendidik para pemimpin maka dibutuhkan kontrol yang baik dengan ketegasan dan kejujuran, hal ini harus dilakukan karena murid akan menjadi masyarakat kalau pendidikannya tidak dibekali ilmu  yang baik dan moral yang kuat, bagi saya wajar korupsi banyak seperti sekarang, contoh kebiasaan menyontek masih kuat di indonesia hal ini sangat jelas kalau diteliti dan dimasukkan daftar Negara mungkin indonesia negera mecontek nomor satu dunia, dari kebiasaan seperti ini memunculkan sikap tidak jujur, semakin banyak kebiasaan mencontek maka bertambahlah calon koruptor di negeri ini, pendidikan usia dini hingga sampai kapanpun sangat mendukung terbangunnya demokrasi yang dicita-citakan dan kebijakan publik semakin membaik yang pada akhirnya semua rakyat diuntungkan maka kepentingan golongan mulai terkikis perlahan.
           Untuk lebih memperjelas dan memudahkan untuk melihat hubungan islam dan demokrasi ini maka kita harus mengetahui dimensi atau kategori perbuatan dalam ajaran islam yang bisa dijadikan alat untuk mengukur masalah politik yang selama ini banyak membawa perpecahan umat bahkan radikalisasi yang bertentangan dengan syariat, bukan jihad yang suci melainkan jihad yang sangat salah dan sangat bertentangan dengan ajaran islam, dimensi perbuatan itu ada tiga yakni:[1] Petama, Dimensi Qurbah adalah semua yang berhubungan dengan segala sesuatu yang metafisika atau tidak terlihat sehingga manusia tidak dapat memikirkannya dengan rasional, hal ini telah ditentukan oleh Allah SWT dalam kitabnya dan Hadist Rasulullah, seperti ketentuan waktu sholat, ketentuan pembagian harta warisan dalam islam, masalah tidak bisa melihat dimana keberadaan Allah secara empiris, ini adalah masalah aspek kedunian manusia yang telah ditentukan oleh Allah sehingga tidak bisa diganggu gugat, sebagai bukti kelurusan Aqidah manusia untuk berada dijalan aturanNya, Kedua, Dimensi Tha’ah merupakan segala sesuatu yang terkait prilaku alami yang dimiliki oleh manusia namun mendapat ketentuan Allah untuk mengaturnya dalam rangka kemaslahtan untuk manusia, sebagai bukti cinta Allah yang sangat agung kepada manusia , contoh masalah ini seperti, manusia secara alamiah memiliki kebutuhan biologis, supaya hubungan ini baik, tidak merusak fitrah manusia maka Allah mendatangkan aturannya seperti hukum perkawinan, syarat perkawinan, dampak perkawinan, dan syarat wanita yang cocok untuk dinikahi, dan lain sebagainya, Ketiga, Jibillah adalah sesuatu yang tidak ada ketentuannya Allah dan Rasulnya bukan berarti islam tidak sempurna melainkan ini sebagai wujud Tuhan memerdekakan manusia secara pikiran, Jibillah ini perbuatan atau tindakan secara alami berdasarkan kebaikan manusia untuk manusia, jibillah ini juga mendasarkan kepada hukum kausal atau hukum sebab-akibat seperti contohnya, ada motor lewat manusia menghindar biar tidak tertabrak, sifat akal manusia untuk menghindar dan terciptanya keamanan bagi manusia.
           Dari ketiga dimensi perbuatan dalam ajaran islam, kita bisa mengetahui mana yang termasuk urusan yang terdapat ketentuannya seperti dimensi Qurbah, Tha’ah yang mendapat aturan dan ketentuan Allah dan Rasul yang tidak bisa diubah, sedangkan dimensi Jibillah merupakan ketentuan yang datang dari manusia untuk kebaikan manusia, hubungan agama dan politik yang tidak mendapat aturan Allah dan Rasul termasuk dalam dimensi Jibillah, hubungan agama dan sistem politik mau dikaitkan atau dipisahkan tidak menjadi sebuah ketetapan Allah dan Rasul, hal ini demi kebaikan manusia dalam mewujudkan sistem yang baik untuk setiap bangsa-bangsa di dunia, agar saling hidup dalam sistem politik yang berbeda, yang saling membawa ruh islam dalam setiap sistem politik, baik mau islam dan demokrasi yang disandingkan hingga sering dikenal konsep “Teo-demokrasi”, sistem politik otoriter, monarki, tidak menjadi masalah, salam ini mampu menciptakan kebaikan untuk rakyat, Dosen saya bernama Dr. Suswanta pernah mengatakan apapun sistem politik dianut dalam suatu Negara, yang terpenting mampu menciptakan Negara yang kuat dan masyarakat yang kuat.
           itu yang terpenting, jadi kalau masih ada golongan yang membawa slogan agama demi tegaknya sistem pada masa Nabi dan Sahabat, bukanlah kesalahan melainkan pilihan golongan tersebut, kita tidak bisa menyalahkan maupun membenarkan, selama suatu Negara masih mau menggunakan demokrasi seperti di indonesia yang masih menjadi kesepakatan publik maka kita wajib mengikutinya dan memperbaiki demi terwujudnya cita-cita yang mulia Negara ini. Hubungan islam dan demokrasi belum menemukan titik yang terang dalam Negara islam, banyaknya golongan ingin menegakkan Khilafah yang merupakan sistem yang membuat umat islam menuju kemajuan yang gemilang dimasa lampau, permasalahan ini akan berakhir ketika Kiamat datang, tidak adanya Ijma atau kesepakatan ulama terkemuka dalam dunia muslim semakin memiriskan urusan politik dunia muslim yang kacau sekali, indonesia dengan mayoritas muslim belum mampu mewujudkan demokrasi yang islami, mesir yang baru mencoba demokrasi, mendapat cobaan dengan jatuhnya Presiden Husni Mubarok yang merupakan hasil pemilhan umum oleh rakyat Mesir, Negara Iran yang maju dengan demokrasinya sekarang telah pada tahap penguatan ekonomi, pembangunan Nuklir yang berhasil sebagai kekuatan keamanan rakyat dan Negara telah menunjukan bahwa masalah islam dan demokrasi telah selesai, sistem politik khilafah memang sistem yang dirindukan oleh berbagai pihak, siapa yang tidak ingin islam kembali jaya seperti masa lampau, pasti semua umat menginginkannya akan tetapi ada hal yang lebih penting dari pada memperjuangkan sistem yang sangat lama bisa terwujud di Indonesia.
           Masalah yang lebih penting sekarang bukan saling menjatuhkan kesepakatan sistem tetapi masih banyak masalah umat yang belum terselesaikan, islam sebagai ajaran untuk menyelesaikan masalah dunia itu yang harus diterapkan, globalisasi dan penyesuaian umat islam terhadap modernisasi itu yang menjadi masalah penting sekarang, globalisasi syariat memang harus dilakukan untuk membangun sistem dan tatanan dunia yang sesuai ruh islam bukan simbol, hubungan islam dan demokrasi memang belum selesai di indonesia namun masalah ini sebaiknya tidak dipersoalkan kembali, indikator demokrasi yang disampaik para ahli sangat banyak namun indikator demokrasi islam belum disampaikan, saya ingin mengatakan ada beberapa indikator demokrasi yang islami diantaranya: Pertama, politik yang jujur, humanis, tanpa kekerasan, Kedua, aturan yang islami dengan kesepakatan bersama demi kebaikan rakyat dengan lahirnya kebijakan yang memperkuat Negara, Ketiga, Partai politik yang melembaga, dalam artian mampu menjalankan fungsi dan kewajibannya bukan menjeritkan kepentingan dan anarkisme dalam pertarungan demi kekuasaan, Keempat, Hak asasi manusia yang presfektif agama universal, supaya tercipta keadilan tiap penganut agama, agar fanatik buta yang mematikan bisa dihindari, Kelima, masyarakat yang islamis, yang mampu menunjukkan kepedulian politik yang baik sesuai ajaran syariat, tidak mudah tergadaikan agamanya demi kebutuhan ekonomi semata, Keenam, sistem pemilihan umum yang tidak menurut pada teori barat melainkan tercipta atas ijtihad para ulama dan pemimpin serta ahli pakar politik yang menghasilkan sistem pemilihan yang sesuai konteks ke-indonesian, dalam artian bukan menolak barat melainkan mencari jati diri sistem pemilihan yang sesuai kehidupan masyarakat indonesia.



[1] Thalib, Muhammad, 2011, Prinsip Dasar Memahami Islam, Yogyakarta, Ma’alimul Usrah Media, hlm,. 47-59

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK