Tuesday, May 12, 2015

Cerpen: Merantau Ke Negeri Orang

Oleh Hanapi, pegiat RBK

Hari itu adalah hari keberangkatanku menuju Yogyakarta untuk melanjutkan studi diperguruan tinggi disana, kedua orangtuaku dan keluarga mengantarkanku ke bandara Sultan Thaha, nama yang sangat terkenal di berbagai kalangan di daerah jambi, mobil melaju dengan cepat, ke-indahan alam jambi hanya bisa kunikmati untuk terakhir kalinya, kepergian ini akan membuat perjuanganku lebih sulit untuk membawa nama negeri di negeri lain, hati terasa gelisah dalam perjalanan, bimbang ini laksana langit yang sedang bertarung dengan awan hitam, demi turunnya hujan atau cerahnya hari, hari itu keberangkatanku tidak hanya seorang diri, aku ditemani oleh seorang wanita yang dulu selalu sekolah bersamaku ia bernama Yunita, hati tenang sekali, Ia tidak merasakan kegelisahan, air tidak keruh, angin tetap dalam keindahan bunga melati, wajahnya gembira dan senang dalam perjalanan, jam berangkat menuju Yogyakarta sekitar jam 14;00 menggunakan pesawat Lion Air, sampai tiba dibandara kami berjumpa dengan teman-teman satu daerah yang membawa barang-barang yang banyak, Aku hanya turun dengan santai, walaupun penuh perasaan yang sedang bersenandung dalam hatiku, Ayah hanya berpesan waktu itu kepadaku: Agar selalu menjaga Sholat dan Belajar yang serius di sana, Pesan Ayah dan Ibu, ini akan selalu aku jaga.

Aku masuk kedalam bandara disertai dada dari keluarga, dan saudara semua, Ayah dan Ibu senyum dengan memberikan semangat yang tinggi, Perlahan-lahan jarak itu semakin menjauh, dinginnya keadaan dan hati yang sedih menyelimuti perasaanku, Pangeran Negeri dan Putra Mahkotapun pernah diasingkan, sedih dan derita Ia hadapi, Teringat dalam benakku perjuangan Para Leluhurku, dari Sultan Thaha hingga Raden Mattaher yang berjuang mempertahankan daerah tanpa rasa takut akan kematian, Aku berangkat dengan sendirian, kami mencari tempat duduk di dalam bandara berdua, kami dudu ditengah orang yang tidak kami kenal, teman-teman yang lain berada di dekat kami, mereka seperti biasa-biasa, tidak menunjukkan tetesan air terjun yang membasahi batu-batu besar dibawah gunung, air mata mereka tidak sedih, wajah senyuman ikhlas dan bahagia terpancar dalam teman-teman keberangkatan hari itu, Bunyi panggilan nomor penerbangan kami dipanggil, waktu telah menunjukkan bahwa kami siap berangkat menuju Jakarta, kami melangkah dengan hati yang berusaha untuk ikhlas, Yunita sangat senang dengan keberangkatan ini, ia merasa nyaman sekali, Yunita berkata ketika saya dan dia sudah dalam pesawat, Ia mengatakan Saya sangat senang, Akhirnya sekolah diluar jawa sampai juga sesuai mimpi saya begitulah kalimatNya, menanggapi itu saya hanya senyum, Pesawat bersiap lepas landas dan saya mulai meliat indahnya pohon yang terbentang luas di jambi, melihat betapa indahnya negeri “Pusaka Betuah” simpanan makna sejarah yang belum terungkap menunjukkan bahwa daerah ini punya seribu sejarah bahkan lebih yang belum dibukukan dalam literature sejarah, di dalam buku sejarah secara Nasional, Jambi dulu memiliki kerajaan yang bernama Kerajaan Melayu, pikiran ini selalu melintas dalam benakku, kebenaran yang belum terungkap, membuat hipotesa berkeliaran tak tahu arah, dalam jalan ini, aku harus punya arah, dalam pengabdian untuk daerahku ini, Yunita hanya mengamati keindahan daerah melalui sudut kaca yang saya lihat, Saya bertanya kepada Ella Apakah kamu tidak salah memilih jurusan Ilmu Pemerintahan la?, dengan nada santai, Yunita atau Ella menjawab tidak katanya, saya tidak tahu apa alasan dia memilih jurusan itu, yang tidak sesuai dengan waktu Ia di SMA N dulu.

Kecepatan pesawat itu sangat cepat, kekuatan Allah menyeimbangkan alam tiada bandingannya, banyak para Ahli yang menolak keberadaan Tuhan, dengan tidak mengakui Tuhan, bahkan ada yang mengatakan:

 “Tuhan telah mati, kita yang telah membunuhnya” , 

keseimbangan penerbangan, angin yang teratur, menunjukkan ada peran Tuhan dalam Alam ini, Etika Tauhid sangat kuat dalam hidupku, ditengah derasnya kecepatan pesawat yang tidak bisa kuhitung, pesan Kakek teringat dalam hidupku, bahwa Tauhid bisa mengalahkan segalanya, sumber kekuatan yang menajubkan, begitulah sekiranya pesan Kakek, Aku harus hidup, menggantungkan kepada Allah semata, hidup semasa mudah di negeriku sendiri, mengambil hikmah yang sangat dalam, tidak terasa pesawat bentar lagi, akan mendarat di Bandar Soekarno-Hatta, pendaratan berjalan dengan baik, waktu mulai menunjukkan sore hari, Pendaratan berjalan dengan mulus, akhirnya kami berdua sampai di Jakarta, kota yang indah.

Turun dari pesawat laksana Raja dengan penyambutan menggunakan gaya bandara yang sangat memukau, teknologi yang digunakan, memang membuat kebahagian, aku atau saya dengan Ella berjalan turun, kecanggihan teknologi ini, memang luar biasa, tapi pikiranku melihat realitas yang ada, bahwa banyak teknologi menjadi barang yang menakutkan terutama di daerah Timur Indonesia, kekayaan mereka dirampas, hati mereka tercabik-cabik melihat negeri yang indah, menjadi gundul, langkah demi langkah aku turun bersama penumpang lainnya, memasuki bandara Soekarno-Hatta, aku dan Yunita atau Ella melihat berbagai macam jenis manusia dengan gayanya sendiri, aku melihat manusia dengan gaya yang tidak sopan bagiku, namun Yunita atau Ella hanya diam ketika aku bertanya masalah kesopanan ini.

Guru Sosiologiku dulu mengatakan bahwa nilai kesopanan itu tidak untuk sistem nilai masyarakat kota, begitulah katanya, melihat kemajuan yang bertentangan syariat, membuatku harus kuasa dalam kehidupan, menerapkan toleransi yang indah, budi pekerti yang halus, norma yang baik, aku sangat senang pergi bersama temanku ini, Ia menggunakan Jilbab yang tidak membuatku resah.

Setelah kami sampai di depan pintu Transit, kami melakukan cek-in ulang, pelayanan yang cukup ramah, membuat aku senang dan Yunita atau Ella merasa senang juga, kami diperintahkan untuk naik ke lantai atas oleh Pelayan di Bandara, waktu tidak lama lagi, Yunita melihat tiket bahwa keberangkatan menuju Yogyakarta sebentar lagi, sampai di ruang tunggu penumpang, kami duduk, Ella sambil bermain hpnya, dan sibuk bermain game, aku hanya melihat berbagai manusia ini, dengan gaya pakaian yang berbeda, baik sesuai agama dan melanggar agama, pikiranku terlintas, bahwa manusia ini terlalu banyak yang salah dalam memahami ham, di dalam Hak Asasi Manusia, ada dua Teori tentang HAM yakni: Pertama, Teori Universal, teori ini mengakui bahwa hak asasi setiap Negara sama, dengan liberalisasi ada dalam teori ini, hak asasi dalam pandangan barat sangat kuat dalam teori ini, saya melhat mereka tidak memahami HAM dalam konteks Indonesia, Ah pikirku, suatu hari nanti orang juga berubah, Ella aku mulai bertanya, Siapa yang akan menjemput kita di Yogyakarta Nanti, Ella hanya menjawab: Ayuk Mifta katanya, hatiku senang sekali ada yang menjemput kami, Jam telah menunjukkan waktu keberangkatan, panggilan itu datang, Allah selalu menjaga orang yang takwa, ketakwaan dalam perintahNya.

Kami berdua pergi melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta dengan perasaan senang.


No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK