Monday, November 30, 2015

Di Balik Cover yang terkutuk


oleh IGN

Buku karya Muhidin M Dahlan memang pernah dan masih dikutuk. Saya saksikan sendiri kutukan itu nyata dan bahkan ada juga penggalan doa agar penulis masuk neraka kelak kalau mati. Luar biasa, kebiasaan mengutuk itu sudah diambang batas maksimal. Tak dapat dinalar secara sehat.
Dejure semalam cukup mengesankan bagi saya. Inklusifisme sang penulis memperlihatkan jiwa pertemanan yang baik dan mau mendengarkan siapa saja dengan cara sangat apresiatif. Sebagian pembicaraan juStru tidak di buku dengan "cover terkutuk" atau isi buku "memoar yang dipaksa menjadi novel". Banyak dimensi manusiawi yang menjadikan penulis mau menerbitkan "wawancara panjang" dengan subjek yang melakoni kehidupan. Banyak hal yang langsung nyambung pembicaraan malam tadi. Mungkin, karena sama sama bergiat di jalan sunyi: gerakan literasi.
Penulis mengakui buku ini mengundang sengketa hukum dan menjadikan trauma tersendiri. "Salah satu manfaat buku itu barangkali membebaskan pelaku dari tekanan gila atau tekanan jiwa akibat kemarahannya pada keadaan. Pelaku mengalami banyak kekerasan verbal, fisik, psikis. Di saat yang sama, buku ini memberikan hikmah kepada semua manusia bAhwa idealisme, citra religius, itu tak kekal. Benar, "iman yang tak diuji itu adalah iman yang rapuh." Kata lupet, moderator kita.
Bisakah kita ambil hikmah dari perilaku setan? Bolehkah kita ambil makna dari kejahatan dajjal atau dari mulut tukang pendosa? Jawabannya bisa beragam tapi saya pada posisi: siapa saja bisa mengajarkan kearifan walau dari perilaku setan sekalipun. Dari mulut pelacur, mungkin juga ada arti di dalamnya. Kita tak hendak berdebat di sini.
Gus muh, demikian akrab dipanggil oleh semua orang yang kenal. Manusia unik, tukang arsip atau semacam cronicler muda berbakat. Amal baiknya sudah lebih dari 30 buku "positif" dibesut dan disumbangkan untuk bangsa. Ada 6 karta lainnya yang dikutuk karena merusak moral bangsa ( 3 buku); dan tiga buku lainnya dikutuk karena dianggap mempromosikan "paham kiri" yang juga terlaknat. Di sini gus mug akui, kiri dan kanan sama sama tak aman di republik ini. Mungkin ini masih galau, kembali ke arsip. "Yapp, itu aku setuju gus muh", dalam hatiku.
Jadi, boleh dikata, gus muh sudah punya amal baik untuk bangsa. Bukan berarti boleh merusak moral anak bangsa. Ini tantangan bagi pembaca, agar segera menyemai amal kebaikan scripta manen: yang tertulis akan abadi, yang diucap akan terbang bersama angin.
Jadi, buku itu media komunikasi yang dahsyat penulis dengan pembaca; menjadi kesempatan dialog yang jujur dan tulus dan menjadi obat bagi sakwasangka dan berbagai hasrat mengutuk. Sebenarnya banyak yang bisa diambil hikmah dengan membaca dan mengapresiasi apa pun karyanya. Sementara, menghakimi buku dari sampulnya itu adalah jalan menegakkan kebencian dan permusuhan.
Gus muh belum banyak cerita dari Frankfurt dalam ajang international bookfair kesempatan semalam karena waktu dah larut. Siap berbagi di kesempatan lainnya. Selamat malam.

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK