Saturday, November 14, 2015

Pejuang Literasi Bersepeda, Dauzan Farouk

“Kalau dulu saya menjadi pejuang mengangkat senjata untuk membela negeri tercinta ini, maka sekarang saya ‘mengangkat’ buku dan majalah bekas yang sudah tidak dipakai orang-orang. Saya minta, saya sampuli rapi-rapi dan saya edarkan bergilir, keliling dari satu rumah ke rumah lainnya, dari satu asrama ke asrama lainnya, dari satu kantor ke kantor lainnya dengan sepeda tua sahabat saya itu, sepanjang ada yang mau membaca. Mudah-mudahan ini menjadi amal jariyah saya sekaligus bentuk ‘mengangkat senjata’ yang bisa Mbah lakukan. Mencerdaskan orang Yogya, melalui aktivitas membaca.” -Mbah Dauzan Farouk-
Sahabat, kenal dengan Mbah Dauzan Farouk? Sosok ini sangat besar pengabdiannya bagi bangsa dan masyarakat Indonesia. Mbah Dauzan lahir tahun 1925 di Kauman, Yogyakarta. Saat zaman revolusi fisik, beliau mengangkat senjata dan memerangi musuh. Saat revolusi berakhir, perjuangannya tak berhenti. Mbah Dauzan berkeliling dari kampung ke kampung, menawari orang-orang untuk membaca. Dengan gaji pensiunannya sebagai veteran yang sebesar lima ratus ribu itu, Mbah Dauzan membeli buku-buku, menyampulinya dengan penuh cinta dan mengedarkannya kepada anak-anak di lingkungannya. Setiap hari, setelah sholat Subuh, beliau membaca, merapikan dan memperbaiki sampul buku-buku yang mulai rusak. Pada sore hari, Mbah Dauzan meminjamkan beraneka macam bukunya dengan bersepeda atau naik bus kota. Beliau mendatangi kelompok bermain anak, siswa-siswa di sekolah, remaja masjid, dan pemuda karang taruna. Bahkan, kelompok pengajian, tukang becak yang sedang mangkal dan ibu-ibu penjual di pasar tak luput menjadi “sasaran” untuk dipinjami buku secara gratis. Usaha beliau, dikenal dengan perpustakaan Mabulir (Majalah dan Buku Bergilir) Kiprah Mbah Dauzan ini membuahkan berbagai macam penghargaan, antara lain Nugra Jasadarma Pustaloka dari Perpustakaan Nasional tahun 2005, Paramadina Award 2005 dan Lifetime Achievement Award dari Sabre Foundation, sebuah NGO di Massachusetts, Cambridge. Pada April 2007 di acara World Book Day Indonesia, Mbah Dauzan Farouk mendapat gelar sebagai Pejoeang Literasi Indonesia. Namun, tentu saja bukanlah pujian dan penghargaan yang beliau cari. Mbah Dauzan ingin agar anak Indonesia cinta membaca. Sebab, dengan membaca maka pintu-pintu ilmu akan terbuka. Begitulah besarnya cinta beliau pada ilmu dan pada Indonesia. Mbah Dauzan wafat pada 6 Oktober 2007 dan dimakamkan di Makam Pahlawan Sawit Gamping. Bapak delapan anak ini, hingga akhir hayatnya mengabdikan diri menjadi pejuang literasi untuk masyarakat. Semoga semangatnya tetap menular pada kita ya, Sahabat!

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK