Sunday, September 6, 2015

Dinamika Gerakan Literasi (Cerita di bawah Pohon Mangga)



Fauzan A Sandiah
Kurator Buku di RBK
Bagaimana gerakan literasi membentuk dinamikanya?. Pertanyaan itu muncul pagi ini. Saat suasana di alun alun kidul terasa sangat ramah.
Saya ingat pada suatu pertemuan pegiat rbk ditanya "piye carane ben anakku gelem moco yo mas?"(bagaimana caranya supaya anak saya senang membaca?).
RBK On the street kali ini berhubungan erat dengan pertanyaan itu.
Sewaktu kami tiba di alkid, kami dihampiri oleh tiga orang anak kecil. Mereka bertiga memilih buku sendiri, mencari tempat sendiri, dan asik sendiri membuka lembaran buku. "kalian ke sini sama siapa?" Tanya teh ocha. "sama mama...mama disana..".
Setelah mnjwab pertanyaan itu mereka kembali asik mmperhatikan dialog dari buku berseri tentang anak anak.
Tentu saja ada orangtua yang senang mendapati anaknya begitu minat terhadap buku. Saya kira itu mimpi banyak orangtua. Meskipun kenyataannya kadang kadang suatu peristiwa tertentu memberi kami kenyataan yang berbeda.
Misalnya, seringkali ada orangtua yang tidak sabar jika anaknya berlama lama memilih buku. saya sendiri termasuk yang sedih. Menurut saya kesempatan memilih buku adalah pengalaman yang paling membahagiakan. Saya sendiri kalau memilih buku bisa menghabiskan waktu dua jam untuk menelusuri toko buku atau perpustakaan. Bahkan berlama lama keliling pameran buku demi harapan bertemu "buku yang tak terduga".
Menemukan buku yang tak terduga itu adalah berkah luarbiasa. Itulah kenapa saya sedih melihat kesempatan memilih buku dibatasi dengan sejumlah alasan.
Orangtua berperan penting untuk mendorong anak dekat dengan buku. Ada catatan menarik dari latarbelakang pembeli buku edukasi. Mbak rif pernah bercerita rata rata latarbelakang pembeli paket buku edukasi yang berharga di atas satu juta biasanya justru dari kalangan "biasa". Respon mereka, "buku itu penting buat anak anak. Uang bisa dicari. Pasti ada rezeki. Bisa dicicilkan?". Berbeda dengan respon dari golongan kategori "mampu". Respon mereka "bukunya lumayan mahal ya..nanti deh kalau ada uang..masih banyak kebutuhan lain..".
Gerakan literasi tidak hanya menemukan tantangan soal "minat baca". Tetapi juga tantangan soal "dukungan orangtua". Indepensi, minat, pandangan hidup, tidak selalu bersumber dari orangtua. Tetapi orangtua menjadi salah satu bagian penting untuk menjaga anaknya bermimpi dan optimis serta daya tahan hidup. Pramoedya Ananta Toer dan Buya Hamka adalah contoh dua tokoh besar Indonesia yang senang bercerita tentang bagaimana peran orangtuanya dalam mendorong sikap belajar yang tangguh.
Pram bercerita tentang bagaimana Ibunya mendorong dirinya untuk bersikap bijak dalam kehidupan. Misalnya "kau itu tidak boleh malu. Kau bekerja dan hidup dari keringat sendiri. Itu adalah kemuliaan". Sedangkan Buya Hamka senang sekali bercerita tentang Ayahnya yang memotivasi dirinya untuk belajar berbagai hal. Hamka sering Sekali dalam setiap bukunya mengucapkan terima kasih untuk kedua orangtuanya dan KH Mas Mansur yang memberinya banyak ilmu pengetahuan.
Sekali lagi, orangtua tetap merupakan figur penting dalam proses literasi anak. Salah seorang rekan bernama mbak desi misalnya sering sekali begitu antusias bercerita tentang pengalaman menariknya ketika menemani anaknya membaca buku.
Membaca buku adalah keasikan yang harus diciptakan dan ditemukan. Dinamika gerakan literasi saat ini tidak melulu soal "mengapa minat baca rendah", tetapi juga soal bagaimana bersama sama menciptakan ruang literasi yang ramah terhadap berbagai jenis pembaca; pembaca awal, pembaca yang sudah "well-educated", pembaca ideologis, dan lain sebagainya. Dan sekali lagi, itu dimulai dari hal yang sederhana yakni mengapresiasi kehidupan itu sendiri. Mengapresiasi kecintaan anak terhadap buku.
*ditulis Fauzan A Sandiah 6 sept 2015, di bawah pohon mangga alkid.
Bottom of Form

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK