Monday, September 7, 2015

Patriotisme Berkemajuan

Oleh: David Efendi*

Ratusan tahun lalu Plato pernah menuliskan bahwa ‘pendidikan itu bukan seperti mengisi air dalam bejana tetapi menyalahkan obor’. Artinya, pendidikan menjadi pintu gerbang peradaban zaman. Dengan ilmu pengetahuan manusia diharapkan mampu mendayagunakan kemampuannya, kreatifitasnya, karya, dan juga termasuk daya survivenya di tengah arus pancaroba zaman. Manusia yang dianugerahi nalar budaya: rasa, cipta, dan karya kemudian menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling memungkinkan untuk mengemban amanah melestarikan bumi, menjaga keseimbangan peradaban, dan dalam skope yang lebih sempit dapat menjaga martabat bangsanya. Dari sinilah kita bermula membincang idealisme suatu bangsa,merevitalisasi pencasila, dan juga memaknai nasionalisme dan bagaimana patriotisme seharusnya diwujudkan.



Lebih dari lima belas tahun kita menjalani massa di mana kebebasan dan demokrasi diagungkan sejak tumbangnya era kekuasaan Orde Baru. Janji kesejahteraan yang disemai dalam beragam kemasan demokrasi dan proyek desentralisasi belum menggembirakan. Rezim berganti berkali-kali namun  mimpi-mimpi demokrasi ekonomi dan demokrasi pansasila belum benar menjadi kenyataan. Kita dapat secara obyektif melihat pembangunan ekonomi kita yang gagal (pemerintah berdalih  soal pelambatan); berbagai tragedi intoleransi, kecaman terhadap ‘bobroknya’ pancasila sebagai way of life dan banyak lagi kegaduhan politik yang kontraproduktif. Bangsa ini masih disibukkan dengan hal-hal yang remeh temeh perihal saling mengutuk, dan sementara bangsa lain di kawasan Asia sudah mengencangkan berbagai strategi dagang yang akan melibas republik ini jika tak punya jurus antisipasi. Pada saat tulisan ini diselesaikan, US Dollar senilai 14.296; dan Yuan dberitakan akan mengancam rupiah.

Yudi Latif (2015) dalam buku terakhirnya yang ia berikan judul Revolusi Pancasila menggagas patriotisme progresif yang diartikan sebagai upaya untuk mencari jalan keluar atau solusi dari ancaman kehancuran bangsa dengan melakukan kegiatan yang nyata dan bukan hanya mengutuk kegelapan atau mencari lawan saja. Bisa jadi, kegelisahan ini berdasarkan pada fakta bahwa sebagian anak bangsa ini ada kecenderungan untuk selalu menolak keadaan, selalu tidak puas dengan capaian-capaian, bahkan tidak percaya pada kekuatan gagasan pancasila namun tidak diiringi dengan upaya nyata untuk mencegah keruntuhan bangsanya. Inilah barangkali pembacaan yang penulis dapatkan dari gagasan besar patriotisme progresif yang kemudian penulis artikan dengan patriostisme berkemajuan.

Selain warning Yudi Latif, sebetulnnya sudah banyak tokoh bangsa ini memberikan risalah untuk penyelamatan bangsa ini dari kehancuran total seperti M Amien Rais (2008) dalam buku Selamatkan Indonesia, Nurkholis Majid dalam buku tipis yang sangat kuat pesan kebangsaannya yaitu yang ia himpun dalam buku Indonesia Kita (2004), dan juga yang tak kalah penting adalah naskah pidato Kebudayaan W.S Rendra yang dibacakan pada saat pemberian gelar Doktor Honoris causa di Universitas Gadjah Mada pada tanggal 6 Maret 2008. Selain itu, dalam buku “mencari autentisitas dalam kegalauan’ (2003) Ahmad Syafii Maarif mengajak bangsa ini siuman dari kerusakan di bidang pendidikan, agama, dan kebudayaan yang nyaris sempurna. Berbagai gagasan cemerlang oleh para tokoh bangsa tersebut di atas adalah wujud nyata dari patriotisme berkemajuan.

Kita telaah singkat bagaimana prospek gagasan-gagasan anak bangsa tersebut jika kita teropong hari ini. Amin Rais yang melihat penyelamatan tambang dari penjarahan korporasi global sebagai tindakan strategis dan sebagai agenda mendesak bangsa untuk membabat ketimpangan ekonomi di republik ini. Salah satu solusinya adalah kontrak ulang dengan para investor asing yang sudah terlalu banyak mengambil keuntungan. Solusi radikal lainnya adalah dengan memutuskan kontrak, dengan kata lain ini yang disebut Sukarno sebagai tindakan ‘nasionalisasi’. Nurkholis Majid melihat lebih sistematis lagi yaitu dengan menjalankan sepuluh platform pembangunan yang meliputi (1) mewujudkan good governance; (2)Menegakkan supremasi hukum; (3) Reformasi ekonomi (sektor riil); (4)Mengembangkan dan memperkuat pranata demokrasi, kebebasan sipil; (5)Ketahanan pangan dan keamanan; (6)Pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan; (7)Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warga; (8) melaksanaan rekonsiliasi nasional; (9) memelihara keutuhan NKRI; (10) Berperan aktif menciptakan perdamaian dunia.

Sementara Rendra melihat kemungkinan adanya zaman ‘Kalasuba’ (zaman kesejahteraan rakyat) yang mesti diantisipasi kehadirannya dengan kerjakeras dan bukan hanya sabar dan tawakal menunggu kehadiran “ratu adil” karena tegaknya kekuatan bangsa bukan karena sang “Ratu Adil” akan tetapi oleh negara yang adil, mandiri, dan terkawal. Sebagai upaya kongkritisasi gagasan Patriotisme progresif, Yudi Latif juga memberikan penjabaran bagaimana agar anak bangsa membangun optimisme untuk tidak larut dalam keterpurukan alam bathin, alam pikir, dan alam praksis sosialnya.  Revitalisasi ‘patrisotisme’ ini dapat dimulai dari pembangunan karakter  nilai kejujuran, kerja keras, adil sejak dalam pikiran, dan keberanian untuk berpihak kepada kepentingan rakyat kebanyakan dan  juga diperlukan jihad (upaya sungguh-sungguh) untuk menjaga bangsa dari kehancuran, dari kebodohan sifat inlander  dan tikaman kapitalisme yang terkutuk.

Patriotisme hari ini tak cukup hanya untuk diperbincangkan namun harus diperjuangkan secara sungguh-sungguh, dengan kerja keras yang konsisten tidak mengenal lelah untuk menyemai perubahan yang diharapkan. Gagasan sudah lebih dari cukup untuk kembali memperkuat negara-bangsa ini, tentu political will dari the rulling elites yang mengelola negara ini harus juga didorong untuk mengarahkan kiblat bangsa ini ke kiblat yang menuju kemantapan ekonomi, sosial, budaya, politik yang pro kepentingan rakyat dan bukan diarahkan kepada keadaan kalatida atau kalabendu. Kegalauan harus diusir. Nilai-nilai autentisitas bangsa ini cukup menjadi modal untuk kembali ke jalan yang benar yaitu dengan merevitalisasi nilai luhur pancasila dengan tekad juang paripurna untuk mewujudkan revolusi pancasila.[]


 )* Dosen Fisipol UMY, Pendiri Rumah Baca Komunitas.

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK