Monday, September 7, 2015

Sekolah Literasi: Refleksi & Pemaknaan-isme

Abdullah Zed Munabari, Pegiat RBK

Yap, ini tulisan berisi refleksi dari dinamika selama kegiatan #SekolahLiterasi dan dari obrolan kawan" pegiat RBK tentang evaluasi Sekolah jni beserta refleksi-refleksi nya. Agak unik memang, sekolah ini dari awal memang di design sebagai sebuah ruang untuk bertukar pikiran tentang sejarah, perkembangan, cara merawat, hingga peneluran model baru gerakan literasi. 

Dari mulai menjaga nilai-nilai independensi komunitas, anti donasi terikat yg mematikan semangat kerelawanan, penerapan pendidikan kritis, pengadopsian nilai-nilai ekoliterasi hingga tataran praksis, hingga pengadopsian spirit dan jiwa RBK, yaitu nilai apresiatif yg tentu saja dibarengi dgn nilai-nilai kemanusiaan sebagai prinsip.

Ahh lagi" kemanusiaan, sebuah terminologi "pasaran" yang dijadikan label dan kulit oleh banyak kalangan. Bahkan korporasi yang berniat mengeksplorasi potensi sumber daya suatu kawasan pun seringkali menggunakan term ini sebagai legitimasi rencana "penyejahteraan masyarakat nya". Terdistorsi lah makna kemanusiaan, tak indah lagi lah kata kemanusiaan, bahkan seringkali bikin mual saat ini dikampanyekan. Hmm, setidaknya itulah yg barangkali dirasakan oleh dunia kita sekarang. Kalian tau apa emas paling berharga yang saya dapatkan selama proses Sekolah Literasi itu?? Ada 2 emas yg saya temukan, yaitu Pemaknaan-isme dan Kemanusiaan.

Agar tidak ditelan bumi, saya coba refleksikan emas di pikiran dan hati saya itu kedalam tulisan ini. Yang pertama yaitu pemaknaan-isme. Hmm, terminologi apalagi ini, begitu barangkali yg orang pikirkan saat membaca ini. Tunggu dulu, ini term punya makna, yang tentu saja bukan dimaksudkan utk membuat saya terlihat ala ilmuwan sosial kekinian dgn menambahkan isme diakhir kata Pemaknaan. Pemaknaan-isme disini saya dapatkan dari refleksi sederhana saya pasca sekolah literasi, membaca refleksi pegiat" RBK, dan obrolan kecil sambil makan di burjo dgn Lutfi Zanwar Kurniawan, pegiat RBK. Sebenarnya ini sudah menjadj semacam budaya di RBK utk menuliskan refleksi-refleksi. Namun refleksi ini sebenarnya lahir dari sebuah pemaknaan dalam dimensi pikiran dan jiwa manusia. Apa yang membuat ini penting saya sadari pasca sekolah literasi ini. Sebenarnya proses memaknai manusia terhadap apa yg dia atau orang lain lakukan atau bahkan sebuah fenomena sosial, menjadi sangat berarti dalam rangka menjaga pikiran dari dominasi media atau pihak manapun, menjaga kewarasan untuk tetap memberi tahu kita bahwa tempat kita memijak belum tentu tempat yg ajeg utk ditempati, dan juga (yang paling penting) untuk mengetuk hati, jiwa, dan pikiran kita tentang apakah yang kita ucapkan atau lakukan terhadap orang lain itu sudah sesuai dengan ke-hakikian manusia tersebut (ini akan jadi titik temu dgn emas kedua yaitu "kemanusiaan"). 

Point terakhir tadi adalah titik terpenting dari mengapa pemaknaan yang melahirkan refleksi-refleksi itu menjadi sangat perlu. Yaa, dgn memaknai interaksi" kita dgn org lain lalu kita melakukan oto-kritik terhadap diri kita sendiri, menurut saya itu akan membantu kita menjadi ksatria yang berani mengatakan hal sederhana namun sulitnya luar biasa, yaitu "Ya ternyata aku yang salah, tdk seharusnya aku seperti itu". Pemaknaan menemukan titik termulia nya saat bisa mengantarkan manusia melewati tahap-tahap tersebut (lepas dari dominasi, tetap "waras", dan berkomunikasi dgn jiwa/hati dgn keberanian mengakui kesalahan). Kesimpulan saya dari emas bernama Pemaknaan-isme ini adalah Sekolah Literasi dimana proses pembelajaran nya yang memicu pesertanya untuk melakukan pemaknaan-pemaknaan melalui refleksi yang dituliskan telah mengantarkan peseta itu sendiri pada titik-titik manusia merdeka yang manusiawi.

Emas kedua yang saya syukuri temukan yaitu Kemanusiaan. Namun bukan kemanusiaan yg biasa dikampanyekan korporasi dalam rangka akumulasi modal nya yang bikin kita mual. Ini kemanusiaan yang lahir dari pandangan filsafat yang memandang manusia sebagai makhluk HOMOBAIKUS & HOMOJUJURUS. Inilah filsafat manusia yang merupakan antitesa dari homoekonomikus. Emas kemanusiaan ini saya temukan saat menyadari bahwa memandang manusia pada dasarnya makhluk baik dan dapat dipercaya itu justru akan menjauhkan kita dari sikap penuh kecurigaan yang spekulatif yang bisa jadi berujung pada luka nya hati seseorang atau curiga berlebihan yang dapat menghapus kepercayaan kita pada orang yang bahkan belum pernah kita temui. 

Emas kemanusiaan yang saya dapatkan ini diawali saat membaca tulisan ahmad sarkawi yang menjelaskan makna kemanusiaan dan penting nya membuat asumso dasar bahwa manusia itu makhluk yang baik dan dapat dipercaya. Setelah membaca itu, .elalui proses pemaknaan dan berkomunikasi dgn hati saya pun melahirkan sebuah otokritik yang memberi tahu saya bahwa saya masih belum memandang manusia sebagai Homobaikus & Homojujurus. 

Dibalik kesedihan saat sadar bahwa saya masih seorang yang curigaan dan blm bisa menjadi pribadi yang apresiatif, saya sungguh bersyukur dapat mengenal komunitas seperti Rumah Baca Komunitas yang telah memberi saya begitu banyak hal berharga, saya benar-benar belajar bagaimana memanusiakan manusia itu di komunitas ini. Saya membayangkan bila saya tak pernah belajar disini bersama orang-orang seperti , mungkin saya akan menyakiti dan mencurigai ratusan orang lain di sepanjang hidup saya kedepan nya. 

Terima kasih RBK..terima masih mas dwi cipta dari GLI yang telah memberi saya banyak inspirasi tentang membangun paradigma kritis-transformatif dalam gerakan literasi yang dikawal dgn aksi-aksi praksis yang konsisten. 

Kalibedog, 3 september 2015


No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK