Tuesday, December 1, 2015

Berpolitik Yang Asik

Dave Effendy
Beberapa bulan lalu say membaca buku "berpolitik tanpa partai" yang ditulis oleh relawan jokowi for president yang mengisyaratkan betapa tegang dan penuh intriknya politik di tubuh partai politik di republik ini. Sepekan setelah jokowi menang, Majalah tempo mengekspose besar peran relawan dalam kemenangan Jokowi. Keasikan baru nampaknya ditemukan dalam musik dan konser para relawan.
Situasi praktik tata kelola parpol ini membuat jidat berkerut saking bisingnya dan gaduhnya perkubuan dalam kongres dan muktamar. Menggunting dalam lipatan itu kerap menjadi identitas politisi.
Penantian panjang akan pembahAruan partai seperti gagasan Riswanda Imawan nampaknya masih jauh panggang dari api. Bahkan malah sebaliknya, banyak parpol menjebakkan dirinya dalam ragam kebusukan skandal korupsi dan atm bumn. Tak ada gejala semakin mandirinya partai.
Belum lama ini, setahun lalu juga muncul satu arus yang ingin memperbaiki keadaan partai, ingin menjadikan berpartai secara asik. Ini semacam parpol anak muda kelas menengah yang gembira dan penuh aktualitas. Elan vital itu mewujud di tubu PSI. Partai yang berisi anak muda baik dari beragam latar belakang profesi dan organisasi.
Awalnya, keasikan itu terlihat di beragam socmed pengurus dan simpatisannya sampai sekian lama sebelum intensif kopdar kopdar diselenggarakan seantero negeri. Karenanya, pernah teman nyeletuk PSI itu partai socmed. Bahkan diakui bahwa Awalnya kantornya di socmed yang diawali pembicaraan pendirinnya via Wasapp dan Twitter (baca majalah Tempo edisi Juni 2015).
Keasikan itu terlihat dari pajangan kegiatan yang menghiasi socmed. Dari warna dan aktifisnya nampaknya asik, cerah, gembira, segar dan penuh optimisme masa depan. Dari luar, itu benar benar asik.
Untuk menunjukkan kedekatan, keasikan dan solider dibuatlah panggilan "brad" dan "sist" dalam partai. Belum ada partai mana pun sepanjang republik berdiri punya panggilan sekeren dan seasik ini. Bisa juga dibilang, sangat kekinian di kalangan muda Mudi perkotaan. Di PKI, dulu panggilannya kawan Muso, kawan aidit, dll yang sangat nasionalis. Di PKS pakai antum, ikhwan, akhwat, ustadz yang diimpor dari Arab. Rasanya Kurang asik karena ini menunjukkan stratifikasi simbolik dan status sosial.
Banyak hal yang bisa ditulis dari cerita PSI ini, hanya keterbatasan pergaulan saya dengan pegiat PSI rasanya tak elok kebanyakan mengarang imajinatif. Intinya, turut gembira melihat orang orang asik dan baik berkumpul memikirkan republik dengan jalan baru: gembira, asik, dan segar.
Selamat kopdarnas, brad and sist.
Salam Radijak

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK