Thursday, December 17, 2015

Kalibedog

Lutfi Zahwar Lupet

Tiga bulan lebih aku tinggal di Dusun Sidorejo, Bantul, menumpang tinggal di Rumah Baca Komunitas. Selama itu pula belum pernah sekalipun aku berjalan kaki keliling dusun yang saat ini kutempati. Pergi ke manapun terbiasa naik motor, pemalas memang bahkan untuk sekedar ke masjid yang jaraknya tak sampai 300 meter. 
Baru tadi sore akhirnya aku kesampaian berkeliling dusun. Bersama dua tetangga di Rumah Baca Komunitas, Iput dan Daffa, keduanya baru duduk di bangku kelas lima sekolah dasar. Perjalanan itupun tidak direncanakan, tak sengaja. 
Seusai bermain bola sambil hujan-hujanan. Langit masih cerah, tanggung kalau harus kembali ke rumah. Alih-alih segera bersih-bersih badan lalu duduk manis di beranda memandangi taman yang ijo royo-royo di halaman. Mereka menggelandangku untuk membuntutinya. Pergilah kami bertiga menyusuri dam air yang letaknya tak begitu jauh dari tempat kami bermain bola. Selama di jalan kami tak menjumpai orang lain yang hujan-hujanan keliling. Barangkali karena hujan sore itu tak begitu deras, pelan tapi awet. Tapi kami banyak bertemu dan bertegur sapa dengan orang-orang yang selama ini tak pernah aku temui. 
Tentang jalan kaki, tentu bukan hanya sebuah aktivitas yang menyehatkan secara fisik. Mengelilingi dusun dengan pelan kami banyak menemukan keasyikan yang tak ditemui ketika naik motor. Semacam ada detail-detail kehidupan dusun yang selama ini luput ketika bergerak dengan cepat. Jalan kaki, barangkali terlalu berlebihan, tapi ini adalah cara penting untuk mengembalikan apa yang dikatakan Michael de Carteau, pengalaman akan space yang bersifat antropologis, puitis, bahkan mistis. Ia mengakrabkan kepada praktik hidup harian warga, merasakannya dari dekat dan ada semacam keterlibatan.
Marc Auge, antropolog Prancis, membedakan antara place dan non place. Place adalah ruang fisik yang telah menjadi wahana hidup karena terhubungkan dengan identitas, ingatan, dan sejarah para warganya sebagai komunitas. Sebuah place dibentuk oleh interaksi antara manusia dengan lingkungan fisiknya. Terdapat ikatan sebagai anggota (sense of belonging). Sedangkan non-place merupakan sekedar ruang fisik yang tidak memiliki hubungan organik antara warga sebagai komunitas. Auge memberi contoh non place seperti mal, bandara, hotel, dan jalan tol.
Jika place dihidupkan oleh interaksi yang terjadi antar sesama warga maupun dengan lingkungannya. Tentu saja non place bisa terjadi di mana saja tak hanya seperti yang dicontohkan Auge. Bahkan di dusun pun ketika warga berhenti untuk berinteraksi karena diburu oleh kecepatan, lambat laun dusun sebagai place akan berubah menjadi non place. Jalan kaki, barangkali bisa menjadi cara untuk tetap mempertahankan lingkungan hidup sebagai suatu place, tempat hidup manusia untuk membangun hidupnya secara bermakna dalam kebersamaan.

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK