Sunday, December 20, 2015

Komunitas yang Tidak Terjebak Formalitas

Oleh : Alhafiz Atsari
Sudah banyak kegiatan yang saya ikuti khususnya diskusi yang diadakan oleh banyak lembaga, baik komunitas, institusi perguruan tinggi.
Ada sebuah fenomena yang menarik bagi saya. Ketika sebuah diskusi diadakan oleh sebuah lembaga atau komunitas tertentu yang mengundang pemateri ya katakan saja la lumayan punya track record baik dan mumpuni, begitu sangat dihargai dan sakin dihargainya sampai-sampai yang mengadakan diskusi tersebut terlupa akan subtansi dari sebuah diskusi yang pada akhirnya terjebak pada formalitas.
Mungkin anda dan juga saya sering mengikuti diskusi yang setelah narasumber menyampaikan materi kemudian lanjut ke sesi tanya jawab (diskusi). Disini la persoalan muncul. Hampir seluruh diskusi yang pernah saya ikuti pasti terjebak akan formalitas. Pertama, ok, baik, kita akan buka tiga sesi tanya jawab (moderator berkata). Setelah tiga pertanyaan terjawab, ok , kita buka sesi kedua, tiga penanya lagi. Namun, setelah sesi kedua selesai dijawab. Kalian mungkin akan sering mendengar “baik, karena waktu kita sudah sangat terbatas, sebenarnya sangat banyak lagi yang mau kita bahas dan topic ini sungguh menarik, sehingga diskusi ini akan saya tutup, semoga kita bisa membahas diskusi ini diluar forum ini” (moderator berkata).
Menurut saya, jawaban ini terlalu diplomatis, kita berdiskusi tapi diskusi ya mungkin saja yang berakhir tanpa solusi atau pelajaran yang dapat diambil. Sungguh realita yang menyedihkan, dimana kita sangat ingin menyelesaikan masalah dengan berdiskusi tapi kita sendiri sudah terjebak pada formalitas waktu, apalagi narasumber yang diundang merupakan orang penting, seakan dipuja-puja sehingga kita lupa ada persoalan yang ingin diselesaikan atau ada pelajaran yang harus dibagikan. Dan apakah anda tahu kalimat ini “semoga kita bisa membahas diskusi ini diluar forum ini”, inilah kalimat yang terlalu diplomatis dan munafik menurut saya. Kalimat penipu dan tidak terbukti kebenarannya.
Yang ada setelah diskusi seperti itu maka berakhir sudah pembicaraan tentang itu. 
Jadi, wajar saja apabila persoalan di negeri ini diselesaikan setengah-setengah dan pada ujungnya berakhir tanpa solusi dan merugi. Kita saja sebagai anak muda dan generasi muda katanya, yang katanya mau tidak mau akan memimpin bangsa ini sudah terkonstruksi dengan hal-hal buruk seperti itu.
Jadi, bisa kah kita mengubah itu?
PASTI BISA, saya yakin ada banyak komunitas yang tidak terjebak formalitas tapi tidak diketahui banyak orang dan kebanyakan orang lebih suka berdiskusi di lembaga yang sebut saja lah FORMAL tapi gak NORMAL dalam menyelesaikan masalah.
Salah satu komunitas yang tidak terjebak formalitas dalam berdiskusi adalah Rumah Baca Komunitas. Mungkin, ini la komunitas yang paling membekas di dalam hati saya. Ketika kita berdiskusi, akan ada banyak hal yang ditanyakan dan kita tidak bisa menduga-duga pertanyaan itu serta kita harus menguras otak dan mengeksplor seluruh kemampuan kita. Kalau diskusi di lembaga formal dan di kelas pada saat kuliah saja paling lama 1-2 jam, dan sebenarnya sangat kurang yang pada akhirnya memunculkan “kegalauan”. Berbeda dengan komunitas ini, komunitas ini tidak mengenal waktu 1-2 jam, jika materi diskusi akan memakan waktu 5 jam sekalipun dan sampai jam 1 malam sekalipun, diskusi akan tetap dilanjutkan sampai seluruh peserta tidak memiliki “kegalauan” lagi. 
Mungkin tidak banyak yang bisa saya sampaikan, saya hanya ingin berbagi cerita dan tidak ada tendensi apa pun. Saya yakin ada banyak kegiatan seperti ini di luar sana. Tapi, mungkin kita masih malu untuk mengeksposnya karena berbagai alasan.
Saya ingin kita (generasi muda) berbenah ke arah yang lebih baik. Jika kita sudah terkonstruksi tidak baik, akan kah kita hanya terdiam dan mengikuti jalan sesat itu?
Yogyakarta, 20 Desember 2015, 10:37 WIB

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK