Thursday, December 24, 2015

Ketegaran di akhir tahun


David Efendi, Arya Dwiyoga, Lutfi Lupet, A. Sarkawi

Dua pekan di akhir tahun saya saksikan keteguhan, ketegaran, kreatifitas dirawat sedemikian asik di Rumah Baca komunitas. Keterlibatan anak anak kampung, warga kampung, Dan pegiat baru RBK memperkuat thesis mulia: kekuatan mikroba tak dapat dihindarkan. ITU mantra yang menggerakkan hati, pikiran Dan tangan manusia manusia kalibedog.
Belajar dengan diskusi, berbagi pengalaman menulis, mengapresiasi hasil penelitian, perpustakaan jalanan, memasak, menggambar, sablon, desain poster, membaca buku, menanam, berkarya apa saja untuk semua orang yang ada di Rumah Baca komunitas sampai ujung tahun ini. Minggu yang sangat dinamis. Penuh pembelajaran Dan penuh harapan. Lupet, seorang pegiat menuliskan kesan ini agak panjang:

"... seperti tari dan menggambar sebagai penemuan kemerdekaan. Begitu halnya diskusi. Ia tak hanya menyampai ulang apa-apa yang tercetak di buku maupun mengulang yang di dengar. Dalam membicarakan perihal sesuatu, seseorang tak sekedar mengulang tapi memaknai ulang, bebas menghadirkan penafsiran baru atas realitas. Baik itu yang diberitakan, dituliskan, dan didengarkan.
Kemerdekaan menghadirkan penafsiran yang baru itulah yang selalu membuat diskusi tak lekas membosankan. Walaupun hal itu kerap menyebabkan tak ada arah yang pasti dan tak lekas mencapai hasil. 

Di zaman yang tiap menitnya kita dituntut hasil dan sesuatu yang kongkrit barangkali diskusi, ngobrol, bertukar pendapat, melatih pikiran tidak dianggap sebagai suatu hal yang berharga. Ketika sesuatu yang kongkrit itu menjadi acuan tunggal yang berharga dan tak berharga, maka kemerdekaan dan keleluasaan menjelejah horizon pemikiran menjadi suatu cemooh. 

Tiga hari berturut-turut Rumah Baca Komunitas mengadakan diskusi untuk siapapun yang tak menghendaki suatu ukuran kebenaran tunggal."

"....hebat RBK bisa bertahan lama...", kesan Mas Iwan yang mengisi dejure pekan ini. Ada juga kesan Dicky Senda tentang RBK yang dinamai " komunitas Indie" (indigo?) Karena kehangatan di Rumah manusia. Lalu saya pun bertanya Tanya, APA yang menjadikan komunitas ini bertahan? Atau prasyarat APA yang akan mengawetkan komunitas ini ?

Ada banyak jawaban tentu saja. Sarkawi memberikan pendapatnya bahwa "Bergiat di komunitas butuh kejujuran, kepercayaan, keterbukaan. Butuh kekuatan untuk melawan penindasan, melawan kekerasan, diskriminasi. Saatnya tidak diam dengan kekerasan, diskriminasi serta penindasan. Diam adalah melanggengkan, bersuara adalah perlawanan."

Saya menilai ketahanan komunitas sangat dipengaruhi oleh ketersediaan serangkaian bahan Baku yaitu hati, pikiran dan perbuatan. Bergiat di dalam komunitas butuh turun tangan, butuh hati yang damai dalam ikatan Dan himpunan, serta keluarga, Dan bergiat di dalam komunitas butuh kepala (otak) yang terus belajar.

Arya Dwiyoga menambahkan bahwa ketahanan komunitas terbangun juga dari pemikiran “Aja mbedakake marang sapadha-padha”. Artinya Hargai perbedaan, jangan membeda-bedakan sesama manusia. dan sebuah tindakan yang berlandaskan “Rela lan legawa lair trusing batin”. Artinya Ikhlas lahir batin.
Selamat berkarya semuanya

No comments:

Post a Comment

Tulisan Terbaru

Populer

Hamka For RBK

Hamka For RBK

Sjahrir For RBK

Sjahrir For RBK